Fraksi-Fraksi DPRD Jatim Pertanyakan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2023

by Redaksi

SabdaNews.com  – Fraksi-fraksi di DPRD Jatim memberikan pandangan umum terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2023 pada rapat paripurna DPRD Provinsi Jatim yang dipimpin waki ketua DPRD Provinsi Jatim Anik Maslachah pada Senin (3/6/2024).

Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim Andy Firasadi menyampaikan apresiasi terhadap capaian opini WTP dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2023 sekaigus mampu mempertahankan ke sembilan kali secara berturut turut.

Setelah melakukan pendalaman materi Raperda, pertama terkait pendapatan daerah, kata Andy, Fraksi PDI Perjuangan memandang perlu adanya penjelasan yang komprehensif tentang alasan mengapa sumber pendapatan dari retribusi daerah tidak mengalami pertumbuhan progresif sebagaimana dicanangkan dalam KUA 2023

“Fraksi PDI Perjuangan berkepentingan untuk memperoleh penjelasan detail dan komprehensif tentang kinerja retribusi daerah dalam kaitannya dengan efektivitas implementasi 11 arah kebijakan pengelolaan pendapatan daerah,” jelasnya.

Fraksi PDI Perjuangan juga sangat kecewa terhadap laporan kinerja BUMD Jatim karena sumbangsihnya terhadap PAD tidak signifikan. Padahal DPRD sudah berulangkali memberikan masukan serius tapi masukan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik.

“Fraksi kami juga sependapat dengan Banggar DPRD Jatim bahwa terjadi inefektifitas dallam pengelolaan BUMD Jatim, sehingga tidak menghadirkan hasil yang cukup tinggi demi menopang kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan provinsi,” tegasnya.

“Dari 10 BUMD yang dimiliki pemprov Jatim, kontribusi terhadap AD hanya sebesar 459.794.636.270,32 atau 2,06% dan terhadap total pendapatan daerah hanya sebesar 1,36%. Padahal penyertaan daerah yang disetor kepada BUMD sampai tahun 2023 sangatah besar. Karena itu kami minta penjelasan yang komprehensif tentang permasalahan ini,” imbuhnya.

Sedangkan untuk Belanja Daerah, kata Andy pihaknya sependapat dengan Banggar DPRD Jatim bahwa ada 4 faktor penyebab anggaran belanja yang tidak termanfaatkan, yang pada intinya adalah ketidakprofesionalan ASN dalam melaksanakan tugasnya.

“Fraksi PDIP minta penjelasan komprehensif tentang permasalahan perencanaan belanja pegawai tidak memiliki perhitungan yang reallistis dan tidak berbasis data yang akurat. Realisasi belanja modal tanah hanya 35% dari target akibat adanya kegagalan pelaksanaan kegiatan untuk pembelian tanah puspa agro, ” katanya.

Begitu juga dengan belanja tidak terduga, kata Andy, fraksinya menilai akibat ketidakakuratan perencanaan sehingga menyisakan setengah triliun lebih anggaran dan kehilangan peluang meningkatkan pembangunan kesejahteraan masyarakat Jatim.

Padahal permasalahan seperti mitigasi bencana, mencegah stunting, pernikahan anak, pemberdayaan perempuan dan berbagai program strategis lainnya masih membutuhkan support anggaran.

 

“Kami berkepentingan untuk memperoleh penjelasan yang komprehensif tentang permasallahan ini. Mohon penjelasan saudara Gubernur tentang hal ini,” ujar anggota Komisi A DPRD Jatim ini.

 

Sementara terkait pembiayaan anggaran dan Silpa yang mencapai 3.796.949.014.112,95 atau setara 9,97% dari dana tersedia, tambah Andy, pihaknya menillai Silpa tersebut terlalu besar dan melebihi dari kewajarannya yakni 5%.

 

“Fraksi PDI Perjuangan memandang perlu untuk memperoleh penjelasan yang komprehensif terkait hal ini. Mohon penjelasan Gubernur tentang hal ini,” tegasnya.

Fraksi PDI Perjuangan memandang bahwa Silpa merupakan sebuah kerugian besar bagi proses pembangunan demi kemaslahatan warga Jatim. Apalagi Silpa merupakan indikasi bahwa telah terjadi upaya pemerintahan daerah untuk menahan belanja.

“Kami meyakini bahwa tingginya Silpa mengindikasikan adanya keengganan eksekutif untuk bergerak ekspansif dalam sistem anggaran berbasis kinerja agar dapat melakukan banyak hal buat kesejahteraan rakyat. Besarnya Silpa juga menjadi sallah satu indikasi inkompetisi eksekutif dalam mengelola pemerintahan” tegasnya.

Ia juga mendesak tindaklanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun 2005 hingga 2023 yang baru mencapai 1534 atau 82,24% dari total 1869 rekomendasi untuk segera ditindaklanjuti, khususnya 53 rekomendasi yang harus menjadi prioritas.

Untuk permasalahan BUMD Jatim, lanjut Andy pihaknya mendorong pemprov meninjau kembali apakah kapabilitas dewan direksi dan dewan komisaris masih dianggap layak dan kompeten untuk mengelola BUMD tersebut.

“Keraguan melakukan evaluasi tersebut justru merupakan indikasi pembiaran eksekutif atas inefisiensi pengelolaan kekayaan daerah. Upaya penyehatan dan penguatan BUMD yang dilakukan Gubernur Jatim seperti apa, mohon penjelasan,” jelasnya.

