61
SabdaNews.com – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa akhirnya angkat bicara terkait mekanisme program hibah daerah dari Pemprov Jatim yang tengah jadi sorotan publik, paska KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap wakil ketua DPRD Jatim berinisial STPS terkait dugaan suap (ijon) dana hibah dari APBD Jatim.
Menurut orang nomor satu di Pemprov Jatim, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang ditangani KPK dan akan siap membantu dan mendukung data jika dibutuhkan KPK. Termasuk menfasilitasi proses penggeledahan sejumlah ruangan di kantor Gubernur Jatim kemarin.
“Yang terkonfirmasi di ruang gubernur tidak ada dokumen yang dibawa. Di ruang Wagub juga tidak ada dokumen yang dibawa. Di ruang Sekda ada flashdisk yang dibawa. Jadi posisinya seperti itu kawan-kawan sekalian,” kata Gubernur Khofifah, Kamis (22/12/2022).
Lebih jauh dia menjelaskan, bahwa persoalan seputar hibah itu yang paling tahu ada dua orang yaitu Sekda sebagai ketua TAPD dan kepala Bappeda Jatim.
“Kedua orang ini yang akan mengetahui detailnya dan tidak bisa pertahun tapi tahun ini berapa dan tahun ini berapa?” dalih gubernur perempuan pertama di Jatim.
Lebih jauh Gubernur Khofifah menjelaskan mekanisme penyaluran dana hibah melalui anggota DPRD Jatim adalah dari jaring aspirasi masyarakat kemudian menjadi pokok-pokok pikiran (pokir) lalu dibreakdown menjadi program-program hibah.
Kendati demikian, kata Khofifah untuk bisa mendapatkan hibah tidaklah mudah bagi kelompok masyarakat (pokmas) . Sebab ada tiga hal yang menjadi prasyarat cairnya anggaran hibah. Yang pertama adalah adanya SK Gubernur.
“Jadi seluruh hibah maupun pokir dalam bentuk program pencairannya adalah setelah ada SK Gubernur,” tegasnya.
SK Gubernur itu turun, lanjut Khofiah setelah ada verifikasi dari inspektorat. Inspektorat melakukan verifikasi setelah ada tim yang turun bahwa memang lembaga calon penerima hibah ini betul adanya. Lembaga (Pokmas) itu harus mendapatkan legalitas dari camat atau dari SKPD terdekat.
Selain SK Gubernur, setiap penerima hibah juga harus menandatangani tiga hal. Yang pertama adalah fakta integritas.
“Pakta Integritas itu isinya antara lain ya siap disanksi, siap dipidana kalau tidak sesuai dengan program yang diusulkan. Intinya seperti itu Pakta Integritas,” beber Khofifah.
Yang kedua adalah surat pernyataan tanggungjawab mutlak. “Jadi penerima hibah itu memiliki tanggungjawab mutlak melaksanakan sesuai dengan pengajuan sampai kemudian membuat pelaporan,” jelasnya.
Dan yang ketiga adalah menandatangani NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah). “Jadi tiga ini sebetulnya menjadi tanggungjawab penerima hibah. Saya membedakan antara penerima hibah dengan aspirator, ini sesuatu yang berbeda sehingga tanggungjawab mutlak ada di penerima hibah,” dalih Khofifah.
Sedangkan terkait monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan hibah, Gubernur Khofifah menyatakan sudah ada tiga perjanjian yang ditandatangani penerima hibah, sehingga mereka juga harus melakukan pelaporan.
“Jadi pada posisi seperti ini menjadi sangat tergantung kepada si penerima hibah,” terangnya.
Diakui Khofifah, posisi aspirator menjadi penting karena ini kan ada jembatannya sampai kepada keputusan ini masuk dalam perencanaan penganggaran hibah tahun berapa, tahun berapa.
Aspirator itu menjadi koneksitas simpul-simpulnya. Itu menjadi penting untuk bisa melihat aspirator-aspirator mengusulkan A,B,C,D,E. “A,B,C,D,E ini kemudian penerima hibah menandatangani tiga hal, Pakta Integritas kemudian surat pernyataan tanggungjawab mutlak dan naskah perjanjian hibah daerah,” pungkas Khofifah. (tis)