SabdaNews.com – Ketidaktentuan ekonomi global akibat pemberlakuan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump kepada seluruh negara di dunia termasuk Indonesia yang dikenakan tarif bea masuk sebesar 32 persen. Nampaknya belum sepenuhnya disikapi dengan baik para kepala daerah termasuk oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Bahkan Gubernur perempuan pertama di Jatim yang masuk 500 orang berpengaruh di dunia itu terlihat enggan berbicara saat ditanya sejumlah awak media terkait langkah langkah Pemprov Jatim dalam mengantisipasi dampak resiprokal AS yang bisa mempengaruhi perekonomian di Jatim.
“Wes ta rek, wis sak iki Pak Ketua DPRD Jatim. Monggo Pak Ketua saja,” jawab Khofifah singkat berlalu menuju ruang VIP DPRD Jatim usai mengikuti rapat paripurna DPRD Jatim, Rabu (9/4/2025).
Tak ayal, Ketua DPRD Jatim Muhammad Musyafak yang mendapat limpahan mandat dari Gubernur Khofifah pun akhirnya angkat bicara, walaupun soal kebijakan ekonomi global itu bukan keahliannya sehingga kurang dikuasai dengan baik.
“Waduh aku iku hanya sekolah UNSURI,” kelakar politikus asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kendati demikian, mantan ketua DPRD Kota Surabaya itu menyatakan bahwa kebijakan tersebut dampaknya bersifat nasional sehingga untuk dampak pada perekonomian Jatim, pihaknya hanya bisa berdoa sambil mengundang para pelaku usaha untuk dimintai pendapatnya terhadap dampak kebijakan Presiden Donald Trump.
“Sekarang ini kita menghadapi perang ekonomi atau apa namanya. Tapi pengusaha lah yang sangat bisa merasakan dampak dampaknya,” jelas Musyafak.
Soal kapan pertemuan itu akan dilaksanakan, Musyafak mengaku akan segera menjadwal setelah dilakukan pembahasan soal antisipasi dan dampak tarif resiprokal.
Diakui Musyafak, ada sejumlah kekhawatiran sejumlah pihak terkait akan banyaknya PHK masal sejumlah karyawan perusahaan yang produknya sebagian besar diekspor ke Amerika Serikat karena mereka akan mengalami penurunan penjualan dan produksi sehingga harus dilakukan efisiensi.
Apalagi, lanjut pria murah senyum sebentar lagi ada peringatan Hari Buruh Internasioal pada 1 Mei mendatang, para buruh meminta paksa kenaikan UMR. Padahal perusahaan tidak bisa memenuhi tuntutan tersebut tentu perusahaan bisa mengambil langkah ekstrem untuk menutup produksi atau merelokasi ke tempat lain.
“Kalau itu sampai terjadi, tentu bahaya sekali sehingga harus dilakukan antisipasi agar para buruh tidak menyesal nantinya,” kata Musyafak.
Ia juga mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto agar mulai mengurangi ketergantungan ekspor ke Amerika dan dolar dengan membuka pasar ekspor baru ke negara negara lain termasuk negara negara anggota Bricks yang pangsa pasarnya sangat besar.
“Bisa saja kita ganti ekspor ke China atau negara negara tetangga kita yang membutuhkan barang barang asal Indonesia,” pungkas Musyafak. (pun)