KH Hasan Mutawakkil: “Produk Hukum Islam Selalu Berada dalam Proses Perubahan”KH Hasan Mutawakkil: “Produk Hukum Islam Selalu Berada dalam Proses Perubahan”

oleh -478 Dilihat

Halaqoh Fikih dan Ushul Fikih, Ini Pesan Penting Terkini Soal Hukum Islam

PROBOLINGGO.SabdaNews.com – Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo, KH Mohammad Hasan Mutawakkil Alallah menegaskan, bahwa hukum-hukum Islam selalu berada pada setiap perubahan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam.

“Apa pun perubahan dalam aspek kehidupan kita tidak boleh menjauhkan kita dari nilai-nilai ajaran baginda Rasulullah SAW yang telah disampaikan kepada para Sahabat, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in hingga ke ulama-ulama kita.” kata KH Mutawakkil, Senin (5/12/2022).

Menurut pria yang juga Ketum MUI Jatim,  istilah bid’ah sekarang ini sudah memasuki seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, yang biasa berbicara ‘itu bid’ah, ini bid’ah, oh itu tidak ada pada zaman Rasulullah’, harap berhenti karena akan membuat umat bingung.

“Itu bisa membuat bingung dirinya sendiri. Kecuali mereka mau hidup di hutan belantara, sekaligus menggunakan hukum rimba.”

Demikian pesan-pesan penting KH M Hasan Mutawakkil saat membuka Halaqoh Fiqih dan Ushul Fiqih yang diadakan PWNU Jatim di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo, Senin (5/12/2022).

Turut pula hadir, Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar dan Wakil Rais Syuriah KH Hadi bin Muhammad Mahfudz, Katib PWNU Jatim KH Romadlon Chotib dan masih banyak lagi.

Dalam Halaqoh Fikih dan Ushul Fikih ini, menghadirkan pembicara, antara lain KH Afifuddin Muhajir dari Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, KH Dr Abdul Ghofur Maimoen dari Pesantren Al-Anwar Sarang, dan KH Muhibbun Aman Ali.

Hukum Islam, Problematika Umat dan Perubahan

Menurut Kiai Mutawakkil Alallah, yang Ketum MUI Jatim, hukum-hukum Islam selalu berada pada setiap perubahan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam. Dengan berbagai mode dan argumentasi yang mewarnai cara, proses, atau produk berfikir para ahli dan ulama, termasuk cara berpikir umat. Dan hebatnya lagi, ini merupakan khazanah kita, terutama komunitas pesantren, komunitas Nahdlatul Ulama.

Ulama-ulama fikih dari pesantren tidak pernah melewatkan sedikit pun aspek-aspek kehidupan yang menjadi permasalahan umat Islam. Para ulama memberikan panduan, ketentuan hukum Islam yang aplikatif. Tinggal kita saja mempraktekkan atau mengkiaskan melalui sifat al-waqi’iyayah (berpijak pada kenyataan objektif manusia), sesuai  problematika yang berkembang di tengah masyarakat.

Dengan referensi-referensi hukum fikih, baik yang dicaci terkait ketentuan hukum-hukum Islam, baik yang terbangun dengan paradigma teoritis, induksi (thariqatul hanifiyah), empiris, maupun yang dibangun dengan dogmatis, responden, dan metode deduksi (thariqatul mutakallimin).

“Di sinilah, kehebatan ulama-ulama fikih dari pesantren. Mereka hadir dan tidak pernah melewatkan segala permasalahan yang dihadapi umat Islam, baik yang klasik maupun kontemporer,” tuturnya.

“Inilah, realitasnya, mengaplikasikan ajaran-ajaran agama Islam. Apa pun produk perubahan tidak boleh menjauhkan kita dari nilai-nilai yang diajarkan Nabi Muhammad SAW,” tegas Kiai Mutawakkil.

Mantan ketua PWNU Jatim ini menyebut, hadits yang meriwayatkan Rasulullah SAW: Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaanku dengan umatku ialah bagaikan seorang yang menyalakan api. Akhirnya, laron-laron berterbangan menjatuhkan diri ke dalam api tersebut. Padahal aku telah berusaha menghalaunya. Aku pun telah mencegah kamu semua agar tidak jatuh ke api, tetapi kamu meloloskan diri dari tanganku.” (HR. Muslim No.2285).

