SabdaNews.com – Komisi E DPRD Jatim tengah menggagas Raperda tentang Pemajuan Kebudayaan sebagai tindakanjut dari Undang-Undang No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Draf Raperda ini terus dimatangkan dengan mencari masukan dari pemangku kebijakan dan stake holder terkait.
Yang menarik, salah satu masukan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur adalah merubah Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) menjadi Dewan Kebudayaan Jawa Timur. Pasalnya, hal itu sejalan dengan UU No.5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
“Kalau merujuk pada UU Pemajuan Kebudayaan maka kebudayaan itu ruang lingkupnya lebih luas termasuk mencakup bidang kesenian. Oleh karena itu, kami akan mengundang Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) pada 3 Juni mendatang untuk kordinasi dan melihat landasan hukumnya sebelum diputuskan untuk dirubah,” jelas Sri Untari Bisowarno anggota Komisi E DRD Jatim, Kamis (30/5/2024).
Pertimbangan lainnya, kata politikus asal PDI Perjuangan dalam Permendikbud tahun 2018 juga menyebut Dewan Kebudayaan atau Dewan Kesenian sebagai kelompok pemangku kepentingan yang diajak memikirkan pokok-pokok kebudayaan daerah.
“Dalam pembicaraan tadi juga berkembang kalau begitu dewan kebudayaan bisa juga disebut dewan kesenian,” ungkap Ketua Fraksi PDI Perjuangan DRD Jatim ini.
Untuk menyempurnakan draf Raperda, lanjut Untari, pihaknya bersama stakeholder terkait juga akan komparasi ke Provinsi Jawa Barat yang sudah memiliki Perda Pemajuan Kebudayaan dan Dewan Kebudayaan Daerah.
“InsyaAllah pada pertengahan Juni mendatang, Raperda inisiatif Komisi E ini akan kita mintakan persetujuan di paripurna, agar bisa dibahas lebih lanjut bersama eksekutif dan disahkan menjadi Perda,” ujar politikus asal Malang.
Lebih jauh Sri Untari menjelaskan bahwa pemajuan kebudayaan itu ruang lingkupnya lebih pada hal-hal yang berkaitan dengan warisan kebudayaan yang sifatnya non materi atau tak benda (intangible culture heritage). Misal, seni, tradisi, adat istiadat, ritus, dan lainnya.
“Untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan yang bersifat materi (benda) itu sudah ada Pergubnya. Sedangkan yang nonmateri belum ada, sehingga kita buat Perda ini untuk melindungi beberapa keputusan nasional yang itu berada di willayah provinsi Jatim yang itu belum ada perlindungannya,” tegasnya.
Perlindungan yang dimaksud, lanjut Untari itu bisa meluas maknanya. Termasuk mematenkan ataupun mendaftarkan Hak Kekayaan Intektual (HaKI) ritus-ritus yang ada di Jatim.
“Contoh, Suku Tengger itu memiliki ritus tapi sampai hari ini belum dipatenkan padahal mereka itu ada di wilayah Jatim. Itullah salah satu bentuk perlindungan yang dapat dilakukan,” tegas perempuan berjilbab ini.
Ditambahkan, sebelum munculnya inisiatif Raperda Pemajuan Kebudayaan, Sri Untari mengaku banyak mendapat masukan dari pemerhati dan pelaku kebudayaan yang prihatin dengan perlindungan dan pelestarian kebudayaan di Jatim. Mengingat, kebudayaan itu sangat penting bagi perjalanan sebuah bangsa agar tak tercerabut dari akarnya.
Diakui atau tidak, kata Untari bangsa ini kerap minder kalau berhadapan dengan bangsa lain. Padahal nenek moyang kita adalah bangsa yang besar dan maju tapi karena historis itu sengaja diputus dan dihilangkan oleh penjajah sehingga mental bangsa ini menjadi inlander.
“Dengan pemajuan kebudayaan ini kami ingin generasi bangsa khususnya warga Jatim bisa bangkit. Sebab nenek moyang kita pernah memiliki kerajaan Singosari kemudian dilanjutkan kerajaan Majapahit yang mampu menguasai sepertiga dunia. Jadi bangsa ini adalah bangsa besar dan maju sejak dulu,” pungkasnya. (pun)