SabdaNews.com – Sembilan fraksi di DPRD Jatim mendukung dan layak dilanjutkan pembahasannya terkait Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menjadi Perda. Hal ini disampaikan oleh masing–masing juru bicara fraksi pada rapat paripurna DPRD Jatim dengan agenda pendapat umum fraksi terhadap Raperda KTR pada Senin (3/6/2024).
Juru bicara Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim, Ratnadi Ismaon di hadapan pimpinan rapat Paripurna DPRD Jatim, Anik Maslachah mengatakan bahwa fraksinya mendukung Raperda KTR ini dibahas lebih lanjut untuk disahkan menjadi Perda. Namun sebelum itu ada beberapa catatan yang diperlu diperhatikan.
Diantaranya terkait materi dalam Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok perlu ditambahkan terkait kewajiban Penyelenggara, atau Penanggung Jawab Tempat Kerja. Tempat Umum, dan tempat lain untuk melakukan pengawasan internal pada tempat yang menjadi tanggung jawabnya.
“Hal ini penting, dicantumkan karena pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab satgas saja, melainkan menjadi tanggung jawab bersama semua pihak,” kata Ratnadi Ismaoen.
Kemudian berkaitan dengan denda uang, Ratnadi berharap agar dikurangi sehingga mampu dilaksanakan dalam penegakannya.
“Kami juga memiliki harapan yang besar terhadap Raperda ini, dimana kehadiran Raperda ini akan mampu untuk membangun kapasitas human and public health maupun infrastruktur kawasan tanpa rokok. Raperda ini memang akan menyediakan ruang pengembangan kekayaan sosial-budaya kawasan tanpa rokok, SDM, dan kelembagaan yang mampu mendongkrak perlindungan kesehatan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,”katanya.
Fraksi Partai Demokrat juga meminta agar semua pihak menyikapi secara bijaksana berkenaan dengan pembentukan Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut. Sebab pembentukan Raperda ini harus dilihat dari perspektif penormaan yang baik dan proses pengaturan yang baik pula.
“Pembentukan Perda KTR ini harus memenuhi standar pada lazimnya yang berupa good norms dan good proces pada setiap fase pembentukan peraturan perundang-undangan agar menjadi good-legislation sebagaimana harapan Saudara Pj. Gubernur,”pungkasnya.
Sementara Jubir Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim, M. Satib menyampaikan mengapresiasi pendapat Pj. Gubernur Jatim yang mendukung Raperda Tentang Kawasan Tanpa Rokok ini sebagai wujud nyata komitmen eksekutif terhadap kesehatan masyarakat Jatim sekaligus menjamin hak masyarakat bukan perokok untuk menikmati udara segar yang tidak terpapar asap rokok.
Kemudian, terkait terkait pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok melibatkan seluruh sektor terkait sesuai kewenangan masing-masing. Dapat disampaikan bahwa ketentuan tersebut telah terakomodir dalam Pasal 19 yang mengatur partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan KTR di daerah serta bentuk-bentuk partisipasi.
Selanjutnya dalam Pasal 21 yang mengatur pembentukan Satuan Tugas Penegak KTR dengan anggota yang terdiri dari unsur Perangkat Daerah, BUMD, Perusahaan yang mempunyai wilayah kerja lebih dari 1 kabupaten/kota, dan Pelaku Usaha Kecil.
Terkait materi dalam Raperda tentang KTR perlu ditambahkan terkait kewajiban penyelenggara, atau Penanggung Jawab Tempat Kerja, Tempat Umum, dan tempat lain untuk melakukan pengawasan internal pada tempat yang menjadi tanggung jawabnya.
“Hal ini penting dicantumkan karena pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab satgas saja, melainkan menjadi tanggung jawab bersama semua pihak,” jelas Satib.
Dapat disampaikan bahwa ketentuan tersebut telah terakomodir dalam Pasal 18 huruf (c) yang berbunyi Pengelola, Penyelenggara, atau Penanggung Jawab Tempat Kerja, Tempat Umum, atau Tempat Lain yang ditetapkan wajib memberikan teguran dan/atau peringatan kepada setiap orang yang merokok dalam KTR dan/atau di luar tempat khusus untuk merokok.
“Namun demikian Fraksi Partai Gerindra sependapat perlunya pengaturan lebih komprehensif terkait pengawasan internal,” ujar politikus asal Jember.
Masih di tempat sama, Jubir Fraksi PKB Umi Zahrok menyampaikan bahwa secara ideologis Raperda ini adalah upaya untuk menciptakan keseimbangan antara locus publicus dan locus economicus dalam kehidupan sosial.
Sebagaimana diketahui, sekalipun rokok memiliki banyak dampak negatif terhadap kesehatan manusia, akan tetapi secara ekonomis rokok merupakan komoditas yang berkontribusi terhadap kegiatan ekonomi rakyat dan pendapatan negara melalui penciptaan lapangan kerja dan penerimaan cukai negara.
“Akan tetapi di sisi lain ruang publik juga harus dipastikan memiliki supremasi untuk terbebas dari dampak buruk rokok. Karena itu aspek keseimbangan dan proporsionalitas menjadi hal penting atas original intent pembentukan Raperda ini,” kelas Umi Zahrok.
Dia berharap agar Raperda KTR ini punya fungsi edukasi tentang pentingnya etika konsumsi rokok di ruang publik secara bijak. Terutama edukasi terhadap perokok pemula (khususnya remaja) agar punya pemahaman bahwa mengonsumsi rokok tidak lagi bisa dilakukan di sembarang tempat.
“Dari sisi perspektif medis, F-PKB berharap agar Raperda ini dapat mereduksi potensi bertambahnya penyakit-penyakit degeneratif yang dapat menjadi komorbid bagi sebagian orang yang disebabkan oleh paparan negatif asap rokok. Terutama bagi para perokok pasif,” beber Umi.
Dari sisi desain kebijakan, F-PKB berharap agar pengusul memperhatikan secara seksama terkait dengan sinkronisasi antara draft Raperda ini dengan berbagai peraturan perundangan di atasnya. Termasuk juga dalam pelaksanaan Raperda Kawasan Tanpa Rokok harus melibatkan seluruh sektor terkait sesuai kewenangan masing-masing.
“Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kawasan tanpa rokok,” kata Umi Zahrok.
Dari sisi hukum, F-PKB juga berharap agar pengusul memperhatikan detail-detail aspek legal drafting agar sesuai dengan prinsip penyusunan produk legislasi. Dengan demikian, Raperda ini benar-benar secara matang, baik secara formil maupun materiil.
Sementara itu Jubir Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim Hasan Irsyad mengatakan Raperda KTR ini merupakan komitmen Provinsi dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Jatim.
Menurutnya penerapan Raperda ini tidak berarti melarang, tetapi membatasi kegiatan dilakukan di KTR.
“Untuk sanksi, terkait penyidikan dan pemidanaan agar memperhatikan norma restroaktif justice. Tidak diartikan pembalasan bagi pelaku, temasuk sanksi membayar denda uang,” kata Hasan Irsyad.
Ditambahkan, perlu kehati-hatian dalam merumuskan kewenangan provinsi, dan juga dorongan kepada Kabupaten/Kota dalam mengefektifkan penerapan Perda KTR di wilayah masing-masing.
“Selain itu harus ada penegasan bagi penyelenggara/penanggungjawab tempat kerja untuk aktif melakukan pengawasan internal di tempat kerjanya,”. (pun)