SabdaNews.com – Kendati tinggal 40 hari jelang masa pendaftaran Pilkada Serentak 2024 di KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota. Namun pasangan calon (paslon) yang muncul di Pilgub Jatim barulah paslon petahana yakni Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak sehingga berpeluang menjadi calon tunggal melawan bumbung kosong.
Realitas itu menjadi perhatian kelompok kerja wartawan Grahadi untuk menggelar Bincang Politik Pilgub Jatim dengan tema “Mencari Penantang Khofifah-Emil di Hotel Kampi Surabaya, Rabu (10/7/2024).
Turut hadir dalam acara tersebut, Sri Untari Bisowarno (perwakilan DPD PDIP Jatim), MH Rofik (perwakilan DPD Partai Gerindra Jatim), Pranaya Yudha Mahardika (perwakilan Partai Golkar Jatim), Agung Supriyanto (perwakilan DPW PAN Jatim), dan Sutomo (perwakilan DPW PKS Jatim) serta Fahrul Muzakki (dosen FISIP Unair).
Yang menarik, kendati perwakilan parpol di Jatim yang hadir itu didominasi parpol parpol pendukung paslon petahana, namun mereka sepakat Pilgub Jatim 2024 jangan sampai terjadi calon tunggal karena itu tidak menarik dan dapat menjadi catatan tersendiri bagi legitimasi Gubernur Jatim mendatang.
“Tentu akan lebih elok dan lebih matang jika pesta demokrasi tak disuguhi hanya satu calon. Apalagi ada potensi dari parpol yang belum memberikan dukungan untuk mengusung calon baru,” ujar Agung Supriyanto anggota Fraksi PAN DPRD Jatim.
Politikus asal Tuban itu menjelaskan, bahwa sudah 4 bulan lalu PAN mendeklarasikan dan memberikan rekomendasi mendukung paslon petahana di Pilgub Jatim 2024. Harapannya, nilai demokrasi menjadi lebih baik karena masyarakat diberikan pilihan lebih dari satu calon.
“Sosok pemimpin itu outputnya bisa dilihat dari proses. Kalau ada dialog dan kompetisi itu akan semakin membaik,” dalih Agung Supriyanto.
Senada, MH Rofik perwakilan dari Partai Gerindra menegaskan bahwa partainya sudah memberikan rekomendasi kepada Khofifah-Emil untuk Pilgub Jatim 2024. Artinya, kalau mencari penantang petahana itu sudah bukan ranah kita.
“Gerindra respek dan fokus dengan kepemimpinan Khofifah-Emil, makanya kami berharap bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik untuk 5 tahun kedepan dengan melakukan akselerasi pembangunan kabupaten/kota, provinsi dengan pusat,” ungkapnya.
Sementara itu Sri Untari Bisowarno sekretaris DPD PDIP Jatim menyatakan partainya masih berpikir sebelum menentukan dukungan pada Pilgub Jatim mendatang.
“Tunggu akhir Juli ini, insyaAllah sudah ada pengumuman siapa calon yang akan didukung PDIP di Pilgub Jatim mendatang,” tegasnya.
Diantara pertimbangan PDIP enggan tergesa-gesa dalam menentukan dukungan di Pilgub Jatim karena ada amanat dalam UU bahwa Gubernur itu sejatinya adalah perwakilan pemerintah pusat dan tidak memegang otonomi daerah karena otonomi daerah itu berada di kabupaten/kota.
“Makanya dalam pilkada serentak 2024 ini, PDIP lebih fokus pada pilkada kabupaten/kota daripada Pilgub. Kalaupun terjadi calon tunggal itu juga bagian dari demokrasi yaitu musyawarah mufakat,” dalih politikus asal Malang.
Ia mengakui proses electoral saat ini sudah terjangkit penyakit money politic sehingga menimbulkan biaya politik yang sangat tinggi yang harus ditanggung paslon dan parpol pengusung. Disisi lain, pemilih juga menjadi sangat pragmatis.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama, bagaimana pendidikan politik masyarakat bisa ditingkatkan sehingga pemilih menjadi rasional dan cerdas dalam memilih pemimpin,” harap Sri Untari.
Peluang orang-orang yang memiliki integritas, kapasitas dan kapabilitas bisa menjadi pemimpin publik juga kian tipis karena proses electoral lebih ditentukan pada isi tas (uang).
“Kami juga mendorong generasi muda berani tampil menjadi pemimpin daerah dan itu sudah dibuktikan PDIP di berbagai daerah,” tegas ketua Fraksi PDIP DPRD Jatim.
Masih di tempat yang sama, Fahrul Muzaki pengamat politik dari Unair menyatakan pemilu langsung yang dimulai paska era reformasi mendapat sambutan baik hingga muncul euforia yang berlebihan.
Namun setelah 20 tahun berlangsung, terdapat implikasi bahwa proses demokrasi electoral tertumpu pada parpol. Padahal parpol belum bisa menjalankan fungsinya secara ideal sehingga pemilihan langsung justru memunculkan hight cost dan pemimpin yang terpilih tak selaras dengan kapability yang dimiliki.
“Pemilu langsung itu lebih ditentukan pada market dan popularitas serta isi tas calon pemimpin. Makanya elit parpol cenderung cari aman termasuk di Pilgub Jatim 2024,” tegas Fahrul Muzaki.
Ia berharap jelang pendaftaran paslon, kostelasi Pilgub Jatim semakin ramai. Namun faktanya justru peluang calon tunggal kian besar karena parpol parpol yang awalnya mau berebut jatah wakil gubernur akhirnya bisa menerima paslon petahana sebagaimana keinginan dari Khofifah selaku bacagub petahan.
“Khofifah memang punya jasa besar dalam Pilpres dan Pileg lalu sehingga elit parpol ingin balas budi di Pilgub mendatang. Namun calon tunggal itu memang menjadi kurang menarik dan berpotensi partisipasi pemilih menjadi rendah,” ungkap pria berkaca mata ini.
Dalam bincang mencari lawan Khofifah-Emil di Pilgub Jatim 2024 juga muncul pernyataan menarik dari peserta. Penentu ada tidaknya lawan petahana itu ada di tangan Khofifah sendiri karena dia memiliki hubungan baik dengan elit partai serta punya jasa besar dalam pemenangan Pileg dan Pilpres 2024 di Jatim.
“Karakter Khofifah adalah sang penantang yang enggan disaingi. Itu bisa dilihat ketika dia menjadi Ketum PP Muslimat NU empat periode, nyaris tak ada lawan selama dia masih menginginkan jabatan tersebut,” ungkap peserta.
Sedangkan PKB, adalah satu-satunya parpol yang bisa mengusung paslon sendiri. Namun karena keterbatasan dana dan kesulitan mencari calon yang bisa menandingi petahana sehingga hanya memuculkan nama bacagub dengan harapan ada parpol lain yang belum memberikan dukungan ke paslon petahana bisa diajak koalisi.
“PKB dan Khofifah punya ceruk yang sama yaitu kalangan nahdliyin. Sehingga jadi tidaknya PKB mengusung paslon sendiri juga bergantung pada respon Khofifah,” pungkasnya. (pun)