SabdaNews.com – Ketua DPW Partai NasDem Jawa Timur Sri Sajekti Sudjunadi menyoroti pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asyari terkait kemungkinan pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Pasalnya, wacana tersebut dapat membuat masyarakat gaduh dan mengkhianati rakyat untuk berdemokrasi.
“KPU jangan menciptakan problem dan kegaduhan baru dalam kehidupan nasional, dan bahkan membuat kemunduran demokrasi kita,” ujar Sri Sajekti Sudjunadi, saat dikonfirmasi, Jumat ( 30/12/2022).
Perempuan energik yang biasa disapa Kakak Jess itu meminta KPU fokus melaksanakan tugasnya menyelenggarakan pemilu sesuai undang-undang yang berlaku saat ini. Serta melaksanakan tahapan pemilu dengan jurdil (jujur dan adil), terbuka dan berintegritas tinggi.
“KPU jangan menafikan partisipasi politik rakyat dalam pemilu yang sedang tumbuh dan bergairah,” tegas Kakak Jess.
Senada, Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya juga mengkritik statemen Ketua KPU Hasyim Asyari yang melontarkan kemungkinan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024. Alasannya, selain tidak patut dan tidak etis, pernyataan tersebut juga melangkahi wewenang dan kapasitas.
“Demokrasi sepatutnya bukan memundurkan yang telah maju, tetapi memperbaiki dan menata ulang hal yang kurang saja,” harap Willy Aditya.
Anggota DPR RI ini menerangkan, sistem pemilu jika benar kembali ke sistem proporsioanl tertutup, maka justru terjadi kemunduran luar biasa.
“Selain menutup peluang rakyat untuk mengenal caleg (calon legislatif), rakyat juga dipaksa memilih ‘kucing dalam karung’,” tegas Willy.
Lebih jauh Wakil Ketua Baleg DPR ini menerangkan, bahwa sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem sebelumnya (proporsional tertutup).
“Sistem proporsional terbuka dahulu dipilih untuk menjawab persoalan kesenjangan representasi. Ada kelemahan pengenalan dan saluran aspiratif rakyat dengan wakil rakyatnya. Dengan kembali ke proporsional tertutup artinya demokrasi kita mengalami kemunduran,” dalih Willy.
Ia juga mengingatkan, jika kita menggugat oligarki maka sistem pemilu tertutup justru representasi dari hal tersebut. Di dalam sistem semacam itulah “perlombaan” untuk mendapatkan nomor urut kecil menjadi pertarungan tersendiri di internal partai.
Selain itu, asal dekat dengan penguasa partai maka soal kinerja yang buruk tidak akan pernah menjadi soal bagi anggota legislatif.
“Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai,” terangnya.
Politisi muda dari Partai NasDem ini tidak menyangkal masih ada pekerjaan rumah (PR) dan kekurangan dalam sistem pemilu yang kita jalankan saat ini.
“Namun jangan karena kekurangan yang ada, pilihannya adalah kemunduran. Itu sesat pikir namanya. Kalau kita ingin memperbaiki maka harus maju cara berpikirnya, bukan beromantisme dengan sistem lama yang dulu kita koreksi sendiri,” pungkas mantan presenter televisi ini.(pun)