SabdaNews.com – Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus berupaya memperkuat kemandirian fiskal daerah. Terbukti, realisasi Pendapatan Asli Dserah (PAD) tahun 2023 berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2023 sebesar Rp 22,32 triliun dari target Rp 21,67 triliun.
Pernyataan itu disampaikan Pj Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono dalam rapat paripurna dengan agenda Jawaban Gubernur Atas Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Provinsi Jawa Timur Terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Timur Akhir Tahun Anggaran 2023 di kantor DPRD Jawa Timur, Senin (22/2024).
“Capaian ini mampu melampaui realisasi PAD tahun 2022 yang sebesar Rp 21,25 triliun dari target 18,12 triliun. Terkait realisasi pendapatan daerah tahun 2023 sebesar Rp 33,77 triliun yang lebih rendah dari realisasi pendapatan daerah tahun 2021 sebesar Rp 34,28 triliun,” jelas Adhy.
Ia menjelaskan bahwa hal ini disebabkan pada tahun 2021 terdapat faktor pendongkrak, yaitu adanya dana transfer dari Pemerintah Pusat untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan Covid-19 dan pencairan klaim BPJS Rumah Sakit BLUD atas Covid-19 yang dibayarkan pada bulan Desember 2021.
Namun jika melihat capaian realisasi PAD, lanjut Adhy, realisasi PAD tahun 2023 lebih tinggi dibanding realisasi PAD tahun 2021. Sedangkan untuk pendapatan transfer tahun 2023 yang mengalami penurunan dibandingkan tahun 2021 karena adanya perubahan kebijakan dari Pemerintah Pusat terkait pencatatan dana BOS untuk pendidikan dasar yang dicatat di Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kabupaten /Kota serta langsung masuk ke rekening Kas Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota.
“Selanjutnya untuk belanja daerah tahun 2023 berhasil direalisasikan sebesar Rp 34,29 triliun atau 92,33 persen dari alokasi sebesar Rp 37,14 triliun, yang meskipun secara persentase sedikit di bawah capaian tahun 2022 namun secara nominal merupakan realisasi tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir,” terangnya.
Adhy juga menjawab pertanyaan sejumlah partai yang menilai belum optimalnya realisasi belanja daerah. Ia mengaku sangat sependapat dengan yang disampaikan oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa bahwa belanja pemerintah berperan besar sebagai booster/trigger perekonomian di masyarakat.
“Untuk itu, Pemprov Jatim berkomitmen merealisasikan belanja melalui program prioritas Nawa Bhakti Satya yang berdampak langsung kepada masyarakat dan dapat menggerakkan aktivitas ekonomi,” katanya.
Terkait hal tersebut, berbagai upaya telah dilakukan, namun memang terdapat belanja yang penyerapannya tidak dapat dilakukan optimal, seperti Belanja Tidak Terduga (BTT).
“Alokasi anggaran BTT ini diperuntukkan untuk tujuan antisipatif, khususnya terkait kejadian darurat bencana alam dan non alam,” kata Adhy Karyono.
Menurutnya tahun 2023 pagu anggaran BTT sebesar Rp 699.608.829.816 dengan realisasi sebesar Rp 108.750.099.429 atau 15,54 persen. Secara umum, lanjut Adhy, hambatan dalam merealisasikan belanja daerah tahun 2023, antara lain, pertama lokasi anggaran belanja gaji dan tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidak terealisasi dengan optimal karena pengangkatan PPPK pada seleksi di tahun 2023 baru dilakukan di tahun anggaran 2024.
“Kedua, adanya pejabat dan personel staf ASN yang memasuki masa purna tugas. Ketiga, terdapat alokasi anggaran yang bersifat antisipatif untuk menunjang kegiatan yang direalisasikan sesuai kebutuhan. Keempat, realisasi pengadaan barang dan jasa yang lebih rendah dari Standar Satuan Harga sehingga terdapat sisa pengadaan barang dan jasa yang tidak dapat digunakan Kembali termasuk pengadaan dengan mekanisme lelang yang menyisakan sisa realisasi anggaran di Perangkat Daerah,” jelasnya.
Kelima, lanjut Adhy, kegagalan dalam proses pengadaan belanja modal dengan mekanisme lelang. Keenam, kegagalan pengadaan melalui e-katalog yang disebabkan oleh tidak tersedianya belanja alat tersebut. Ketujuh, adanya perbedaan harga barang yang lebih tinggi dari yang dialokasikan menyebabkan tidak dapat terealisasinya belanja modal tersebut.
Kedelapan, adanya pelaksanaan kegiatan yang jadwalnya berdekatan sehingga berpengaruh pada proses realisasi belanja yang kegiatannya dilaksanakan setelahnya. Kesembilan, adanya penghentian pekerjaan akibat kondisi lingkungan yang menyebabkan tidak dapat diteruskannya pekerjaan sesuai kontrak awal.
“Adapun terhadap sisa anggaran yang tidak terserap, sebagian besar merupakan akumulasi dari nilai sisa belanja yang diperoleh melalui penghematan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa Pemprov Jatim berhasil melakukan pengelolaan anggaran yang efisien dan bijaksana bukan sebagai indikasi adanya permasalahan pada kinerja belanja,” tegasnya.
Adhy mengatakan terkait Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun 2023, Rp 3,789 Triliun, didapat dari pelampauan PAD sebesar Rp 644,303 miliar lebih, pelampauan atas Pendapatan Transfer sebesar Rp 285,19 milar, pelampauan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar Rp12,303 miliar, penghematan atas Belanja Operasi sebesar Rp1,410 Triliun, penghematan atas Belanja Modal sebesar 256 miliar 851 juta rupiah lebih, penghematan atas Belanja Tidak Terduga sebesar Rp590,858 miliar dan penghematan atas Belanja Transfer sebesar Rp589,552 miliar lebih.
“SiLPA tersebut digunakan untuk pembiayaan yang bersifat wajib dan mengikat. Antara lain untuk, pertama, penerimaan pembiayaan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Murni Tahun Anggaran 2023. Kedua, tambahan penerimaan pembiayaan untuk Operasional BLUD pada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023. Ketiga, memenuhi kewajiban Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, di dalamnya termasuk Bagi Hasil atas realisasi pelampauan target penerimaan Pajak Daerah Provinsi pada tahun anggaran sebelumnya,” pungkasnya. (pun)