Catatan REDAKSI
SabdaNews.com – Percaya atau tidak di dunia ini banyak ditemukan kemiripan, termasuk dalam hal percaturan perpolitikan. Diantara tokoh yang memiliki kemiripan itu adalah Joko Widodo Presiden RI dan KH Agoes Ali Mashuri pengasuh Ponpes Bumi Sholawat Sidoarjo.
Sebagai orang tua, kedua tokoh itu tergolong sukses karena mereka berdua mampu mengantarkan anak dan menantunya berhasil terpilih menjadi kepada daerah pada pilkada serentak tahun 2020 silam.
Salah satu putera Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sukses menjadi Wali Kota Solo dan saat ini turut meramaikan kontestasi Pilpres 2024 menjadi Cawapres berpasangan dengan Capres Prabowo Subianto.
Sedangkan menantunya Jokowi, Boby Nasution juga berhasil menjadi Walikota Medan, bahkan digadang-gadang akan maju di Pilgub Sumatera Utara pada Pilkada serentak 2024 mendatang.
Walaupun beda latarbelakang, KH Agoes Ali Mashuri juga sukses mengantarkan anaknya Ahmad Muhdlor Ali menjadi Bupati Sidoarjo diberangkatkan oleh PKB di Pilkada serentak 2020.
Sedangkan Fandi Ahmad Yani menantunya Gus Ali sapaan akrabnya, sukses dan terpilih menjadi Bupati Gresik di Pilkada serentak 2020 diusung koalisi PDIP, Partai Golkar, Demokrat, NasDem maupun PAN.
Tak disangka, tahun politik 2024 ini, Jokowi dan keluarga besar Ponpes Bumi Sholawat Sidoarjo itu juga punya kemiripan yang sama dalam hal dukungan Pilpres 14 Februari 2024 yaitu mendukung paslon 02, Prabowo-Gibran.
Yang menarik, dukungan di Pilpres 2024 pilihan kedua tokoh itu juga menimbulkan polemik di publik. Sebab, anak dan menantu mereka berdua itu didukung parpol yang mengusung paslon lain di Pilpres mendatang.
Polemik dukungan Jokowi muncul jelang pendaftaran pasangan capres dan cawapres ke KPU. Sebaliknya, dukungan Gus Ali Mashuri yang tersirat melalui keluarga besar Ponpes Bumi Sholawat justru berbalik arah ke Prabowo-Gibran jelang hari H pemungutan suara.
Santer berbaliknya dukungan Bupati Sidoarjo dan Bupati Gresik itu erat kaitan dengan mencuatnya kasus dugaan persoalan hukum yang terjadi di Pemkab Sidoarjo melibatkan salah satu kepada OPD ditangani KPK sepekan lalu dikhawatirkan merembet.
Personifikasi kedua tokoh itu dinilai oleh sebagian orang hal wajar dalam kerangka keluarga. Apalagi ada pepatah mengatakan, kasih orang tua kepada anak sepanjang zaman. Sehingga tentunya semua orang tua pasti menginginkan anaknya sukses.
Dari sisi panggung politik juga semakin menegaskan bahwa kesetiaan politik itu dibangun berdasar kesamaan kepentingan tanpa melihat latarbelakang seseorang itu tokoh negarawan maupun tokoh agama.
Tontotan sandiwara politik kedua tokoh yang terjadi di tahun politik ini haruslah dicerna secara jernih dengan kedewasaan politik. Namun, harus diakui publik kita sebagian besar kurang dewasa bahkan cenderung jadi follower tokoh dalam hal urusan politik.
Padahal sistem pemilu yang kita anut adalah one man one vote. Artinya, suara orang biasa dengan suara seorang tokoh itu sama yakni dihitung satu suara oleh KPU.
Sebenarnya jika kita sudah punya pilihan sendiri di pemilu mendatang, tentu tontonan sandiwara politik dari tokoh-tokoh itu hanyalah sebuah tontonan yang tersaji sehingga terserah anda boleh percaya atau tidak.
Namun tidak semua tontonan bisa dijadikan sebagai tuntunan karena harus memenuhi berbagai pertimbangan dan norma. Jadi layak kah tontonan sandiwara elit politik itu jadi tuntunan? bertanyalah pada hati nurani dan temukan jawabannya ! (tis)