Dalam riwayat lain, dalam kitab Hadist Bukhari-Muslim diriwayatkan Abu Hurairah Ra. Rasulullah bersabda, “Saya memegang tali pinggangmu, tapi banyak di antara kalian yang lepas dari genggamanku”.

Nah, ulama-ulama fikih melalui referensi-referensi fikih yang dibangun dengan dua cara itu, menjawab semua persoalan yang dihadapi oleh umat Islam.

“Nah, dari titik inilah, maka diskusi soal furu’iyah, menjadi menarik dan ter-update. Kenapa? Karena, hubungan antara ketentuan-ketentuan hukum Islam dan fenomena kemanusiaan tidak bisa dipisahkan,” jelasnya.

“Dari sisi ini saya melihat, bahwa Halaqoh Fikih dan Ushul Fikih, dalam rangka mendiskusikan dinamika ketetapan hukum menjawab masalah furu’iyah memiliki arti yang amat penting. Di sinilah saya memberikan apresiasi kepada PBNU, PWNU, yang mengadakan kegiatan ini dengan tema-tema sangat aktual,” tutur Kiai Mutawakkil Alallah.

Selepas dari kegiatan yang digelar PWNU Jatim hari ini, selanjutnya pada 7 Desember 2022 di pondok pesantren yang sama, digelar Halaqoh Peradaban dengan tema Fikih Siasyi, Bangsa dan Negara” yang diadakan PBNU.

“Inilah arti pentingnya, untuk menguatkan kehadiran ketentuan hukum Islam di tengah-tengah masyarakat Islam ala Ahlissunnah waljamaah an-Nahdliyah,” kata Kiai Mutawakkil.

Ia mengingatkan, saat ini banyak yang mengemaskan fikih tapi prosesnya tidak dengan proses yang telah dilakukan ulama-ulama pesantren. Tidak salah metode dan model yang hasilkan ulama fikih Ahlussunnah waljamaah, terutama mereka adalah kelompok-kelompok Wahabi-Salafi.

Ia berharap, para ulama dan kiai pesantren yang menjihadkan waktu, tenaga dan pikiran, dan terus menggali produk hukum Islam, dalam halaqoh tersebut, seperti yang difirmankan Allah Ta’ala.

Ia pun mengutip firman Allah Subhanahu wa-ta’ala: Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma’rụfi wa tan-hauna ‘anil-mungkari wa tu`minụna billāh. “Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” Al-Quran surat Ali Imran ayat 110).

Kiai Mutawakkil mengajak para santri dan kiai, untuk berjihad, untuk li-i’lai kalimatillah, untuk mempertahankan dan mengamankan, dan membumikan hukum-hukum Allah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sebelum berakhir, Kiai Mutawakkil menutup dengan pantun:
Tahu campur dibumbui terasi, Elvi Sukaesih mobilnya Mercy, NU Jawa Timur selalu berkonsolidasi, menata organisasi dengan para kiai.

“Di sana gunung di sini gunung, menanam mangga dan pepaya prospeknya cerah.
Di sana bingung di sini bingung, jadi tidak bingung setelah bertemu para peserta halaqoh”.

Putra KH Hasan Saifourridzal ini mengakhiri dengan untaian sholawat: Robbi fanfa’nâ bibarkatihim, Wahdinâl husnâ bi hurmatihim. (Wahai Robbi maka berilah kami manfaat dengan keberkatan mereka, Dan tunjukkanlah kami kepada kemuliaan demi kehormatan mereka). (pun)

Caption foto-foto:
– Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, KH Mohammad Hasan Mutawakkil Alallah saat membuka Halaqoh Fikih dan Ushul Fikih di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
– Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, KH Mohammad Hasan Mutawakkil Alallah bersama Ketua Umum PWNU Jawa Timur KH Mazuqi Mustamar, saat membuka Halaqoh Fikih dan Ushul Fikih di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
– Para Pembicara Halaqoh Fikih dan Ushul Fikih di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo: KH Afifuddin Muhajir dari Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, KH Dr Abdul Ghofur Maimoen dari Pesantren Al-Anwar Sarang, dan  KH Muhibbun Aman Ali.
Baca Juga:  Resmikan Masjid di Sidoarjo, Ketua DPD RI Bicara Kembali ke Pancasila Sebagai Legacy bagi Bangsa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.