SabdaNews.com – Orasi kebangsaan Anies Rasyid Baswedan saat menghadiri pagelaran Simfoni Kebangsaan dengan simpul-simpul relawan di Jatim di Dyandra Conention Hall Surabaya, Jumat (17/3/2023) berlangsung meriah dan spektakuler.
Bacapres pada Pemilu 2024 mendatang diusung Koalisi Perubahan itu mengatakan, bahwa gelombang keinginan perubahan Indonesia menjadi lebih baik itu semakin kuat dan terlihat di Jatim khususnya di Kota Surabaya.
Mengingat, di Kota Pahlawan ini pada bulan akhir Oktober hingga pertengahan November 1945 silam, puluhan ribu keluarga mengirimkan anak-anak mudanya untuk berjuang dan bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dan lebih dari 20 ribu orang dimakamkan sehingga Surabaya menjadi harum oleh darah para syuhada Indonesia.
“Mereka tidak mati sia-sia karena pesan itu bergaung ke seluruh dunia, dimana kemerdekaan yang awalnya diframing penjajah hanya keinginan orang intelektual, keinginan orang sekolahan dan elit politik berubah menjadi kemerdekaan Indonesia itu merupakan keinginan semua anak bangsa. Gelora dari Surabaya untuk Indonesia itu masih terasa hingga saat ini,” terang Anies.
Begitu juga dalam gelaran simfoni kebangsaan ini, kata Anies terlihat jelas keragaman Indonesia. Dan Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang masyarakatnya sangat beragam.
“Yang ingin saya garisbawahi bahwa yang hebat itu bukan sekedar beragamnya. Mengingat keberagaman itu ada di banyak tempat dan banyak negara, tapi yang unik disini adalah persatuan Indonesia,” tegasnya.
Di tambahkan Anies, keberagaman itu adalah karunia ilahi, sehingga patut kita syukuri keragaman itu sebagai sebagai suatu karunia yang harus kita jadikan sebagai sebuah kebersamaan.
“Warna-warni itu indah ketika berderet membentuk pelangi. Keragaman itu indah ketika tetap bersatu membentuk simfoni kebangsaan. Ketika keragaman tanpa persatuan disitu menjadi rasa perih, pedih massal. Tapi ketiga keragaman bersama dengan kerbersamaan, disitu terjadi simfoni yang amat indah,” ungkap mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Menurut Anies, menjadi satu Indonesia itu bukan sekedar proses yang terjadi sebentar tapi harus melewati proses yang panjang. Dimana satu peristiwa membentuk peristiwa berikutnya dan membuat kita maju dan fase yang lebih baik.
Kita menjadi satu karena kita ingin merdeka. Sebab kolonialisme menghadirkan ketidakadilan dan merdeka adalah jembatan menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Merdeka itu bukan sekedar untuk menggulung kolonialisme tapi merdeka itu untuk menggelar keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semuanya,” tegas Anies Baswedan.
Perjalanan bangsa Indonesia saat ini, kata Anies merupakan fase yang kelima. Fase pertama adalah pada tahun 1928 dimana terjadinya persatuan melalui pernyataan menjadi satu bangsa dan berbahasa satu bahasa Indonesia.
“Tidak ada negara yang menyepakati bersama satu bahasa bersama sebelum hadirnya negara kecuali bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Pada 17 Agustus 1945 adalah fase kedua yaitu kita menjadi satu negara yaitu Negara Republlik Indonesia. Namun dalam perjalanannya, kata Anies kita belum benar-benar satu negara karena sejatinya kita masih masuk fase Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berpusat di Yogjakarta dengan 15 negara bagian lainnya.
Baru pada 3 April 1950, lanjut Anies Indonesia memasuki fase ketiga yaitu menjadi satu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Mosi Integral Natsir.
“Ini semua bisa terealisasi karena semua unsur yang ada disana menempatkan kepentingan nasional diatas kepentingan daerah, diatas kepentingan kelompok. Karenanya, kata Bung Hatta proklamasi yang kedua itu terjadi pada 17 Agustus 1950,” jelasnya.
Kendati demikian, Indonesia sejatinya belum memiliki satu wilayah. Peristiwanya terjadi di Cirebon dimana saat itu Bung Karno bersama Ir Djuanda menyaksikan kapal-kapal berbendera asing banyak bersandar di pelabuhan Cirebon.
Ir Djuanda menjelaskan kondisi itu bisa terjadi karena laut Jawa itu termasuk dalam perairan internasional atau bukan termasuk wilayah Indonesia. Artinya wilayah Indonesia saat ini hanya meliputi tanahnya (daratan) saja sedangkan airnya masih milik internasional.
Oleh karenanya melalui Deklarasi Djuanda, Indonesia menyatakan bahwa tanah dan air menjadi satu teritori. Namun dunia masih tidak mau menerima dan mengakui perairan Indonesia adalah milik Indonesia bukan milik internasional.
“Bangsa ini tidak pernah lelah untuk berjuang melalui berbagai forum, akhirnya pada tahun 1982 seluruh wilayah air Indonesia adalah tanah air Republik Indonesia,” beber Anies Baswedan.
