SabdaNews.com – Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto mendukung usulan pemilihan kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota supaya dikembalikan lagi ke DPRD. Mengingat, Pilkada langsung yang saat ini diterapkan tidak efisien bahkan cenderung pemborosan anggaran hingga triliunan rupiah.
“Sistem ini, berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing,” kata Prabowo dalam sambutannya pada acara puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Kamis (12/12/2024) kemarin.
Bak gayung bersambut, wacana tersebut mendapat respon positif dari kalangan DPRD Jatim. Pasalnya, Komisi A DPRD Jatim yang membidangi hukum dan pemerintahan pada tahun 2018 silam sudah merekomendasikan hal yang serupa dengan wacana Presiden Prabowo.
Anggota Komisi A DPRD Jatim Freddy Poernomo mengatakan bahwa saat dirinya memimpin Komisi A periode 2014-2019, pernah menggelar forum diskusi kelompok terfokus membangun budaya politik santun berbasis nilai nilai Pancasila Di Jatim pada 5 Maret 2018.
Narasumber yang dihadirkan pada acara itu, diantaranya Dir Intelkam Polda Jatim (Kombes Pol Drs Tedy Setiade), Ketua Bawaslu Jatim (Moh. Amin), Dosen FHI Unair (Joko Susanto) dan moderator dosen Fisip Unair Bambang Budiono, serta keynote speaker Gubernur Jatim, Soekarwo.
Diakui Freddy, pada mulanya dalam FGD yang menjadi fokus pembahasan adalah soal Pilgub langsung yang perlu dikoreksi. Mengingat, gubernur selain menjadi kepala daerah juga menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah.
“Dalam hal pengawasan dan pembinaan pemerintahan Kabupaten/Kota, Gubernur juga tidak memiliki wilayah otoritas, maka Pilgub sebaiknya kembali dipilih DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota,” ujar Freddy Poernomo, Sabtu(13/12/2024).
Lebih jauh politikus Partai Golkar itu menjelaskan bahwa hasil rekomendasi forum itu juga telah diteruskan ke pimpinan DPRD Prov. Jatim dan Gubernur Jatim dan ditembuskan kepada Mendagri, Pimpinan DPR RI dan Komisi II DPR RI.
Terdapat beberapa kesimpulan. Pertama, penyelenggaraan sistem demokrasi liberal sangat mahal yang membawa implikasi pada hilangnya keteladanan karena para peserta harus mengeluarkan dana yang sangat besar yang setelahnya mengarah pada tindakan koruptif dan tindakan lain yang tidak terpuji.
Kedua, lanjut Freddy, problem yang dihadapi dalam pilkada serentak tidak berdiri sendiri, melainkan dalam satu setting politik makro yang ditentukan oleh sistem pemilu yang liberal yang melahirkan satu medan politik yang pragmatis, dimana berbagai kekuatan elit politik, kaum intelektual, dan kelompok kapital secara bersama-sama bermain untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok.
“Ketiga. peran kekuatan intelektual pragmatis yang menawarkan strategi melakukan pemenangan yang menggunakan strategi populisme SARA, yang menyisir mereka yang rawan turut berkontribusi terhadap lahir dan membesarnya ancaman terhadap keutuhan hidup berbangsa dan bernegara,” terang politikus yang juga seorang akademisi hukum tata negara ini.
Dari kesimpulan itu, lanjut Freddy, maka dibuatlah beberapa rekomendasi. Pertama, harus dilakukan kaji ulang terhadap sistem Pemilu yang berlangsung sejak refomasi 1998 sampai sekarang.
“Berdasarkan kajian ini, perlu dilakukan reformasi sistem Pemilu yang sekarang, dan seraya dengan itu, disusun suatu sistem Pemilu yang lebih sesuai dengan nilai-nilai dan spirit budaya bangsa Indonesia dan Pancasila,” katanya.
Kedua, harus dilakukan sinergitas kekuatan-kekuatan masyarakat yang menjadi elemen partai dengan kekuatan intelektual yang memiliki visi kebangsaan, berkolaborasi dengan aparat hukum dan keamanan, dalam rangka mencari sistem pemilu alternatif yang lebih sejalan dengan nilai-nilai dan spirit pancasila.
Dan rekomendasi ketiga adalah dengan melibatkan elemen bangsa yang memiliki spirit nasionalisme dan memahami substansi Pancasila.
“Pemerintah harus mencegah kekuatan – kekuatan politik yang menggunakan strategi populisme bermuatan SARA untuk memasuki gelanggang Pilkada yang terlanjur liberal dan pragmatis ini,” pungkasnya. (pun)