Oleh : Muchammad Toha
SabdaNews.com- Ketika kita memasuki suatu kota walaupun belum ada tulisan yang dapat kita baca, tidak jarang kita sudah mengetahui di kota mana kita berada, ternyata kita tahu dari kekhasan arsitektur yang kita lihat, contohnya ketika pesawat mendarat di Bali pasti kita melihat bangunan berwarna bata dan beberapa bidang sudutnya dihiasi dengan bidang berukir dan bentuk atap yang khas. Begitu kita ke Lombok dan Nusa Tenggara Timur pasti kita disuguhi bentuk arsitektur bangunan (terutama milik pemerintah) yang beratap tinggi khas menunjukkan ciri bangunan daerah tersebut.
Di Banjarmasin hampir sebagian besar bangunan milik pemerintah dan bangunan umum seperti gedung bank, tempat pendidikan akan dibangun dengan bentuk bubungan tinggi (atap menjulang tinggi lancip) dilengkapi lisplang saling bersilang dengan ukiran khas Suku Dayak. Ketika ke Sumatera barat yang disuguhkan didepan kita baik bangunan maupun pintu gerbang berbentuk atap rumah gadang lancip menjulang keatas, demikian juga ketika kita ke Banten yang tampak pada bangunan khususnya milik pemerintah adalah bentuk pagar warna putih yang mengadop bangunan pagar Keraton Surosowan.
Bagaimana dengan arsitektur Gresik, kendatipun Gresik tidak secara khusus memiliki ragam corak arsitektur satu satunya sehingga bentuknya tidak dimiliki kota lain, namun kalau kita mau mencermati lebih jeli ternyata ada bentuk bangunan yang menunjukkan ciri khas Gresik, yaitu gapura (pintu gerbang) Masjid Sunan Giri.
Jika Banten menonjolkan gapura Keraton Surosowan, Mojokerto menyuguhkan gerbang candi bentar dengan material bata merah, Lamongan menyuguhkan gapura makam Suna Senang Duwur, lalu mengapa Gresik tidak menginstruksikan atau membuat perda untuk bangunan milik pemerintah serta bangunan umum lainnya harus mematuhi tata arsitektur khas Gresik.
Ketika Bali bisa menyelaraskan bangunan yang ada disana baik gedung pemerintah, tempat pendidikan maupun institusi swasta (bank dan perkantoran lainnya) dengan arsitektur lokal disana, maka bukan mustahil bila di Gresik bisa diterapkan bila ada kemauan dan kalau mencari contoh bentuk arsitektur tentunya sudah ada salah satunya gapura Masjid Sunan Giri yang tentu saja bisa dikreasi lebih menarik sepanjang tidak menghilangkan hakikat keasliannya.
Penataan lebih besar lagi, tidak hanya sampai pada bentuk gapura dan pagar saja, tapi satu kesatuan banguan secara utuh yang menunjukkan bahwa ini adalah Gresik walaupun tanpa tulisan dan kata kata, cukup hanya melihat arsitektur dan bentuk bangunannya, maka atap gedung pemerintah tidak boleh dibangun dengan bentuk semau maunya tapi harus sesuai kekhasan atap bangunan di Gresik yang sudah diatur regulasinya.
Dulu Pendopo Kabupaten Gresik bentuk atapnya tinggi menjulang pada bagian tengah menyerupai rumah adat Suku Loli di Kabupaten Waikabubak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara timur, sehingga ada yang mengatakan kenapa pendopo kabupaten kok tidak mencerminkan Gresik sama sekali, eksesnya beberapa kecamatan di Gresik pendoponya juga ikut seperti itu, kalau ini dianggap kurang cermat ternyata dikuti sampai kebawah juga, akhirnya semakin banyak bangunan pemerintahkan di Gresik yang bentuknya ahistoris.
Di Gresik terutama di wilayah kota, bangunan kuno dengan atap berbentuk joglo hampir tidak dijumpai, umumnya atap rumah (bangunan) berbentuk pelana atau limas (perisai) bersayap putar sehingga walaupun berada di Jawa Timur, bentuk atap rumah di Gresik tidak berbentuk joglo sebagaimana di daerah pedalaman Jatim seperti Ponorogo, Madiun, tapi yang agak mirip adalah dengan bentuk atap rumah masyarakat Madura atau Melayu atau mirip juga dengan atap kelenteng tapi bubungannya datar tidak melengkung yang dalam bahasa teknik lokal atap limasan kelabang nyander dan bagian teras depan (sosoran depan) dihias kayu atau logam berukir seperti rumah tradisional melayu atau betawi.
Akhirnya ada baiknya bila Pemerintah kabupaten Gresik mengawali membentuk tim atau sekurang-kurangnya mengajak komunikasi anggota masyarakat yang memiliki kemampua dan kemauan dalam mengkaji dan membakukan bentuk arsitektur yang ada dan berkembang di Gresik yang masih bisa kita saksikan sampai hari ini sebelum datangnya kepunahan karena usia dan minimnya perawatan. (Penulis Budayawan Gresik/Red)