SabdaNews.com – Mencuatnya kasus pagar laut hingga munculnya Hak Guna Bangunan (HGB) di Pesisisir Tanggerang dan Bekasi nampaknya kian merembet ke berbagai daerah. Termasuk di pesisir Sidoarjo dan Surabaya yang kini jadi sorotan kalangan DPRD Jatim karena munculnya sertifikat HGB hingga ratusan hektar di wilayah perairan itu patut diduga ilegal dan menyalahi peruntukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jatim.
Anggota Komisi A DPRD Jatim M Naufal Alghifary mengaku telah mendapatkan informasi tentang penerbitan sertifikat HGB di wilayah perairan Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo seluas 656 hektare dimiliki oleh dua perusahaan yakni PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang.
“Itu jelas melanggar karena sesuai peruntukan berdasar Perda Jatim No.10 tahun 2023 tentang RTRW. Wilayah tersebut untuk kegiatan perikanan. Bukan zona kemersial ataupun permukiman,” jelas politikus Partai Demokrat, Rabu (22/1/2025).
Bahkan larangan mensertifikat laut itu juga ditegaskan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang pembatalan UU Sumber Daya Air (SDA) karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. “Dugaan pelanggaran Ini bukan hanya masalah administratif, tapi juga menyangkut kepentingan masyarakat,” tegas Naufal.
Proses penerbitan sertifikat HGB di wilayah perairan, lanjut Naufal jelas melibatkan banyak pihak, mulai dari penjual, pembeli, hingga kelurahan dan warga sekitar. Mengingat, sesuai prosedur tidak mungkin berjalan tanpa keterlibatan banyak pihak.
“Mulai dari penandatanganan akta pelepasan hak, pembayaran pajak, hingga persetujuan di level kelurahan. Ini yang perlu kita telusuri,” harapnya.
Di tambahkan Naufal, penerbitan HGB di Desa Segoro Tambak seluas 656 hektare itu berada di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN. Sebab Pemprov Jatim hanya memiliki kewenangan atas lahan maksimal 25 hektare, sedangkankan pemerintah kabupaten/kota maksimal 5 hektare.
“Makanya kami menunggu hasil investigasi yang masih dilakukan oleh Kementerian ATR. Kita tunggu saja hasilnya,” tegasnya.
Senada, anggota Komisi A lainnya, Freddy Poernomo menilai jika ada wilayah perairan atau laut sampai dikavling untuk kepentingan privat itu sama halnya kedaulatan negara telah diobok-obok. “Kasus seperti ini sebenarnya sudah cukup lama, tapi kian marak pada satu dasawarsa terakhir karena kedaulatan negara sengaja digadaikan kepada oligarki,” jelas politikus Partai Golkar.
Ia berharap momen sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkap patgulipat penguasaan lahan perairan maupun pengambilalihan secara paksa lahan masyarakat untuk Proyek Strategis Nasional (PSN). Bahkan tak sedikit masyarakat yang berusaha menolak atau berusaha mempertahankan hak miliknya justru dikriminalisasi hingga mendekam penjara.
“Saya mendukung jika Komisi A DPRD Jatim mengusut temuan munculnya HGB di wilayah perairan Jawa Timur,” tegas Freddy Poernomo.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Jatim, Lampri, mengungkapkan bahwa sertifikat HGB tersebut berlaku sejak 1996 dan akan berakhir pada 2026. HGB tersebut terbagi menjadi tiga izin: dua di antaranya dimiliki PT Surya Inti Permata dengan luas masing-masing 285,16 hektare dan 219,31 hektare, serta satu izin milik PT Semeru Cemerlang seluas 152,36 hektare.
“Dari sisi administrasi, HGB ini memang sah. Tapi kami tetap menunggu klarifikasi dari Kementerian ATR/BPN untuk memastikan tidak ada pelanggaran,” kata Lampri.
Salim Azhar anggta Fraksi PKB DPRD Jatim juga mencurigai ada permainan dibalik temuan HGB seluas 656 hektare (Ha) yang membentang di wilayah perairan wilayah Surabaya hingga Sidoarjo. “Saya curiga ada permainan sehingga izin HGB ini keluar,” katanya.
Penerbitan HGB di laut itu, lanjut Salim jelas menyalahi aturan. Apalagi jika dilihat dari Perda Jatim nomor 10 Tahun 2023 tentang RTRW, kordinat atau titik HGB itu termasuk dalam zona perikanan. “Maka jika ada HGB di sana pasti berdampak pada lingkungan hidup. Dampak sosialnya sangat besar dan merugikan terutama bagi para nelayan,” tegasnya.
Kendati demikian, ia belum bisa memastikan siapa yang salah dalam penerbitan HGB di perairan Surabaya-Sidoarjo ini. “Namun yang pasti kita akan meminta pihak-pihak terkait untuk memberikan penjelasan, agar hal serupa tidak terlulang kembali,” kata Salim.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jatim, Deni Wicaksono juga berencana memanggil dinas terkait di Pemprov Jatim bersama Badan Pertanahan (BPN) Jatim buntut ditemukannya HGB di wilayah perairan laut di Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar Surabaya.
“Dalam waktu dekat, kami akan segera memanggil Pemprov Jatim dan BPN Jatim untuk meminta penjelasan,” jelas politikus PDI Perjuangan.
DPRD Jatim, lanjut Deni tidak akan diam dengan kejadian temuan tersebut. Mengingat kawasan mangrove yang kemunkinan terdampak juga berpotensi kehilangan fungsinya sebagai penjaga ekosistem laut dan mitigasi perubahan iklim.
“Kami di DPRD Jatim tidak akan tinggal diam. Jika ditemukan pelanggaran, kami akan meminta Pemprov dan BPN untuk membatalkan status HGB tersebut dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat,” pungkasnya. (pun)