Oleh : Mbah Singo
SabdaNews.com- Waktu sangat berharga, banyak ayat dalam Al-Qur’an yang Allah sendiri janjikan. Lalu apasih waktu itu dan seberapa berharga waktu bagi kita. Dalam kitab Risalah Qusyairiyah, Abu Ali Ad-Daqaq (guru Abu Qasim) mengatakan bahwa waktu adalah apa yang engkau sedang ada di dalamnya.
Artinya, jika Anda di dunia, maka dunia itu waktumu. Jika Anda berada di ujung akhir waktu, maka disitu pulalah waktumu. Anda gembira, maka gembira itu waktumu. Anda bersedih, maka sedih itu waktumu. Maksudnya adalah, waktu yang mengalahkan dan menguasai manusia.
Pendapat lain berkata, masih dari sumber kitab yang sama (Risalah Qusyairiyah). Waktu adalah putaran zaman, sesuatu yang ada di antara atau diapit dua zaman. Yakni masa lalu (sudah terjadi) dan masa depan (belum terjadi) mengapit waktu sekarang. Sebegitu pentingnya waktu, sampai beliau Abu Qasim mengingatkan bahwa waktu itu ibarat pedang. setara dengan pedang yang mampu memenggal, maka begitupula dengan waktu.
Seorang Muslim Cendekiawan, Ilmuan dunia, Mufassir dari Indonesia, Prof. Quraish Shihab mengulas tentang kejahatan manusia dalam mengelola waktu.
Meurutnya, manusia sering kali tak menyadari betapa cepatnya waktu yang ia lalui di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan akhirat sebagai masa depan yang abadi. Waktu menjadi faktor utama yang sering diabaikan, lalai dalam memanfaatkannya dan penyesalan akan datang kemudian, terutama saat mencapai usia tua (kata beliau).
Surat al Asrh misalnya, Allah bersumpah dengan menyebut salah satu waktu yaitu waktu Asrh (sebagaimana yang kita ketahui bahwa ketika Allah bersumpah atas sesuatu, pasti ada hal yang sangat besar dengan sesuatu itu).
وَالْعَصْرِ = “Demi waktu ashar”
Buya hamka dalam tafsirnya mengajak kita untuk memerhatikan waktu ini, waktu ‘Ashar, waktu dimana banyak manusia yang mempergunakan waktu itu dengan salah, mempergunakannya untuk bercakap-cakap yang tidak tentu ujung pangkalnya, padahal pada waktu ini bayang-bayang badan sudah mulai lebih panjang dari badan kita sendiri.
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
Allah menggunakan lafazh al-insan pada ayat di atas, artinya mencakup keumuman manusia tanpa kecuali. Allah Ta’ala tidak memandang agamanya, jenis kelaminnya, statusnya, jabatannya ataupun martabatnya. Melainkan Allah Ta’ala mengkabarkan bahwa semua manusia itu dalam keadaan celaka, dalam keadaan kerugian, kecuali yang memilki empat sifat yang disebut pada ayat selanjutnya.
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, Imam Syafii menjelaskan perihal surat ini. Meskipun surat ini sangat pendek, namun mengandung makna yang sangat mendalam. Imam Asy Syafi’i berkata; لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسَعَتْهُمْ
”Seandainya setiap manusia memikirkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/499). Mengakhiri tulisan ini, saya mengutip sebuah syair dari Abu Ali ad-Daqaq yang sangat saya suka perihal menerangkan waktu;
Setiap hari yang lewat
membawa bagianku
Mewariskan hati yang lelah
Dan duka kemudian berlalu
setara dengan penduduk neraka
Jika telah matang kulitnya
Maka akan dikembalikan semula seperti
Agar mereka merasakan pedihnya siksa
Tidaklah orang mati beristirahat dengan kematianTetapi
kematian itu
Hanyalah sebuah kematian kehidupan sementara
Untuk hidup selamanya (Mbah Singo/Supir L300/Red)