Warga Lamongan Utara Berharap Jalan Sukodadi-Paciran Diserahkan ke Provinsi
– Berharap TPQ Masuk Raperda Pengembangan Pesantren
LAMONGAN – Pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Lamongan Utara banyak dikeluhkan masyarakat. Pasalnya, jalan milik kabupaten yang menghubungkan antara Kecamatan Sukodadi hingga Kecamatan Paciran kondisnya sangat memprihatinkan. Bahkan kerap menimbulkan korban jiwa akibat kecelakaan yang disebabkan oleh jalan rusak.
Keluhan tersebut disampaikan Zulham warga Desa Banyubang Kecamatan Solokuro Lamongan kepada Dr H Ahmad Iwan Zunaih MM, Lc anggota DPRD Jatim Dapil Lamongan-Gresik saat menggelar reses pertama tahun 2021, Kamis (4/3/2021).
Persoalan lain yang banyak dikeluhkan warga adalah soal keterbatasan pupuk bersubsidi, sulitnya mendapatkan penghasilan semenjak pandemi Covid-19, lembaga pendidikan kecil sulit mendapatkan bantuan hibah dari pemerintah hingga meminta dibantu alat teropong untuk pelatihan kader Rukyatul Hilal.
“Kelangkaan pupuk bersubsidi itu jelas terjadi karena kuota dari pemerintah tak sesuai dengan kebutuhan riil petani. Aturan pemerintah untuk 1 ha lahan cukup 50 kg pupuk Urea untuk sekali tanam. Padahal petani biasanya membutuhkan kisaran 150-200 kg urea untuk dua kali pemupukan lahan 1 hektar sekali tanam,” ungkap H Manan.
Ia khawatir kelangkaan pupuk bersubsidi ini akan berdampak pada tingkat produktivitas hasil pertanian. “Makanya kami berharap DPRD Jatim bisa menfasilitasi ketersediaan pupuk bersubsidi bagi petani,” harap Manan.
Yang menarik, warga Lamongan juga berharap Raperda Pengembangan Pesantren yang tengah dibahas DPRD Jatim sebisa mungkin juga memasukkan TPQ. Mengingat, tingkat kesejahteraan guru-guru TPQ masih jauh dari harapan.
“Di Kabupaten Lamongan guru-guru TPQ itu mendapatkan insentif dari Pemkab sebesar Rp.240 ribu pertahun. Padahal di Kabupaten Gresik dan Kab Tuban bisa mendapat Rp.300 ribu perbulan. Tak usah banyak-banyak, Provinsi bisa membantu memberikan insentif Rp.50-Rp.100 ribu perbulan saja kami sudah berterima kasih,” terang H Manan.
Menanggapi aspirasi yang masuk, politisi asal Partai NasDem Iwan Zunaih menyatakan bahwa status jalan Sukodadi -Paciran sudah diminta untuk dialihkan kewenangannya ke Provinsi. Namun Pemkab Lamongan masih keberatan sehingga Provinsi Jatim tak bisa membantu memperbaiki jalur yang bisa menjadi pengungkit perekonomian warga Lamongan Utara.
“Sudah 3 tahun wacana itu bergulir tapi Pemkab Lamongan masih keberatan melepas. Keberadaan jalur Sukodadi-Paciran cukup vital karena bisa memotong waktu dan jarak tempuh distribusi orang maupun barang yang ada di Lamongan Utara menuju pusat Kota maupun Lamongan Selatan sehingga tak perlu memutar lewat Gresik atau Tuban,” dalih Gus Iwan sapaan akrabnya.
Ia berharap Bupati Lamongan yang baru bersama DPRD setempat memiliki good will untuk memenuhi keinginan warga Lamongan Utara yang berharap jalur Sukodadi-Paciran bisa ditingkatkan kualitasnya baik lebar maupun saluran irigasinya sehingga tidak mudah rusak.
“Jangan karena ego ingin mempertahankan jalan kabupaten tapi mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih luas,” pinta menantu KH Abdul Ghofur pemangku Ponpes Sunan Drajat Paciran ini.
Sementara menyangkut kelangkaan pupuk subsidi, diakui Gus Iwan persoalannya cukup pelik karena pupuk subsidi menjadi kewenangan ada di Kementerian Pertanian. Ironisnya lagi, Pemkab/Pemkot data RDKK yang diinput banyak yang ngawur dan telat, sehingga petani tambak tidak dimasukkan padahal mereka juga sangat membutuhkan pupuk bersubsidi.
“Kami sudah sampaikan keluhan ini ke Kementerian tapi selalu mental karena terlalu banyak mafia yang bermain. Bahkan kami mendesak Gubernur mengeluarkan Surat Edaran ke bupati/walikota supaya melakukan pendataan ulang kebutuhan pupuk subsidi dengan memasukkan petani tambak, jika tidak dilakukan ya diberikan punishment,” tegas politisi asli Dukun Gresik ini.
Kemudian menyangkut kesulitan bantuan lembaga pendidik yang jumlah siswanya terbatas mendapat bantuan dari pemerintah, Gus Iwan menyarankan pengelola lembaga pendidik Ma’arif Banyubang tak perlu berkecil hati.
“Bantuan dari Pemkab itu memang ada batas maksimal Rp.100 juta, tapi kalau Provinsi itu minimal Rp.50 juta. Di provinsi dana hibah ada dari kinerja program yang dibidik oleh OPD/SKPD, lalu dana hibah anggota DPRD provinsi, dan dana hibah Gubernur. Ketiga jalan itu bisa ditempuh, insyaAllah saya siap memperjuangkan,” tegasnya.
Khusus menyangkut TPQ, tambah Gus Iwan pihaknya memang banyak mendapat masukan yang sama dan akan berupaya memasukkan TPQ dalam Perda tentang Pengembangan Pesantren sebagai turunan dari UU No.18/2019 tentang Pesantren yang memang tidak memasukkan TPQ didalamnya.
“Tujuan Perda Pengembangan Pesantren nanti fokusnya adalah menyangkut pengakuan dan kesetaraan pesantren dengan pendidikan formal lainnya. Lalu menfasilitasi pengembangan sarana dan prasarana pesantren, menfasilitasi pengembangan SDM Pesantren dengan program beasiswa guru, termasuk kesejahteraan guru-guru TPQ,” ungkap wakil ketua Pansus Raperda Pengembangan Pesantren DPRD Jatim ini.
Ia mengakui masih banyak kalangan masyarakat yang berstigma pendidikan pesantren adalah kelas dua sehingga khawatir anaknya akan kesulitan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
“Makanya perlu payung hukum yang khusus agar pengakuan kesetaraan pesantren dengan lembaga pendidikan formil lainnya diakui pemerintah, sehingga pemerintah juga berkewajiban memenuhi fasilitas, meningkatkan kualitas pesantren sehingga lulusan pesantren nanti bisa melanjutkan ke pendidikan formil seperti perguruan tinggi maupun bisa diterima lapangan kerja,” pungkas alumnus salah satu Universitas di Tunisia ini. (tis)