Seluruh Fraksi DPRD Jatim Setujui Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim 2023 Disahkan Menjadi Perda

by Redaksi

SabdaNews.com  – Sembilan fraksi yang ada di DPRD Jatim dapat menerima atau setuju Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim Tahun Anggaran 2023 disahkan menjadi Perda Jatim. Persetujuan itu disampaikan melalui juru bicara fraksi masing-masing pada rapat Paripurna DPRD Jatim, Senin (24/6/2024).

Usai seluruh fraksi menyampaikan Pendapat  Akhirnya, Wakil ketua DPRD Jatim Achmad Iskandar selaku pimpinan rapat Paripurna dengan agenda Pandangan Akhir Fraksi, dan Pengambilan keputusan bersama atas Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim TA 2023, meminta persetujuan seluruh anggota DPRD Jatim yang hadir.

“Karena seluruh fraksi menerima, apakah Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim Tahun Anggaran 2023 ini dapat disahkan menjadi Perda Jatim tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim Tahun Anggaran 2023? tanya pimpinan rapat Paripurna.

Sontak, seluruh anggota DPRD Jatim yang memenuhi ruang paripurna menjawab “setuju”. Berikutnya Achmad Iskandar pun mengetuk palu sebagai pertanda Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim Tahun Anggaran 2023 telah resmi disahkan menjadi Perda Jatim dan slanjutnya dilakukan penandatangan bersama antara pimpinan DPRD dengan Pj Gubernur Jatim.

Kendati seluruh fraksi dapat menerima pengesahan Perda Pertanggjawaban Pelaksanaan APBD Jatim TA 2023, namun ada sejumlah catatan dan rekomendasi penting yang disampaikan oleh fraksi-fraksi DPRD Jatim untuk ditindaklanjuti oleh eksekutif.

Jubir Fraksi PDI Perjuangan, Rachmawati Peni Sutantri menyatakan bahwa fraksinya  mengamini pandangan dan rekomendasi dari komisi-komisi yang ada di DPRD Jatim terkait Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim TA 2023.

Selain itu, FPDIP juga memberikan catatan khusus, diantaranya mendorong Pemprov Jatim untuk meninjau kembali kapabilitas Dewan Direksi dan Dewan Komisaris yang masih dianggap layak atau tidak, dan kompeten untuk mengelola BUMD Jatim.

“Keraguan untuk melakukan evaluasi Dewan Direksi dan Dewan Komisaris BUMD tersebut justru merupakan indikasi pembiaran eksekutif atas inefisiensi pengelolaan kekayaan daerah,” jelas Peni sapaan akrabnya.

Dia juga menyebut penyerapan anggaran belanja pegawai yang hanya 90.20% dan menyisakan anggaran 9,80% mengidikasikan sisa terlalu tinggi dan tak sesuai dengan Permendagri No.84 Tahun 2022 yang mengamanatkan tidak lebih dari 2,5%.

“FPDIP meminta eksekutif membuat perencanaan sedemikian rupa agar belanja pegawai dan proyeksi masuk-keluarnya pegawai mempertimbangkan acress yang besarnya maksimum 2,5%,” harapnya.

Begitu juga soal SILPA APBD Jatim 2023 yang mencapai Rp.3.7 triliun atau setara 9,97% dari dana tersedia, kata Peni jumlah tersebut dinilai terlalu besar dan melebihi nilai kewajaran yakni 5%, sehingga kedepan Pemprov perlu berhati-hati dalam menyusun perencanaan dan dalam melaksanakan APBD Jatim.

“SILPA merupakan sebuah kerugian peluang bagi proses pembangunan demi kemaslahatan warga Jatim. Selain itu indikasi bahwa telah terjadi upaya Pemda untuk menahan belanja, dan keengganan eksekutif untuk bergerak ekspansif dalam sistem anggaran berbasis kinerja serta indikasi inkompetensi eksekutif dalam mengelola pemerintah karena tidak memaksimalkan upaya untuk menggerakkan ketujuh prioritas pembangunan demi mewujudkan visi misi provinsi Jatim 2019-2024,” tegas Peni.

Fraksi PDIP mencermati dokumen LHP Kinerja TA 2023 terkait Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Provinsi Jatim yang jika tidak segera direalisasikan maka berpotensi menghadirkan permasalahan yang dapat berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penyelenggaraan Pemprov Jatim.

Sementara itu Jubir FPKB DPRD Jatim, Makin Abbas memberikan catatan, bahwa secara persentase kontribusi PAD dalam postur realisasi pendapatan daerah tahun 2023 menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sehingga sangat disayangkan.

