GRESIK,SabdaNews.com-Belasan tokoh lintas profesi dan latar belakang keilmuan di Gresik berkumpul dalam forum silaturrahim di salah satu rumah makan di Jalan Wahidin Sudirohusodo Gresik, Sabtu (15/4/2023) sore. Sambil menunggu saat berbuka puasa, mereka yang terdiri atas kiai/ulama, dosen dari beberapa perguruan tinggi, peneliti, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), mantan birokrat dan profesi lainnya, merasa terpanggil untuk menyikapi berbagai fenomena terkini, baik dari aspek pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan, termasuk peluang ancaman terkikisnya esensi kota santri akibat industrialisasi di Gresik.
Diskusi yang dipandu Slamet Sugianto, Presiden Pusat Kajian Analisis Data (PKAD) itu berlangsung gayeng, dinamis, dan tak jarang membuat peserta diskusi harus berpikir keras terkait data dan fakta yang terungkap. Memang, bahasan diskusi belum fokus pada masalah tertentu, namun baru lebih pada identifikasi masalah yang layak disikapi dalam konteks menjaga keharmonisan berbagai elemen masyarakat dalam menyongsong tahun politik 2024.
Hadir dalam diskusi tersebut, di antaranya Tursilowanto Hariogi, mantan Asisten III bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat dan mantan Kepala Dinas Perhubungan Pemkab Gresik; Ketua Organisasi Kemasyarakatan (Orkemas) Informasi Dari Rakyat (IDR) yang juga mantan Bupati LIRA Gresik, Choirul Anam; KH Mubarok Damanhuri, Pengasuh Pesantren Ainul Yaqin, akademisi Ubhara Agus Kuswantoro; aktivis muda Muhammadiyah yang juga peneliti pada Faqih Usman Institute, Ahmad Faizin Karimi; dan sejumlah tokoh lainnya.
“Meski sebagian yang kami diskusikan juga terkait politik, kami sepakat tidak larut dalam pusaran politik praktis, apalagi partisan dari parpol tertentu yang akan bertarung dalam pemilu 2024. Kami berusaha kritis-konstruktif dalam bersikap sebagai bentuk kontribusi kami kepada pembangunan bangsa, khususnya di Gresik. Politik yang kami bangun adalah politik yang berbasis kebangsaan dan keumatan,” ujar Cak Slamet, sapaan akrab Slamet Sugianto, saat menyampaikan garis tegas arah diskusi.
Inisiator silaturrahim, Hamim Farhan menyebut, berkumpulnya para tokoh lintas profesi ini diharapkan mampu melahirkan pikiran-pikiran jernih dalam menyikapi berbagai permasalahan yang berkembang di ranah publik. Selanjutnya, sambung akademisi yang juga sosiolog dan pemerhati kebijakan publik ini, pemikiran bersama itu akan ditindaklanjuti dalam rekomendasi sebagai bentuk partisipasi positif dan konstruktif terhadap persoalan kemasyarakatan dan tata kelola pemerintahan yang baik.
“Ini kali pertama kami berkumpul dan akan menjadi embrio dari gerakan sosial yang akan mengawal jalannya roda pemerintahan dan berbagai aspek yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik. Secara rutin kami akan berdiskusi dan merumuskan rekomendasi yang akan kami sampaikan kepada para pemangku kebijakan baik di pusat, terlebih di kota santri Gresik ini,” papar Hamim dalam pengantar diskusi.
Tursilowanto Hariogi, mantan Asisten III bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat dan mantan Kepala Dinas Perhubungan Pemkab Gresik, mengungkapkan, saat ini Gresik harus menyangga beban sejarah yang cukup berat dalam posisinya sebagai kota santri. Hal itu menyusul perkembangan kondisi kemasyarakatan yang secara perlahan menggerus jati diri Gresik sebagai kota santri, termasuk merebaknya industrialisasi yang secara kultural dipastikan akan berdampak pada masyarakat.
“Banyak permasalahan kemasyarakatan yang secara perlahan makin menjauhkan Gresik sebagai kota santri. Terlepas potensi ekonominya, berdirinya kawasan ekonomi khusus (KEK) yang memanfaatkan lahan sekitar 3.600 hektar di Kecamatan Manyar itu perlu diantisipasi dan waspadai terhadap perkembangan masyarakat sekitar. Sebagai bumi kota wali karena ada Mbah Sunan Giri dan Mbah Sunan Maulana Malik Ibrahim, jujur kita prihatin dengan perkembangan sebagian anak-anak muda kita saat ini. Potensi-potensi yang akan mengikis eksistensi kesantrian ini yang mesti diantisdipasi dan sikapi,” ujar Tursilo.
Sementara KH Mubarok Damanhuri, Pengasuh Pesantren Ainul Yaqin mengungkapkan, terlepas Gresik sebagai kota yang memiliki magnet kuat dalam menarik investasi, kota ini mimiliki potensi kuat untuk menerima dampak negaif dari industrialisasi. Salah satunya adalah fenomena maraknya peredaran produk narkoba di kota ini yang nyata-nyata merusak anak-anak muda. Ia mengaku telah mengetahui titik-titik yang menjadi sentra peredaran barang haram tersebut. Dan, lanjut kiai muda enerjik ini, informasi ini sudah lama disampaikan kepada aparat berwenang untuk diantisipasi dan dilakukan tindakan nyata.
“Tapi, faktanya peredaran narkoba di Gresik tidak menjadi berkurang, malah seakan menjadi surga bagi para bandar dan agen-agennya. Saya tahu di mana pusat peredarannya. Kalau serius mau memberantas, ya di situlah tempatnya,” tegas Kiai Mubarok seraya menyebut salah satu pusat kuliner yang diduga menjadi sarang peredaran narkoba di Gresik. (Red)