47
– Ratusan anggota profesi kesehatan audensi dengan DPRD Jatim
SabdaNews.com – Rancangan Undang Undang Kesehatan Omnibus (RUU Kesehatan) mendapat penolakan yang semakin luas, termasuk di Jawa Timur. Pasalnya, RUU tersebut dibikin tidak memenuhi prosedur transparansi sehingga dikhawatirkan justru akan merugikan masyarakat dan pelaku dunia kesehatan.
Di Jatim ratusan tenaga kesehatan dari berbagai profesi seperti dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker dan yang lainnya sengaja mendatangi kantor DPRD Jatim untuk audensi dan menyampaikan aspirasi untuk difasilitasi sekaligus diperjuangkan DPRD Jatim jelang pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di DPR RI.
Audensi ini diterima langsung oleh wakil ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak di ruang paripurna DPRD Jatim, Senin (28/11/2022). Turut pula mendampingi Anik Maslachah wakil ketua DPRD Jatim, kemudian sejumlah anggota diantaranya Hikmah Bafaqih, Mathur Husyairi, Freddy Poernomo, Ahmad Iwan Zunaih dan Muzammil Syafii.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (ID) Jatim Dr dr Sutrisno Sp0G (K) yang ditunjuk sebagai juru bicara mengatakan, bahwa tujuan dari audensi ini adalah untuk memastikan sekaligus memberi masukan konstruktif terkait RUU Kesehatan Omnibus Law.
“Draf RUU Kesehatan yang banyak beredar di dunia maya itu sangat mengkhawatirkan sehingga kami berharap hal itu tidak terjadi. Kalau sampai dipaksakan tentu kami akan menolak,” kata Sutrisno.
Ia menilai pembuatan draf RUU Kesehatan maupun naskah akademisnya tidak melibatkan masyarakat maupun organisasi profesi bidang kesehatan, sehingga pihaknya belum mengetahui pasti pasal-pasalnya yang ada dalam RUU tersebut.
Ironisnya, di internet dan media sosial justru banyak dipublikasikan draf RUU Kesehatan Omnibus Law sehingga kami tidak tahu mana yang asli dan tidak. “Setelah kami cermati dan analisis, memang banyak pasal-pasal dalam RUU Kesehatan yang perlu dilakukan koreksi,” ungkap Sutrisno.
Dalam RUU Kesehatan ini, lanjut Sutrisno juga ada upaya organisasi profesi bidang kesehatan sengaja dikesampingkan. Padahal, baik dokter, bidang maupun perawat dan tenaga kesehatan memerlukan integritas dan kode etik profesi.
“Kalau seorang pelayan kesehatan tidak lagi memiliki kode etik, tentu akan sangat membahayakan bagi masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan,” tegasnya.
Bahkan pihaknya juga khawatir tenaga kesehatan asing akan semakin bebas beroperasi di Indonesia karena tidak ada barier yang diatur dalam RUU Kesehatan karena tidak dilibatkannya organisasi profesi kesehatan.
“Mustahil Kemenkes bisa mengurus semua hal terkait layanan kesehatan. Sebab realitas di lapangan baik rumah sakit maupun dokter yang ada itu bukan berstatus negeri sehingga peranan organisasi profesi sangat dibutuhkan,” tegasnya.
Di contohkan Sutrisno, rumah sakit di Jatim itu 60 – 65 persen milik swasta. Bahkan dari 20 ribuan dokter di Jatim yang berstatus PNS/ASN tidak lebih dari sepertiganya.
Ia justru mendukung peraturan perundang-undangan yang sudah ada ini disempurnakan sehingga tidak perlu memaksakan diri membuat omnibus law kesehatan yang justru akan membuat masalah baru dan akan merugikan masyarakat.
“Kami titip aspirasi ini kepada DPRD Jatim untuk disampaikan ke tingkat pusat. Intinya kami mau memberikan masukan positif bagi pemerintah,” kata Sutrisno di hadapan anggota DPRD Jatim.
Menanggapi hal demikian, Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak mengatakan secara otentik pihaknya juga memang belum menerima draft RUU Kesehatan Omnibus Law. Kendati demikian, pihaknya berani memastikan aspirasi ini akan diteruskan atau disampaikan kepada DPR RI dan pemerintah pusat.
“Tugas kami adalah menerima dan menampung aspirasi dari masyarakat berkaitan dengan hal-hal yang menjadi kekhawatiran terkait materi RUU Kesehatan. Kita akan sampaikan ke pemerintah pusat karena terkait UU itu menjadi kewenangan pusat,” jelas politikus Partai Golkar.
DPRD Jatim juga berterimakasih kepada dokter, perawat, tenaga kesehatan hingga tim non medis yang ada di garda depan dalam menangani pandemi Covid-19 dalam 2 tahun terakhir sehingga Jatim bisa mengendalikan Covi-19 dan mulai bangkit di segala bidang.
“Selain masyarakat yang menjadi korban, tentu juga banyak dokter, perawat dan tenaga kesehatan yang ikut menjadi korban selama pandemi Covid-19. Mereka adalah pahlawan kemanusiaan yang harus kita hargai jasa-jasanya,” pungkas Sahat. (ud)