15
“Wajar saja kalau kehadiran Partai Ummat akan bisa menggerus pemilih PAN, karena ada irisan yang sama menyangkut ketokohan, yakni Pak Amin Rais yang dulu juga aktif dan juga pendiri PAN,” kata Surokim saat dikonfirmasi, Selasa (3/1/2023).
PAN kedepan, lanjut Dekan Fisib UTM, membutuhkan tenaga ektra untuk bertahan di posisi yang sama dengan pemilu 2024. Konsolidasi harus lebih dimasifkan dengan para loyalisnya, khusunya dengan warga Muhammadiyah. Karena revalitas Partai Ummat tidak bisa dianggap sepele.
“Jadi PAN saat ini juga menghadapi tantangan yang sungguh tidak mudah untuk bisa bertahan di parlemen. Butuh usaha ekstra dengan melakukan ikhtiar menjaga pemilih Muhammadiyah dan berani ekspansif untuk menjadi partai kader modern,” kata Surokim.
Tidak hanya PAN, lanjut akademisi asal Lamongan, Partai Ummat pun demikian, sebagai partai baru, Partai Ummat membutuhkan lebih dari sekadar energi biasa. Para kader harus pintar-pintar memanfaatkan momentum yang hadir, agar eksistensi partainya dapat melambung dan kompetitif.
“Sejauh yang saya amati, kedua faktor itu masih belum bersahabat dengan partai ummat saat ini,” terang Surokim Abdussalam.
Kendati telah memiliki tokoh yang berpengalaman, Partai Ummat juga harus memiliki formulasi demi menggaet para pendukung. Apalagi pemilih saat ini sudah banyak yang melek politik. Oleh karenanya, gagasan dan ide harus dikedepankan yang selaras dengan perkembangan zaman.
“Jadi butuh juga energi baru juga untuk bisa menarik perhatian voters. Sesungguhnya partai ummat tidak boleh sekadar mengandalkan faktor ketokohan, ansich yang sekadar memorabilia kejayaan masa lalu, tetapi lebih progresif bisa menjawab kebutuhan kekinian voters Indonesia,” jelas Surokim.
“Partai ummat harus mampu secara cerdas memanfaatkan isu dan momentum perubahan berkesinambungan dengan memproduksi dan menawarkan gagasan ide solutif saat ini, guna menjawab keinginan publik secara luas. Saya pikir Partai Ummat juga tengah menghadapi jalan terjal menuju 2024,” imbuhnya.
Ia mengakui peluang PAN maupun Partai Ummat semakin sulit untuk bisa eksis keduanya di parlemen (Senayan). Sebab PAN selama ini sulit untuk beranjak dari partai menengah menjadi partai papan atas.
“Apalagi kalau Parliementary Treshould (PT) di pemilu 2024 angkanya dinaikkan. Tentu semakin sulit peluang bagi kedua partai untuk bisa lolos PT sehingga eksistensi mereka juga terancam,” ungkap Surokim.
Munculnya partai-partai baru di setiap pemilu, kata Surokim memiliki nilai plus dan minus. Satu sisi menunjukkan sistem demokrasi berkembang dengan baik. Namun di sisi lain keinginan meminimalisir jumlah parpol di perhelatan pemilu juga kian sulit.
Revalitas partai politik yang memiliki irisan pemilih serupa kerap muncul di setiap perhelatan pesta demokrasi lima tahunan. Pada pemilu 2024 mendatang, revalitas itu bukan hanya antara PAN dan Partai Ummat tapi juga antara PKS dan Partai Gelora.
“Politik belah bambu sering dijadikan opsi untuk menguji eksistensi parpol di Indonesia. Padahal buat partai politik itu costnya besar sekali. Tapi jika orientasinya hanya ikut pemilu tapi tak punya kursi di parlemen ya percuma karena tak bisa mewujudukan visi misi partai. Inilah realitas politik di negeri kita, aneh tapi nyata,” kelakar akademisi murah senyum ini. (pun)