Berlaku Juni 2025, Ketua Komisi E Sri Untari Minta Penetapan KRIS Ditunda

by Redaksi

SabdaNews.com  – Rencana penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomer 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang pembatasan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) menuai polemik di Jawa Timur. Pasalnya, sejumlah Rumah Sakit milik pemerintah daerah dikawatirkan kian tidak mampu menampung pasien yang selama ini sudah over capasity.

Ketua Komisi E DPRD Jatim Sri Untari Bisowarno mengaku mendengar keluhan ini setelah melakukan dialog dengan pihak RSUD dr Soetomo dan RSUD milik Pemprov Jatim lainnya. Politikus PDI Perjuangan itu menjelaskan bahwa sistem KRIS adalah sistem baru yang menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 di BPJS Kesehatan, dengan tujuan menyamaratakan kualitas layanan rawat inap bagi semua pasien BPJS, ditargetkan berlaku penuh pada 30 Juni 2025.

“Kami minta pemerintah pusat menunda kebijakan KRIS karena belum tepat dilaksanakan tahun ini,” jelas Sri Untari Bisowarno, Senin (17/3/2025).

Persoalan muncul terkait aturan Kepadatan Ruang dimana KRIS atau uang rawat inap maksimal 4 tempat tidur (bed) dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter dalam satu ruangan. Padahal selama ini di RSUD dr Soetomo rata-rata satu ruangan diisi 6 tempat tidur.

Diakui Untari, peraturan KRIS itu memang tujuannya baik untuk kenyamanan masyarakat atau pasien BPJS ketika berobat ke rumah sakit. Namun ketika melihat antusiasme masyarakat berobat dan jumlah pasien BPJS yang cukup besar di Jatim, hal ini agak menyulitkan rumah sakit.

Data terbaru di awal tahun 2025 ini saja, ada 21.000 – 37.000 pasien rujukan BPJS yang harus dilayani oleh RSUD dr Soetomo Surabaya.  “Dengan adanya KRIS praktis daya tampung rumah sakit harus dikurangi, karena hanya diperbolehkan menampung 4 bed di satu ruangan rawat inap,” ujar politikus asal Malang.

Disisi lain, kata Sri Untari, jika nanti KRIS diterapkan di RSUD dr Soetomo maka ada potensi kehilangan pendapatan sampai Rp 180 Miliar. Maka kami menyarankan kepada pemerintan pusat jangan menerapkan peraturan ini dulu. Alasan pertama, KRIS ini membuat masyarakat kekurangan bed karena RSUD Soetomo termasuk 60 RS terbesar dunia dengan predikat RS yang memiliki alat lengkap dan pelayanan bagus.

“Sebelum KRIS diberlakukan saja RSUD Soetomo ini sudah overload, apalagi kalau nanti KRIS diberlakukan,” jelas perempuan yang juga Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jatim ini.

Hal ini tentu tidak menjawab kebutuhan pelayanan pemprov Jatim kepada pasien BPJS. Berikutnya adalah darimana menutup penurunan pendapatan 180 miliar akibat kapasitas bed rawat inap dibatasi.

“Ini bukan kebijakan yang memiliki sence of crisis di tengah sensivitas kondisi kesehatan masyarakat,” beber Sri Untari yang menyebut bahwa kebijakan ini bakal terjadi di seluruh rumah sakit lain di Indonesia

Selanjutnya, Komisi E segera koordinasi dengan Komisi IX (Bidang Kesehatan) DPR RI supaya mendapat masukan dari daerah. Bahwa dengan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ini mengakibatkan layanan kesehatan tertunda.

“Kalau layanan kesehatan terhadap masyarakat tertunda pasti mortalitas (tingkat kematian) akan tinggi, kalau tidak mortalitas tinggi tentu akan membuat keluarga mengeluarkan biaya perawatan tinggi terus menerus,” pungkas Sri Untari sembari menekankan bahwa Penerapan KRIS akan dievaluasi secara berkala untuk memastikan keberlanjutan program jaminan kesehatan. (pun)

You may also like

Leave a Comment