SabdaNews.com – Keberhasilan program lumbung pangan yang dikeluarkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam upaya memperkuat ketahanan pangan dan menjaga inflasi di Jatim diuji secara akademis oleh Dirut PT Jatim Grha Utama (JGU) Mirza Muttaqien melalui tesis dalam program magister sains hukum dan pembangunan sekolah pasca sarjana Universitas Airlangga Surabaya.
Tesis berjudul “Implikasi Pelaksanaan Lumbung Pangan Jawa Timur Terhadap Stabilisasi Harga Bahan Pokok Di Jawa Timur” itu berhasil mendapat nilai A dalam ujian tesis yang digelar beberapa hari lalu.
“Alhamdulillah tesis yang sama buat berhasil dapat nilai A,” kata Mirza Muttaqien saat dikonfirmasi Jumat (1/3/2024).
Latar belakang memilih judul tesis itu, kata Mirza dikarenakan kebijakan Gubernur Khofifah itu diatur dalam sebuah peraturan gubernur atau sebuah produk hukum. Sehingga secara teoritis, hukum itu orientasinya untuk mewujudkan kesejahteraan.
Dari penelitian tesis lumbung pangan yang diinisiasi Gubernur Khofifah itu kemudian betul betul teruji bahwa kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Jatim melalui sebuah peraturan betul betul membuahkan sebuah kesejahteraan bagi masyarakat (welfare state).
Keberhasilan program tersebut, kata Mirza juga sudah diakui Badan Pusat Statistik (BPS), dimana Pemprov Jatim berhasil secara signifikan mengendalikan laju inflasi dalam beberapa tahun.
“Contohnya, saat ada kenaikan BBM yang luar biasa beberapa tahun lalu, program inisiatif itu diberlakukan secara simultan dan terus menerus kemudian terbukti dari data BPS menyatakan inflasi Jatim relatif terkendali. Padahal dengan naiknya BBM harusnya berdampak inflasi lebih besar tapi bisa dikendalikan bahkan bisa deflasi. Ini dampak luar biasa dari kebijakan lumpung pangan tersebut,” ungkapnya.
PT JGU salah satu BUMD milik Pemprov Jatim saat ini juga mencoba merapkan program lumbung pangan tersebut untuk membantu mengatasi persoalan kenaikan harga beras yang melambung dengan pola pola intervensi pada masyarakat dengan menggabungkan pada pola ketersediaan dan jalur distribusi.
“Pola itu yang kita pakai yang dikenal sebagai lumbung pangan Jatim dengan melakukan kerjasama mitra daerah. Yang melakukan kerjasama adalah BUMD Provinsi dan BUMD Kabupaten/Kota di Jatim,” jelas pria yang juga Dirut PT JGU ini.
“Alhamdulillah yang sudah MoU dengan kita ada 10 kabupaten,” imbuhnya.
Menurut Mirza, kendati Khofifah masa jabatannya sebagai Gubernur Jatim telah habis pada 13 Feberuari lalu. Namun program lumbung pangan layak untuk diteruskan oleh Pj Gubernur Jatim dalam pengendalian inflasi dampak fluktuasi harga kebutuhan pokok akhir akhir ini.
“Apalagi kalau kebijakan itu dibuat lebih sedikit permanen. Tentunya perlu dikaji lagi dengan beberapa penyempurnaan. Sebab secara ide, ini adalah ide yang luar biasa bahkan di Indonesia baru provinsi Jatim yang berani menerapkan dan berhasil,” ungkap Mirza.
Ditambahkan Mirza, program lumbung pangan itu berbeda dengan contract farming karena contract farming belum menyelesaikan masalah, sebab hanya sekedar menjamin hasil petani akan dibeli. Padahal inflasi bukan selesai hanya dengan contract farming tapi juga bagaimana bisa menjadi kebutuhan pupuk dan benih tanaman yang bagus terpenuhi dengan baik.
“Artinya mengatasi persoalan yang dihadapi kaum petani harus dari hulu hingga hilir. Bahasa Bu Khofifah itu diterjemahkan dengan program tanam, petik, olah, kemas dan jual menjadi satu rangkaian yang menyeluruh,” jelas Mirza.
Konsep lumbung pangan itu bukan pada pengontrolan harga. Tapi stabilisasi harga itu hanya sebagain dampak atau akibatnya saja. Lumbung pangan itu merupakan kolaborasi mulai dari produsen sampai pada jalur distribusinya itu tercipta, maka ketersediaan akan terpenuhi.
Kenaikan harga itu bukan hanya sekedar dipicu ketidaktersediaan barang tapi jika barang jika tak terdistribusi dengan baik tentu harga psikologis barang tersebut juga akan mengalami kenaikan.
“Ide briliant dari Bu Khofifah membikin program lumbung pangan itu untuk mempengaruhi harga psikologis maka diperlukan barang itu ada di tempat dan bisa dinikmati langsung masyarakat bukan hanya disimpan di gudang,” ungkap MIrza.
Setelah berhasil membuat lumbung pangan di tingkat provinsi, kemudian program tersebut berkembang hingga ke 25 pasar di 8 kabupaten dan kehadirannya tidak tabrak lari melainkan melahirkan sesuatu yang kontinue sehingga secara otomatis dapat memberikan dampak pada pasar.
Ia mengakui program lumbung pangan masih bisa dikembangkan jika konsep tersebut yang menjalankan bukan lagi berbasis OPD melainkan BUMD.karena memiliki fleksibilitas anggaran.
“OPD atau dinas itu ada keterbatasan saat membeli ke kelompok tani dan kerjasama antar daerah karena OPD hanya bisa mengalokasikan anggaran untuk intervensi harga namun untuk bisa menyentuh pada sisi konsumen. Tentu badan usaha yang bisa dikendalikan pemerintah (BUMN/BUMD),” pungkas Mirza. (pun)