7
SabdaNews.com – Prosentase, jumlah, serta narasi naik turunnya anka kemiskinan kerap menjadi sarana pencitraan bahkan komoditas yang seksi untuk dimainkan Pemprov Jatim. Ironisnya lagi prinsip yang digunakan pemerintah itu tak ada pembeda antara kebenaran dan pembenaran.
Jika terjadi penurunan kemiskinan akan cepat merilis sebagai keberhasilan. Sebaliknya jika terjadi kenaikan mereka akan berupaya menyusun narasi yang apik sehingga akan mendapatkan kesimpulan bahwa terjadinya penurunannya itu atau bukan salah Pemprov.
Hal ini sebagaimana rilis Pemprov Jatim menyikapi rilis BPS Jatim tentang kenaikan jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 4,236 juta orang atau meningkat 55,22 ribu orang terhadap Maret 2022 atau meningkat dari 10,38% menjadi 10,49%.
Menurut Gubernur Jatim Khofifaf dari rilisnya bahwa secara year on year (Yoy), dalam setahun terakhir, angka kemiskinan di Jatim terhitung September 2021 – September 2022 terpantau turun 0,1 persen.
Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Khusairi menyatakan bahwa yang dirilis BPS Jatim dengan Gubernur Jatim itu sama-sama benar. Namun yang membedakan hanyalah tingkat obyektifitas.
“Rilis BPS obyektif berdasarkan hasil riset yang dilakukan dan disampaikan secara komperehensif. Sedangkan rilis Pemprov Jatim berusaha keras untuk menutupi salah satu fakta dengan melakukan narasi perbandingan data,” ungkap Mathur, Minggu (22/1/2023).
Politikus asal Bangkalan itu berharap Gubernur Khofifah tidak perlu ketakutan untuk menyatakan permohonan maaf, karena pada posisi September 2022 terjadi kenaikan kemiskinan di Jatim. Sehingga hal tersebut bisa menjadi cambuk bagi jajaran Pemprov Jatim untuk lebih fokus di 2023.
“Pasti masyarakat dan semua elemen di Jawa Timur menyadari kok, ketimbang membuat alasan yang mbulet,” kelakar Mathur.
Mantan aktivis pemberdayaan dan anti korupsi ini menambahkan, bahwa point terpenting dari sekedar data agregat yang berisi jumlah dan prosentase kemiskinan yang dirilis BPS adalah apakah Pemprov Jatim, selama 2019 sampai sekarang memiliki data update by name by address yang selalu diperbaharui.
Tujuannya, supaya Pemprov memilki acuan, mana yang rumah tangga yang miskin, mana yang sudah di bantu/ difasilitasi, mana yang sudah mover (keluar dari kemiskinan). Atau sebaliknya yang turun status kesejahteraannya berapa.
“Sejauh yang kita tahu, tidak pernah OPD mitra komisi E maupun Bappeda Jatim menyampaikan basis data by name by address yang dimilki Pemprov Jatim itu Ke DPRD Jatim khususnya Komisi bidang Kesra,” tegas Mathur Husyairi.
Ia bahkan sempat konfirmasi ke Dinsos Jatim waktu Wagub Jatim melounching “Sinta Gelis” yang katanya akan jadi basis data kemiskinan Jatim, pada tanggal 31 Juli 2022 di hotel mewah dan banyak media yang merilis kegiatan tersebut namun tidak mengetahui secara langsung.
“Sejak dirilis sampai saat ini tidak ada infomasi yang masuk ke Komisi E tentang perkembangan sistem tersebut yang katanya sudah di uji coba di 14 Desa dengan menggunakan anggaran APBD yang nilainya cukup besar,” sindir vocalis Komisi E DPRD Jatim ini.
Lebih tragisnya lagi, saat dicoba buka sistem tersebut, data yang ditampilkan hanya menampilkan ulang data BPS, data tahun 2020, Data DTKS dan P3KE yang hanya angka total se Jatim. Data DTKS mikro pun kalau di klik galat.
“Saya dengar anggaran yang telah di keluarkan tahun 2022 sudah cukup besar termasuk untuk launching yang mewah. Tahun 2023 ini informasinya ada operasional yang sangat besar juga untuk pilot project 14 desa, hanya coba saya telusuri di APBD yang dibahas kok tidak ada, semoga tidak diselipkan secara illegal pasca evaluasi Kemendagri,” jelas Mathur.
“Eman lho memiliki anggaran yang besar tapi hasilnya tidak nyata, saya coba bandingkan dengan yang dilakukan “Sidaya Sehati SLRT Bangkalan dengan anggaran 750 juta sudah mampu melakukan update kondisi kesejahteraan lebih dari 38 ribu rumah tangga, lebih dari 127 ribu jiwa di ratusan desa, real time, dinamis, dan hasilnya transparan ke publik,” imbuhnya.
Terpisah, Direktur Center for Participatory Development (Cepad) Indonesia, Kasmuin, yang pada Pilgub 2018 menjadi Sekretaris Tim Pemenangan Khofifah Emil di Sidoarjo yang juga aktif di pemberdayaan masyarakat ketika dimintai tanggapan menyampaikan bahwa pada saat kampanye dan orasi pelantikan ada semangat yang luar biasa Khofifah-Emil akan melaksanakan program pengurangan kemiskinan.
Bahkan muncul istilah no one left behind, harus dipastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Disamping itu Mas Emil juga punya semangat untuk membangun big data.
“Tetapi memang harus diakui realisasi dari niat dan janji itu sangat jauh. Kalau yang saya amati program keberpihakan pada kemiskinan terutama dari segi anggaran dan operasionalisasi jauh turun baik kuantitas maupun kualitas, big data yang akan di bangun tidak terwujud,” jelas Kasmuin.
Untung saja, masyarakat Jatim ini tertolong oleh program dari pemerintah pusat seperti dari Kemensos, kementrian UMKM, Kementrian PUPR, serta Kementrian Desa.
“Ya semoga jelang 1 tahun masa kepemimpinan berakhir, Bu Khofifah dan Mas Emil tidak asyik berkutat pada pejabat-pejabat birokrasi dan orang-orang yang hanya pintar memuji di medsos dan saat ini mengelilingi beliau, karena masih ada waktu,” harapnya. (tis)