SabdaNews.com – Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih menyoroti lemahnya komitmen pemerintah dalam pemenuhan hak-hak dasar anak sesuai Konvensi Hak Anak. Menurutnya, hingga kini masih banyak kebutuhan anak yang belum terpenuhi secara maksimal, baik dari sisi fasilitas, anggaran, maupun perlindungan terhadap perkembangan mental dan spiritual.
“Masih banyak hak-hak anak yang belum kita berikan dengan maksimal. Dari sisi pemerintah misalnya menyediakan fasilitas tumbuh kembang yang memadai, memfasilitasi lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Baik secara fisik maupun psikis itu harus diakui kurang kita berikan,” kata politikus asal PKB saat memperingati Hari Anak Nasional, Rabu (23/7/2025).
Mantan Ketua PW Fatayat NU Jatim itu mencontohkan minimnya ruang publik yang ramah anak sebagai bukti lemahnya pemenuhan hak dasar anak. Dia menyebut, taman bermain anak masih sulit ditemukan di lingkungan tempat tinggal masyarakat.
“Tempat bermain anak masih menjadi kebutuhan yang susah dicari oleh anak-anak di lingkungannya, di lingkungan terdekat rumahnya,” jelaa Hikmah.
Dia juga menilai, fokus anggaran pemerintah lebih banyak diarahkan ke sektor kesehatan anak, seperti penanganan stunting dan angka kematian ibu dan bayi (AKI/AKB). Padahal, aspek tumbuh kembang lain yang tak kalah penting kerap terabaikan.
“Soal-soal tumbuh kembang anak baik dari sisi mental, spiritual maupun fisik itu menjadi kurang. Terutama mental spiritualnya, saya lihat itu lumayan terabaikan,” tegas Hikmah.
Lebih lanjut, dia menyoroti tantangan baru yang dihadapi anak-anak di era digital saat ini. Rendahnya literasi digital di kalangan anak dan orang tua membuka peluang terjadinya kejahatan siber yang kian marak.
“Cybercrime menjadi meningkat tajam. Minimnya literasi media sosial kepada warga Indonesia, termasuk orang tua dan anak-anak juga menjadi tantangan tersendiri yang kemudian membuat masalah. Masalah anak-anak ini sepertinya dari tahun ke tahun tidak semakin menurun tapi justru semakin meningkat,” jelasnya.
Hikmah menegaskan bahwa upaya menciptakan lingkungan kondusif bagi tumbuh kembang anak harus ditopang oleh regulasi yang berpihak pada mereka. Termasuk, perhatian pada anak-anak berkebutuhan khusus seperti mereka yang memiliki IQ tinggi maupun yang mengalami gangguan perilaku.
“Angka anak-anak yang misbehave ya dalam bahasa psikologinya, mereka yang mengalami problem perilaku karena pengabaian pengasuhan dan pengasuhan yang salah atau karena lingkungan yang kurang tepat atau karena persoalan penggunaan media sosial yang tidak benar. Harus direspon dengan cukup serius,” harapanya.
Menurutnya, pendekatan sistemik dan kolaboratif sangat penting untuk menjawab kompleksitas persoalan anak. Hikmah mengkritik pendekatan insidental yang kerap dilakukan pemerintah dalam menangani masalah anak.
“Meresponnya harus by system. Kita tidak bisa hanya secara sporadis membuat program semacam barak untuk anak-anak bermasalah. Itu hanya satu letupan awal, inisiatif bagus, tapi tidak cukup. Harus dilanjutkan dengan sistem yang terbangun,” bebernya.
Hikmah pun mengingatkan bahwa setiap anak memiliki keunikan dan kondisi objektif yang berbeda, sehingga pendekatan tumbuh kembang harus bersifat personal dan berkelanjutan.
“Anak-anak itu ya pribadi yang unik, mereka harus direspon sesuai dengan kondisi objektif mereka masing-masing. Anak-anak dalam kondisi apapun butuh perlindungan kita, anak-anak dalam situasi apapun membutuhkan orang dewasa untuk menemani, mendampingi, dan melimpik mereka memastikan mereka terfasilitasi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik secara fisik maupun psikis,” pungkasnya. (pun)