41 tahun kemudian tepatnya pada tahun 2023 ini, kata Anies kita bersama-sama menyaksikan dan perlu kita perjuangkan fase kelima yaitu kita ingin Indonesia bersatu dan punya kesetaraan serta mendapatkan peluang yang sama.
Siapapun, lahir dimanapun punya kesempatan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, pelayanan pendidikan yang baik dan tidak ada suatu tempat yang merasakan ketimpangan yang luar biasa, karena itu kedepan fase yang kelima adalah satu perekonomian yang berkeadilan bagi semuanya.
“Inilah yang kita perjuangkan di tahun 2024, Indonesia memasuki sebuah fase ke arah berikutnya bukan dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. Kalau menchat pemilu, pemilu itu bukan soal meneruskan atau tidak meneruskan pemerintahan sebelumnya,” ujar Anies.
“Pemilu itu adalah kesempatan kita melihat kembali titik awal perjalanan sebagai negara,” imbuhnya.
Analogi itu bisa berkaca dari pengalaman pelajaran Pramuka, dimana saat kita mengembara berkelompok berangkat dari satu titik menuju ke titik yang lain. Setelah berjalan 2 jam berhenti membuka kompas melihat dimana titik berangkat dan dimana titik yang dituju. Apakah masih berada di dalam jalur yang benar atau jalurnya harus ambil yang baru supaya bisa menapai tujuan rencana awal ketiga perjalanan pengembaraan dimulai.
Begitu juga ketika kita berbicara 5 tahunan (pemilu) itu seperti waktunya berhenti menengok kebelakang. Republik ini pertama kali didirikan adalah untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta terlibat dalam ketertiban dunia.
“Jadi tenggok ke depan, apakah kita masih disini. Kalau tidak maka kita ambil jalur baru untuk menuju pada penuntasan rencana awal pendirian republik ini,” tegas mantan Rektor Universitas Paramadina ini.
Ia juga mengingatkan bahwa republik ini didirikan oleh orang-orang yang berintegritas, tidak memperjualbelikan jabatannya, dan orang-orang yang rela berjuang berjuang tanpa memikirkan akan mendapat apa dari negara melainkan hanya memikirkan kebaikan bagi semuanya di masa depan.
“Makanya kita harus kembalikan spirit itu di dalam penyelenggaraan pemerintahan kita,” pinta Anies.
Orang-orang terpercaya itu, kata Anies minimal memiliki tiga hal. Pertama, dia memiliki kompetensi yang baik. Kedua, dia punya integritas yang baik, dan ketiga, dia punya kedekatan dengan rakyatnya.
“Ketiga hal itulah yang membuat orang terpercaya,” tegasnya.
Di negeri ini sudah terlalu banyak orang yang berkompeten tapi tak membawai integritas. Dan kita juga menyaksikan otang punya integritas tapi tidak punya kompetensi. Bahkan kita juga menyaksikan orang yang dekat dengan rakyat tanpa kompentensi.
“Mari kita tawarkan ketiga-tiganya untuk membawa perubahan bagi republik Indonesia. Kita ingin mendorong orang-orang terpercaya yang stoknya banyak tapi mereka belum mendapat kesempatan untuk mewakili kita semua,” ungkapnya.
“2024 itu soal meraih cita-cita janji kemerdekaan yang dulu kita tetapkan sebagai pemimpin. Karena itu perjalanan kedepan itu sangat menentukan, dan kita sama-sama telah tetapkan untuk mendorong perubahan untuk perbaikan dan perubahan untuk keadilan sosial,” imbuhnya.
Gelombang ini, pinta Anies harus dijaga bersama-sama karena perubahan dan perbaikan ini bukan untuk sebagian tapi ini gerakan untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Mari gabungkan semua, ajak semuanya, jangkau semuanya. Bahwa ketika kita berbicara menghadirkan keadilan maka itulah kesetaraan kesempatan,” ujarnya.
Dengan adanya kesetaraan kesempatan, maka bisa memunculkan harmoni, saling menghormati, saling menghargai, bukan ketengangan, bukan ketidaksukaan satu sama lain tapi justru memunculkan ketenangan, keteduhan dan kedamaian.
“Itulah hasil dari sebuah payung kesetaraan kesempatan. Kedamaian itu bukan hanya ditandai dengan tidak adanya konflik tetapi juga bisa ditandai dengan hadirnya rasa keadilan bagi semua,” dalih Anies.
Inilah yang akan kita tuju bersama-sama, dan kita wujudkan serta kita ingin kembalikan republik ini didirikan dengan idealisme, dengan gagasan yang harus kita kedepankan serta kedepankan nilai-nilai itu karena republik ini didirikan dengan nilai-nilai yang diteladankan oleh para pemimpin bangsa.
“Bung Hatta mencintai rakyatnya tanpa syarat, karena itu rakyat menintai pemimpinnya tanpa syarat. Kita harus bisa mengembalikan itu, mari kita tunjukkan mencintai Indonesia tanpa syarat, kita bekerja untuk Indonesia tanpa syarat. InsyaAllah itu gerakan yang kan kita gelorakan dari Surabaya, dari Jawa Timur untuk Indonesia,” pungkas Anies Baswedan. (tis)