Di Hadapan 1.600 Calon Pemimpin Muda, Wagub Emil Bicara Model Kepemimpinan yang Menggugah

by Redaksi

JAKARTA.SabdaNews.com – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menyampaikan seorang pemimpin muda wajib memiliki model kepemimpinan yang menggugah.

Menurutnya, model kepemimpinan yang menggugah merupakan model kepemimpinan yang memberikan contoh serta teladan dan atau tidak serta merta memerintah bawahannya.

“Kita kalau memimpin tidak harus berpikir bahwa saya harus menyuruh orang, kita bisa memimpin dengan cara menggugah bukan menyuruh,” kata Wagub Emil saat menjadi pembicara dalam gelaran Feature Leader Fest 2023 di TMMI Jakarta, Sabtu (11/11/2023) lalu.

Kepada 1.600 calon pemimpin muda yang hadir dalam gelaran tersebut, Wagub Emil berbagi pengalaman ketika menjadi Bupati Trenggalek pada tahun 2015. Kala itu dirinya yang berusia 31 tahun, harus memerintah para kepala OPD yang usianya rerata di atas 50 tahun.

“Itulah yang kemudian saya rasakan harus nyemplung jadi bupati (diusia) 30 tahun, dimana kepala dinas – kepala dinasnya sudah di atas umur 55, gak bisa saya main suruh-suruh,” katanya

“Kalau kita menyuruh semua orang datang pagi, gak ada yang mau. Karena mereka akan menganggap ini anak kecil. Tapi kalau kita terus-terusan datang pagi, lama-lama malu juga, kalau mereka gak datang pagi. Jadi mau tidak mau, kepemimpinan itu bukan sekedar memerintah, tapi kepemimpinan yang menggugah, yang memberikan keteladanan,” tambahnya.

Dalam kepemimpinan kata Emil, perlu adanya etika dan tatakrama. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan dari generasi milenial saat menjadi seorang pemimpin muda.

Karena menjadi seorang pemimpin atau leader, ada 3 garis utama yang dipimpin yakni leading above, leading accros dan leading bellow.

“Ada orang bilang mungkin emosional quotient penting, saya bilang ada subsetnya ada ethical quotient. Karena ada sesuatu, ini juga menjadi masalah bagi gen z. Bagaimana dia bertatakrama, karena mereka lebih interaksinya di medsos, melupakan intergenerational communication. Sehingga berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dari kita, kadang-kadang gak ketemu, kesulitan mereka. Maka pentingnya etika dan tatakrama,” tegas Emil Dardak.

Tak hanya itu, pemimpin masa depan, lanjut Wagub Emil, juga bukan pemimpin yang mengandalkan kecerdasannya sendiri atau individual inteligence. Di banyak negara seperti Inggris, Amerika, telah merubah pola individual intelligence menjadi social intelligence atau collective intelligence.

“Saya lebih senang kalau memimpin rapat, semuanya interaktif. Saya bisa dengar pandangan semua orang. Jadi keputusan itu bukan datang dari pemikiran saya, tetapi datang dari semua orang, hasil diskusi bersama. Sehingga desain kebijakan atau keputusannya itu humman centered, hasil collective tadi,” katanya.

“Jadi pemimpin itu, harus bisa mendengar masukan dari semua kalangan. Sehingga mulai sekarang kita harus bergeser bukan individual inteligence but social inteligence. That’s the way kita collaborate,” tambahnya

Lebih lanjut Wagub Emil menyampaikan, setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin ada resiko. Resiko inilah yang akhirnya berdampak pada masyarakat. Bila resikonya baik, maka tentu saja masyarakat akan senang. Namun bila resiko yang ditimbulkan berdampak buruk, maka yang dirugikan adalah masyarakat.

Ia pun mencontohkan model pembangunan di Jatim. Kata kunci utama pada indeks pembangunan manusia (IPM) yang digencarkan di Jatim adalah pendidikan, angka harapan hidup serta pengeluaran masyarakat.

Guna mengurangi resiko angka putus sekolah di Jatim, pemerintah melakukan sejumlah kebijakan. Salah satunya adalah dengan mengadakan program sekolah gratis.

“Di Jatim kita terus dorong, minimal ingredient-nya tetap samalah. Jangan sampai orang putus sekolah, makanya SMA dan SMK kita gratiskan, yang swasta kita kasih tambahan support juga,” pungkas suami Arumi Bachsin ini. (tis)

You may also like

Leave a Comment