Deni Wicaksono : Mitigasi dan Atisipasi KLB DBD Di Jatim Perlu Ditingkatkan

by Redaksi

SabdaNews.com – Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur mengalami lonjakan tajam pada awal tahun ini. Tercatat ada 3.638 kasus terjadi per pekan ketiga Februari 2024. Puluhan orang, terutama anak-anak, dinyatakan meninggal karena terserang penyakit yang disebabkan oleh gigitan gigitan nyamuk Aedes Aegypti tersebut.

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur yang membidangi masalah kesehatan, Deni Wicaksono, menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya lonjakan ribuan penderita DBD yang telah merenggut nyawa dalam jumlah yang tidak sedikit.

“Tentu kami menyampaikan keprihatinan yang mendalam, innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Semoga ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi Pemprov Jatim, khususnya Dinas Kesehatan, dalam pengelolaan kejadian tertentu yang menimbulkan banyak korban,” ujarnya, Minggu (19/5/2024).

Menurut Deni ada tiga aspek terpenting yang harus dipastikan berjalan dengan baik dalam penanganan DBD.

“Kemampuan mengelola aspek-aspek penting ini menjadi tolok ukur resiliensi atau ketahanan sebuah daerah dalam menghadapi situasi kejadian luar biasa (KLB) terkait penyakit,” papar alumnus Unair Surabaya.

Pertama, manajemen informasi sebagai bagian dari mitigasi risiko. Deni menyebut Pemprov Jatim kurang memiliki manajemen informasi yang bagus dalam mengantisipasi lonjakan DBD. Padahal, ada beberapa risiko yang semestinya bisa diantisipasi untuk memperkecil lonjakan DBD, diantaranya risiko sebagai negara tropis yang memudahkan penyebaran penyakit infeksi hingga perubahan iklim yang menimbulkan hujan ekstrem di sejumlah daerah.

Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola penyakit infeksi sehingga risiko penularan akan meningkat. Sudah banyak riset yang menunjukkan bahwa curah hujan memiliki korelasi yang positif terhadap lonjakan penyakit DBD.

Bila memiliki manajemen informasi yang baik, dengan menggandeng para pakar dan stakeholder termasuk BMKG, Pemprov Jatim semestinya bisa mendapat gambaran yang lebih presisi untuk mitigasi risiko lonjakan DBD.

“Antisipasi dini seharusnya dilakukan dengan menggerakkan seluruh kabupaten/kota beserta masyarakatnya untuk memitigasi risiko DBD ini. Jangan setelah kejadian baru sibuk menggerakkan warga untuk kebersihan lingkungan dan sebagainya,” dalih Deni.

Selain itu, manajemen informasi yang baik diperlukan untuk memberi edukasi secara tepat kepada warga agar tak salah dalam penanganan DBD.

“Salah satunya, jangan sampai warga terlambat ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala demam tinggi tiga hari dengan bintik-bintik merah atau gusi berdarah. Sekali terlambat, bisa membahayakan nyawa. Kami melihat Pemprov Jatim belum memiliki sistem manajemen informasi yang sampai menyentuh akar rumput terkait hal-hal seperti ini,” jelasnya.

Aspek kedua, lanjut Deni, adalah kesiapan infrastruktur layanan kesehatan, termasuk dari segi obat-obatan. Ia berharap Pemprov Jatim terus memonitor kesiapan layanan dalam menangani lonjakan kasus DBD.

“Dan segera menempuh langkah yang diperlukan bila ada case ketidaksiapan infrastruktur layanan di sebuah daerah, misalnya dengan mengirim bantuan baik dari sisi SDM, peralatan, maupun obat-obatan,” harapnya.

Aspek ketiga adalah akses kepada layanan kesehatan, apakah mudah atau tidak. Ini untuk memastikan masyarakat tidak takut untuk segera berobat ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala DBD.

“Sebab, tidak bisa dimungkiri, ada sebagian warga terutama kelompok miskin yang masih takut datang ke fasilitas kesehatan karena ada stigma harus bayar mahal,” ujar Deni.

Di tambahkan, penanganan ketiga aspek tersebut sangat tergantung pada kualitas kepemimpinan di daerah.

“Kejadian lonjakan DBD ini merupakan batu ujian leadership jajaran pejabat di Pemprov Jatim. Bila ini tidak tertangani optimal, maka wajar jika publik mempertanyakan kualitas kepemimpinan para pejabat Pemprov Jatim, khususnya yang membidangi masalah kesehatan,” pungkas politikus muda PDI Perjuangan ini. (tis)

You may also like

Leave a Comment