Memahami Dunia Tasawuf ( Bersambung 3)

by Redaksi

Oleh : Mbah Singo

SabdaNews.com- Dewasa ini, perhatian berbagai lapisan masyarakat terhadap tasawuf semakin berkembang. Hal tersebut dapat kita buktikan dengan menjamurnya majlis -majlis pengajian tasawuf di masyarakat Indonesia, termasuk disekitar kita. Lalu apasih tasawuf itu?

Pemaknaan tasawuf pada mulanya berdasarkan hadits Rasulullah tentang al-Ihsan, dalam perkembangan selanjutnya mengalami perluasan penafsiran. Tasawuf sering dipahami sebagai praktik zuhud atau sikap hidup asketis (hidup tarak dari kenikmatan dunia). Hal ini tidak dapat dipungkiri karena bahwa seorang sufi adalah seorang yang zahid, namun demikian seorang zahid tidak secara otomatis adalah seorang sufi.

Sebab zuhud hanya merupakan wasilah upaya untuk penjernihan jiwa dari godaan dunia sehingga mampu musyahadah kepada Allah. Dengan demikian, orang yang berpakaian sederhana, makan sederhana, rumah sederhana, mobil sederhana, tidaklah selalu sebagai ukuran dia seorang sufi karena masih ada indikator indikator lainnya.

Tasawuf juga diartikan sebagai ajaran budi pekerti, sehingga seorang sufi dianggap sebagai orang yang banyak melakukan ibadah, melakukan ritual – ritual. Misalnya pendapat Abu Muhammad al-Jariri yang mengatakan bahwa tasawuf adalah sikap-sikap yang menonjolkan diri dengan akhlak yang luhur, dan jauh dari akhlak yang rendah.

Sedangkan menurut Abu Husain tasawuf adalah kebebasan, kemuliaan, meninggalkan perasaan terbebani dalam setiap perbuatan yang menjalankan perintah syariat, menandakan dermawan dan murah hati.

Ada juga yang berpendapat, mengkaitkan tasawuf dengan kekeramatan, hal-hal aneh di luar akal manusia yang bersifat supranatural, seperti kemampuan terbang, berjalan di atas udara, melipat bumi sehingga mampu sampai ke tempat yang jauh dengan hitungan detik dan lain-lain.

Indikator-indikator tersebut tidak selalu merupakan cerminan seorang sufi. Justru sebaliknya, jika merasa puas dengan semua hal kekeramatan tersebut berarti ia adalah orang yang tertipu dan terjebak, sebagaimana pendapat guru saya bahwa orang – orang yang sudah ma’rifat mensikapi karomah hanya sekedar sekedar bonus, hiburan, bukan sesuatu yang esensial. Yang jauh lebih penting adalah kemampuan mengendalikan nafsu, agar mampu bermusyahadah dengan Allah, dekat dengan Allah. Senada dengan pendapat Ibnu Athaillah, “Pengetahuanmu tentang aib aib yang tersembunyi dalam jiwamu, adalah lebih baik daripada Pengetahuanmu tentang hal-hal gaib yang tertutupi dari alam inderamu.”

Kita ambil satu pendapat lagi tentang tasawuf menurut Abu Bakar al – Katani. Menurutnya, tasawuf adalah shafa (kejernihan hati) dan musyahadah (menyaksikan Allah). Shafa diposisikan sebagai wasilah (sarana atau jalan yang mengantarkan pada suatu tujuan) untuk penyucian jiwa menuju Allah. Sedangkan musyahadah adalah ghaya (tujuan) tasawuf, yaitu menyaksikan Allah atau selalu merasa disaksikan oleh Allah. Inilah makna dari hadits Rasulullah tentang al Ihsan. أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ (  Mbah Singo Penulis Perhati sososial dan menulis di Beberapa Media online Di Jawa Timur /Bersambung )

You may also like

Leave a Comment