Masih di tempat yang sama, jubir Fraksi PKB Erjik Bintoro mengapresiasi realisasi PAD 2023 yang melampaui 102,97% kendati masih dibawah realisasi PAD tahun 2022 yang mencapai 117% dari target yang ditetapkan.

“Kami juga memberikan kredit poin, kontribusi PAD dalam struktur pendapatan daerah Jatim tahun 2023 mencapai 66,09% atau menurun sedikit dibanding tahun 2022 yang mencapai 66,63%,” katanya.

Fraksi PKB menilai Pemprov Jatim juga bisa meningkatkan potensi pendapatan daerah melalui skema Dana Insentif Daerah (DID) dari Kementerian Keuangan.

“DID adalah reward dari Kemenkeu untuk daerah yang dianggap berprestasi dalam kinerja pengimplementasian program program kerja daerah,” beber Erjik.

Kemudian menyangkut belanja daerah, FPKB menilai kesehatan keuangan (rasio belanja modal) tahun 2023 tergoolong relatif kurang sehat dibandingkan dengan rasio belanja pegawai maupun belanja barang dan jasa.

“Setidaknya rasio belanja modal bisa ditingkatkan dikisaran 10%. Sebab dari sisi realisasi target belanja modal di tahun 2023 capaiannya hanya 91,32%,” harap Erjik.

Belanja modal, lanjut Erjik juga merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah.

“Belanja modal memiliki efek pengganda llebih tinggi dan berjangka panjang dibandingkan jenis belanja lain. Karena itu ke depan perlu ditingkatkan,” ungkapnya.

Di sisi lain ada indikasi kesengajaan dari beberapa pemda untuk mengintensifkan realisasi belanja daerah di triwulan ketiga dan keempat sehingga tidak ideal.

“FPKB berharap agar di tahun tahun mendatang kebiasaan koontraproduktif tersebut dapat dieliminir agar penyerapan anggaran belanja daerah davat berjalan optimal dan kualitas realisasi program-program belanja daerah juga berjalan lebih maksimal,” jelasnya.

Terkait analisa realisasi terhadap pendapatan, belanja dan pembiayaan, F-PKB memberi beberapa pandangan. Pertama, perlu dilakukan evaluasi dan review terhadap beberapa kebijakan keuangan daerah dalam APBD 2024, khususnya kebijakan yang dimaksudkan sasarannya untuk meningkatkan serapan anggaran daerah.

“Kedua, melakukan langkah langkah proaktif dalam rangka otimalisasi kas mengganggur (idle cash) atas Silpa tahun 2023.” harap Erjik Bintoro.

Sementara itu, jubir Fraksi Partai Gerindra Satib menyatakan bahwa pemprov Jatim perlu melakukan penyesuaian besaran pengenaan pajak, stimulus atau insentif pajak, menambah mitra kerjasama pembayaran PKB, optimalisasi penagihan tunggakan pajak, optimalisasi penerimaan lain-lain PAD yang sah, meningkatkan kinerja BUMD dan memanfaatkan aset BUMD yang berstatus idle untuk meningkatkan PAD.

Kemudian dalam hal kebijakan belanja daerah, kata Satib perlu diarahkan untuk pemulihan ekonomi kerakyatan, penguatan konektivitas antar wilayah, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, produktivitas dan daya saing ketenagakerjaan, perluasan kesempatan kerja.

“Pengentasan kemiskinan, peningkatan kepedulian sosial dan pelestarian nilai-nilai budaya lokal, ketahanan pangan dan pengelolaan sumber daya energi, peningkatan ketahanan bencana dan kualitas hidup, ketentraman dan ketertiban umum serta kualitas pelayanan publik adalah sasaran dari belanja daerah,” ungkap pria asal Jember.

Jubir Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim Blegur Prijanggono berharap adanya penjelasan terhadap 5 hal. Pertama, belanja daerah setelah perubahan sesuai kelompoknya terdapat proporsi yang timpang antara alokasi untuk urusan penunjang (32,74%) dengan urusan pemerintahan terkait pelayanan dasar.

“Apakah sepanjang tahun kedepan akan tetap jauh timpang, mohon penjelasan gubernur, ” kata ketua Fraksi Partai Golkar ini.

Kedua, turunnya pendapatan dari Dagulir yang cukup signifikan akibat dari kredit macet sehingga pemanfaatan Dagulir tidak maksimal. “Apa yang terjadi dan bagaimana upaya menyelesaikannya,” ujar Blegur.

Ketiga, belanja hibah dihimbau kepada dinas terkait untuk menyelesaikan kewajibannya dengan merapikan administrasi yang diperlukan. Keempat, belanja transfer ke daerah di tahun 2022 ada sisa tanggungan yang dibayar tahun 2023.

“Apakah ada kemungkinan terjadi pula pada tanggungan di tahun 2023 menjadi beban tahun anggaran 2024,” tegas politikus asal Surabaya.

Terakhir (kelima), pendapatan dari bagian laba BUMD di tahun 2023. Diantaranya, PT PWU turun drastis di tahun 2022 sebesar 2,1 milyar dan di tahun 2023 tinggal 1,88 milyar. Kemudian PT PJU turun dari 275,87 milyar tahun 2022 menjadi hanya 66,608 milyar. PT JGU juga tidak memenuhi harapan.

“Mengapa demikian, adakah upaya atas kinerja BUMD yang tidak maksimal, mohon penjelasan gubernur,” pungkas anggota Komisi A DPRD Jatim ini. (pun)

You may also like

Leave a Comment