Mathur Husyairi : Kalau Mau Aman, Hibah Harusnya Berupa Program Bukan Uang

oleh -769 Dilihat

SabdaNews.com  – Kendati Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sudah membikin aturan untuk menghindari adanya penyalahgunaan dana hibah. Namun dalam prakteknya masih ditemukan banyak celah sehingga dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mengeruk kepentingan pribadi maupun kelompok.

Mathur Husyairi anggota DPRD Jatim merespon penyataan Gubernur Jatim terkait tiga prasyarat yang harus ditandatangani penerima hibah yaitu Pakta Integritas, Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak dan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah).

Menurut politikus asal PBB, Gubernur Jatim keliru memahami hibah yang penerimanya sebagian adalah Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang di-SK oleh Kepala Desa dan diregistrasi di Kantor Kecamatan setempat.

“Pokok-pokok pikiran (Pokir) ini seharusnya berupa program yang didesain di masing-masing OPD, tapi yang terjadi justru berubah hibah uang, sehingga merangsang adanya fee maupun ijon,” tegas Mathur Husyairi, Kamis (22/12/2022).

Sedangkan menyangkut Fakta Integritas, lanjut Mathur dalam pelaksanaannya itu  difasilitasi oleh Dinas (OPD). Kemudian Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak  dibuat oleh Pokmas diatas materai.

Selanjutnya soal NPHD ditandatangani oleh Ketua Pokmas dengan Dinas selaku perwakilan Gubernur. “Sayangnya, NPHD ini tidak diserahkan ke pokmas, baik asli maupun salinannya. Seharusnya kan semua pihak pegang,” beber Mathur.

Diakui Mathur, NPHD tidak bisa dijadikan jaminan hibah bisa dicairkan. “Fakta yang terjadi seperti itu, saya menerima pengaduan ada beberapa pokmas yang sudah menandatangni NPHD tapi tiba-tiba bisa dibatalkan tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Ia mengakui dari segi prosedur pengajuan hibah sudah sangat ketat dan baik, tapi dalam prakteknya masih banyak masalah.

“Banyak Pokmas yang tidak memiliki kemampuan mengelola dana hibah.
Celah hibah ini ada di aspirator dan pengepul, koorlap dan user, bukan di pokmas,” beber anggota Komisi E DPRD Jatim.

Dijelaskan Mathur, program hibah mekanismenya dibagi dua. Yang pertama  melalui reses/jasmas anggota DPRD, lalu menjadi pokir anggota DPRD Jatim. Kedua adalah hibah reguler melalui jalur eksekutif.

Soal komposisi atau prosentase hibah berapa yang melalui DPRD dan eksekutif, Mathur mengaku tidak tahu secara pasti. Namun berdasarkan Nota Keuangan Gubernur tentang Perda APBD Jatim tahun anggaran 2021 belanja hibah diproyeksikan sebesar  Rp.10,9 triliun.

“Namun pada tahun anggaran 2022 belanja hibah Pemprov Jatim berkurang drastis yakni tinggal Rp.5,3 trilun berdasar Perda Perubahan APBD Jatim 2022,” kata Mathur.

Sebenarnya Pemprov Jatim sudah mendapat warning keras dari Mendagri agar alokasi anggaran hibah pokmas melalui anggota DPRD Jatim tidak boleh melebihi 10 % dari kekuatan PAD yang ada.

“Kalau kekuatan PAD pada APBD Jatim 2022 sebesar Rp.18 triliun, berarti 10 % nya khan tidak lebih dari 1,8 triliun. Jadi sisanya ya ada di eksekutif,” pungkas vocalis DPRD Jatim ini. (tis)

Baca Juga:  Lantik Marhaen Djumadi Sebagai Bupati Nganjuk, Gubernur Khofifah: Wujudkan Good Governance dan Layanan Publik Yang Profesional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.