Home HomeAplikator Langgar SK Gubernur Jatim, Front Driver Online Wadul Komisi D DPRD Jatim

Aplikator Langgar SK Gubernur Jatim, Front Driver Online Wadul Komisi D DPRD Jatim

by sabda news

SabdaNews.com  – Front Driver Online (FRONTAL) Jawa Timur menggelar audensi dengan Komisi D DPRD dan dinas terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait adanya pelanggaran aplikator ojek online (Ojol) terhadap Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No.88/512/KPTS/013/2023 tentang regulasi tarif angkutan sewa khusus (ASK) di ruang Banmus DPRD Jawa Timur, Senin (19/5/2025).

Ketua Dewan Presidium FRONTAL Jatim Tito Ahmad mengatakan bahwa hampir semua aplikator ojol di Indonesia melanggar Keputusan Menteri Perhubungan No.KP 667 Tahun 2022. Begitu juga di Jatim, aplikator ojol juga melanggar SK Gubernur karena penentuan tarif dilakukan sepihak sehingga tidak memenuhi tarif batas atas dan batas bawah yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Khofifah.

Sesuai SK Gubernur Jatim, kata Tito tarif batas bawah untuk ASK roda empat (R4) adalah Rp.3.800 dan tarif batas atasnya sebesar Rp.6.500 perkilometer serta tarif minimal sebesar Rp.15.200 perkilometer ang harus dibayarkan oleh penumpang untuk arak tempuh 4 kilometer pertama.

Sementara tarif batas bawah untuk biaya jasa ojol roda dua (R2) batas bawah sebesar Rp.2000 perkilometer dan batas atasnya sebesar Rp.2.500 perkilometer serta biaya jasa minimal dengan rentang Rp.8000 sampai Rp.10.0000 perkilometer.

“Para aplikator ojol itu tak mau menerapkan tarif batas bawah yang sudah diatur dalam SK Gubenur Jatim. Bahkan mereka dengan sengaja memotong lagi tarif bersih yang harusnya diterima driver ojol sehingga kesejahteraan para driver ojol kian mengenaskan,” ujar Tito dihadapan anggota Komisi D DPRD Jatim.

“Besok para driver ojol akan menggelar aksi di kantor Gubernur Jatim dengan harapan segera ada solusi terkait permasalahan yang dihadapi diver ojol ini,” imbuhnya.

Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Komisi D DPRD Jatim Abdul Halim mengatakan bahwa aplikator angkutan sewa khusus (ASK) tidak bisa seenaknya menetapkan tarif karena sudah ada aturan baku dari Kemenhub maupun SK Gubenur Jatim.

“Kalau sudah ada bukti nyata perusahaan aplikator ojol melanggar SK Gubernur Jatim tentang tarif batas atas dan batas bawah, ya harus ditutup biar tidak semakin merugikan para driver. Tinggal bagaimana kita bikin permohonan itu karena yang punya kewenangan menutup adalah kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini kementerian Komdigi,” tegas politikus Partai Gerindra.

Abdul Halim juga memaklumi jika perwakilan dari perusahaan aplikator yang hadir dalam pertemuan ini seperti, Grab, Gojek, Maxim, Shoope dan Lalama tidak bisa mengambil kebijakan karena keputusan perusahaan ada di pusat. Namun pihaknya tetap berharap supaya bisa disampaikan atau dihadirkan dalam pertemuan dengan Gubernur Jatim besok.

“Tolong disampaikan ke pimpinan perusahaan aplikator di pusat. Kalau tidak mau mematuhi SK Gubernur Jatim ya aplikasinya akan diusulkan untuk ditutup. Dan itu tugas Biro Hukum dan Dinas Komdigi Jatim untuk membuat kajian surat usulan penutupan aplikator yang merugikan driver ojol di Jatim,” beber pria asal Bangkalan Madura ini.

Masih di tempat yang sama, Kadishub Jatim Nyono yang juga selaku pembina tarif memberikan solusi alternatif agar para aplikator ojol segera membuat permohonan ke Dishub Jatim untuk digelar rapat bersama dengan melampirkan hasil kajian aplikator yang dijadikan dasar penentuan tarif bagi para driver dan tidak menciderai SK Gubernur Jatim.

“Kalau memang tidak melanggar SK Gubernur, baru akan kami fasilitasi ketemu dengan mitra (driver). Kalau secara subtansial tidak melanggar SK Gubernur ya tentu Go (program anda bisa) dijalankan tapi tentu harus ada persetujuan dengan mitra dalam bentuk berita acara kesepatan karena itu mekanisme di pemerintahan,” jelas Nyono.

Diakui Nyono, tarif yang diberlakukan aplikator hingga membuat keresahan para driver itu akibat dibuat secara sepihak tanpa melibatkan pembina tarif. Padahal Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan sudah melimpahkan kewenangan tarif itu kepada pemerintah provinsi dalam hal ini Dishub sebagai pembina tarif.

“Sekali lagi saya mohon, aplikator sebelum membuat program program baru seperti Granb Hemat Berbayar dan lainnya itu harus dikaji lebih dulu agar hasil akhir berupa tarif yang ditetapkan itu melangar SK Gubernur atau tidak. Kalau melanggar ya konsultasikan ke kami dulu lah sebelum diberlakukan biar tidak membuat gaduh,” tegasnya.

Terlebih, lanjut Nyono dalam aturan Kemenhub sudah jelas bahwa aplikator tidak boleh mengambil keuntungan lebih dari 20%. Bahkan dari 20% keuntungan itu dirinci lagi dimana sebesar 15% untuk biaya aplikasi dan 5% untuk ansuransi keselamatan driver.

“Harusnya aturan itu dipatuhi, sebab menurut para driver lebih dari 20% aplikator mengambil keuntungan sehingga pendapatan yang diterima driver sangat minim. Intinya, jangan ada yang melanggar, kalau dilanggar ya pasti bentrok,” tuturnya.

Di tambahkan Nyono, persoalan ojol itu bukan hanya soal tarif dan kuota yang menjadi kewenangan Dishub. Namun juga menyangkut institusi lain yaitu Komdigi khusunya menyangkut sanksi, pemblokiran dan lainnya. Makanya, pembinaan itu bisa dilakukan dinas yang serumpun dengan Komdii yaitu Dinas Kominfo.

“Sayangnya, Dinas Kominfo terkesan lempar handuk tidak mau terlibat, sehingga semakin rumit. Padahal masalah ini terjadi di Jawa Timur sehingga harusnya mengutamakan bagaimana SK Gubernur soal tarif batas atas dan batas bawah bisa dijalankan dengan baik oleh seluruh aplikator,” sindirnya.

Ia juga membenarkan, hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur layanan pengantar makanan dan barang secara online. Sebab, Permenhub No.12 Tahun 2019 hanya berlaku untuk layanan antar penumpang.

“Makanya aplikator layanan pengantar makanan dan barang cenderung seenaknya dalam memberlakukan tarif kepada para mitranya. Ini juga dikeluhkan mitra yang ada di Jatim,” pungkas Nyono. (pun)

You may also like

Leave a Comment