SabdaNews.com – Sejumlah fraksi di DPRD Jatim menyikapi Raperda tentang Pengembangan dan Pelindungan Pertembakauan di Jatim yang digagas Pemprov Jatim melalui Pandangan Umum Fraksi pada sidang paripurna DPRD Jatim, Senin (16/1/2023).
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Dr. Ir. Daniel Rohi, M.Eng.Sc.IPU mengatakan perlu dilakukan penajaman terhadap beberapa bagian dari Raperda tentang Pengembangan dan Pelindungan Pertembakauan di Jatim.
“Pendalaman yang diperlukan itu terkait keselarasan dengan aturan perundangan yang lebih tinggi. Naskah Akademis, Nota Penjelasan Gubernur dan draf Raperda termaksud,” kata anggota Komisi B DPRD Jatim.
“Fraksi PDI Perjuangan memandang perlu adanya penjelasan yang komprehensif dari eksekutif tentang potensi penyimpangan dari Pasal 7 Ayat (4) PP No.38 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa pertanian adalah kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota,” imbuhnya.
Di sisi lain pihaknya juga mncermati bahwa sajian hasil analisis SWOT berpotensi menjadi indikasi terjadinya pola hubungan asimetris antara petani tembakau dengan pelaku usaha industri hasil tembakau (IHT).
“Kalau potensi eksternalitas ini dilakukan, maka potensi rendahnya peningkatan kesejahteraan petani tembakau dibanding mitra IHT akan menghadirkan ketimpangan yang tidak baik,” terang Daniel Rohi.
Ditambahkan, F-PDI Perjuangan juga berkepentingan agar Raperda Jatim tentang Pengembangan dan Pelindungan Pertembakauan di Jatim dapat menjadi landasan hukum melindungi para petani tembakau dari pelaku usaha IHT yang cenderung didorong oleh prinsip efisiensi proses produksi dengan membentuk eksternalitas biaya yang kemudian harus ditanggung oleh para petani.
“Kami meminta agar beberapa typo errors yang ada di draf raperda ini yang berpotensi mengganggu bisa segera diperbaiki,” harap Daniel Rohi.
Senada, Jubir Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim MH Rofiq menilai Raperda ini merupakan wujud nyata implementasi pelaksanaan urusan pemerintahan dalam bingkai otoda. Sekaligus perwujudan desentralisasi untuk melaksanakan hak dan kewajiban daerah dalam mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri.
“Fraksi Partai Gerindra menekankan agar kearifan lokal hendaknya menjadi semangat utama dalam pembentukan Perda tentang Pengembangan dan Pelindungan Pertembakauan di Jatim disesuaikan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan daerah,” jelasnya.
Pertimbangan lainnya, lanjut Cak Rofiq sapaan akrabnya, potensi tembakau dan IHT di Jatim serta pentingnya pertembakauan bagi perekonomian Jatim, maka perlu dilakukan pengembangan dan pelindungan usaha di sektor pertembakauan agar terus terjaga keberlangsungannya dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta kualitas yang baik.
“Melindungi dan memberdayakan potensi tembakau dan cengkeh adalah salah satu tujuan dari pembentukan Raperda ini,” harap anggota Komisi A DPRD Jatim.
Keseriusan dan pelindungan pertembakauan di Jatim, lanjut Cak Rofiq kerapkali dihadapkan pada arah kebijakan nasional yang cenderung tidak berpihak terhadap petani dan pelaku IHT berupa rokok.
“Berbagai kebijakan tersebut berdampak pada meningkatnya pemutusan hubungan kerja, tutupnya pabrik rokok skala kecil dan menurunnya jumlah lahan yang ditanami tembakau,” bebernya.
Fraksi Partai Gerindra juga minta penjelasan dan tanggapan beberapa hal. Diantaranya, Pasal 1 angka 23 memberikan definisi atau batasan varietas/jenis tembakau yang dibudidayakan di Jatim, yaitu tembakau virginia, tembakau Madura, tembakau Jawa, tembakau Paiton, White Burley, tembakau Kasturi, tembakau Lumajang, tembakau Besuki Na_Oogst baik berupa tembakau basah maupun tembakau kering.
“Pembatasan varietas/jenis tembakau bisa jadi akan menyulitkan ketika terdapat pengembangan hasil penelitian bibit dan atau kebutuhan yang berimplikasi menambah varietas/jenis tembakau lain yang dibudidayakan di Jatim,” terang mantan ketua PW GP Ansor Jatim ini.
Pencantuman Assosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Assosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) pada Pasal 1 perlu kiranya dikaji ulang. Mengingat, dalam keseluruhan norma yang terdapat pada Raperda dimaksud tidak terdapat norma yang melibatkan assosiasi di dalamnya.
“Bahkan kata Assosiai hanya tertulis satu kali yang terdapat padapenjelasan umum sebagai salah satu subyek yang dilindungi dan diberdayakan melalui Raperda ini,” jelas Cak Rofiq.
Kemudian di Pasal 32 disebutkan bahwa salah satu pelaksanaan pelindungan petani dilakukan melalui penyediaan asuransi pertanian, namun sayang ketentuan tentang asuransi tidak dijelaskan lebih lanjut, dan justru disarankan pada jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Pemunculan asuransi pertanian yang khusus diperuntukkan melindungi petani tembakau dari kondisi gagal panen akibat cuaca, bencana alam maupun serangan penyakit, hama dan virus menjadi sangat urgent di Jatim. Termasuk apabila dimungkinkan diberikan ansuransi terhadap hasil panen yang belum dapat diserap IHT karena berbagai hal,” pungkas MH Rofiq. (pun)