“Kontribusi PAD dalam pendapatan daerah menunjukkan indikator kemandirian fiskal daerah. Sejauh ini belum mencapai titik optimal sehingga ketimpangan level kemandirian fiskal daerah di Jatim masih sangat terasa,” ungkapnya.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lanjut Makin Abbas dari sisi kontribusi terhadap struktur PAD juga tidak memenuhi target di tahun 2023. Bahkan cenderung menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2021 berkontribusi sebesar 2,15% terhadap PAD, Tahun 2022 berkontribusi 2,08% terhadap PAD, dan Tahun 2023 turun menjadi 2,06% terhadap PAD.

“FPKB berharap muncul kepemimpinan baru di Provinsi Jatim yang lebih progresif sehingga sektor BUMD dapat dioptimalkan seluas-luasnya untuk kemaslahatan warga Jatim melalui optimalisasi kontribusi terhadap peningkatan PAD Provinsi Jatim,” jelas politikus asal Lamongan.

Ditambahkan Makin, pola pertumbuhan ekonomi Jatim belum maksimal tingkat inklusifitasnya. Bahkan terjadi gejala pergeseran struktur perekonomian di Jatim dari sektor primer menuju sektor tersier. Kontribusi sektor tersier semakin besar menggeser peran kelompok sektor primer. Indikasinya yakni pertanian cenderung menurun dari tahun ke tahun kontribusinya terhadap ekonomi (PDRB) Jatim.

Karena itu FPKB memandang perlu ditempuh upaya-upaya lebih sistematis dan struktural. Misalnya maksimalisasi reformasi agraria, optimalisasi kebijakan modernisasi pertanian, maupun peningkatan sinergitas lintas sektor dalam menopang eksistensi dunia pertanian.

“Harapannya, agar program-program bidang pertanian, baik on farm maupun off farm serta penciptaan infrastruktur pertanian terhadap sektor pertanian, mulai dari output sampai impact berlangsung efektif,” jelas Makin Abbas.

Masih di tempat yang sama, Siadi Jubir FPG DPRD Jatim menyatakan ada beberapa catatan untuk menjadi perhatian dan tindaklanjut pada pelaksanaan APBD Jatim tahun berikutnya. Pertama, besaran SILPA tahun 2023 dan bahkan di setiap tahun, hendaknya dapat dirasonalisasi dan digunakan pada program prioritas berbasis kinerja.

Kedua, kata Siadi terhadap temuan BPK hendaknya dapat ditindaklanjuti semaksimal mungkin, agar tidak terjadi pengulangan dan juga sisa tanggungan. Ketiga, masalah kesenjangan yang hakikatnya sangat dekat dengan kondisi kemiskinan, agar terus menjadi prioritas dengan program yang fokus dan tepat sasaran.

“Sekalipun menajamkan program pengendalian pravalensi stunting untuk memenuhi capaian target,” jelasnya.

Keempat, perhatian atas menurunnya hasl pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan melalui BUMD khususnya kinerja PT JGU dan penyelesaian PT JKU yang sudah tidak produktif, dengan solusi sesuai perundangan. Kelima, optimalisasi pemanfaatan dana bergulir untuk membantu penguatan UMKM dan/atau pelaku sektor pertanian, namun tetap diupayakan memperkecil terjadi kredir macet.

Berikutnya keenam, mengawal efektifitas penggunaan dana bantuan penyelenggaraan pendidikan diniyah dan guru swasta (sebagai icon Sdr Gubernur), dan juga dana BPOPP untuk sekolah negeri dan swasta sebagai tanggungjawab provinsi.

“Ketujuh, memastikan tindaklanjut rencana dan pembebasan lahan akses menuju Pasar Induk Modern Puspa Agro yang telah mendapat alokasi anggaran cukup besar. Kedelapan, alokasi dana hibah yang selalu menjadi perhatian Kemendagri, agar akumulasi serta sistem dan prosedur penggunaannya lebih tertib dan sesuai aturam,” beber Siadi.

Terakhir atau kesembilan, lanjut Siadi belanja subsidi di tahun 2023 realisasinya menurun dibanding tahun 2022 karena tidak ada subsidi untuk transportasi laut perintis, hanya Prokesra UMKM.

“Kiranya dipertimbangkan lagi kemungkinan penambahan belanja subsidi bagi konektivitas antar pulau, UMKM serta Pertanian dan Pangan,” pungkas Siadi. (pun)

 

You may also like

Leave a Comment