11
Lebih jauh Jazuli menjelaskan, pada tanggal 1 Desember lalu Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur telah melakukan rapat untuk membahas rekomendasi kenaikan UMK tahun 2023 dari Bupati/Walikota di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
“Dalam rapat tersebut ditemukan 5 Kabupaten/Kota yang Bupati/Walikotanya tidak merekomendasikan kenaikan UMK tahun 2023 sesuai dengan Permenaker No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023,” katanya.
Kelima Kabupaten/Kota tersebut, lanjut Jazuli merekomendasikan kenaikan UMK tahun 2023 dibawah nilai inflasi yang mencapai angka 6.80 persen. Diantaranya, Kota Kediri merekondasikan kenaikan UMK 2023 sebesar 5,80% atau naik sebesar Rp. 122.842,90.
Kemudian Kabupaten Bojonegoro merekondasikan kenaikan UMK 2023 sebesar 3,40 persen atau naik sebesar Rp. 70.705,31. Lalu Kabupaten Tulungagung merekondasikan kenaikan UMK 2023 sebesar 4,16 persen atau naik sebesar Rp. 84.345,15.
Selanjutnya, Kabupaten Lumajang merekondasikan kenaikan UMK 2023 sebesar 4,83 persen atau naik sebesar Rp. 96.662,34. Dan terakhir, Kabupaten Semenep merekondasikan kenaikan UMK 2023 sebesar 3,10 persen atau naik sebesar Rp. 61.317,08.
Namun Dewan Pengupahan dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh melakukan perbaikan nilai rekomendasi yang akan diajukan kepada Gubernur Jawa Timur, yaitu sebesar sebesar 13 persen untuk kenaikan UMK tahun 2023 di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
“Angka 13 persen ini didapat dari nilai inflasi sebesar 6,8 persen ditambah Pertumbuhan Ekonomi sebesar 5,3 persen dan penyesuaian akibat dampak kenaikan harga BBM serta naiknya harga kebutuhan pokok, sehingga didapat nilai 13 persem untuk kenaikan UMK tahun 2023,” beber Jazuli.
Kenaikan UMK tahun 2023 sebesar 13 persen merupakan tututan yang wajar untuk meningkatkan daya beli buruh paska terdampak kenaikan harga BBM. Selain itu selama 3 tahun terakhir buruh telah berkorban dengan kenaikan upah yang sedikit akibat pandemi Covid-19, bahkan di beberapa Kabupaten/Kota tidak mengalami kenaikan UMK sama sekali.
Selain itu buruh juga menuntut BPS Jatim untuk menjelaskan secara terbuka kondisi ekonomi Jatim saat ini. Lebih-lebih penjelasan terkait nilai α (alfa) yang ada dalam formulasi kenaikan upah minimum pada Permenaker No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
“Kami menduga BPS dalam menentukan nilai α (alfa) hanya mempertimbangkan Produktifitas saja lewat Perhitungan PDRB ADHK 2021, tanpa mempertimbangkan Perluasan Kesempatan kerja yang di proyeksikan lewat TPT. Sedangkan dalam Permenaker No. 18 Tahun 2022 menyebutkan bawah penentuan nilai α (alfa) harus mempertimbangkan produktivitas dan perluasan kesempatan kerja,” jelas Jazuli.
“Berdasarkan uraian tersebut di atas, buruh menuntut Gubernur Khofifah menggunakan deskresinya untuk menetapkan kenaikan UMK tahun 2023 sebesar 13 persen, atau sekurang-kurangnya sebagai nilai win-win solution sebesar 10 persen sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) Permenaker 18 Tahun 2022,” imbuhnya. (tis)