Home PEMBANGUNANAliansi Aksi 10 November 2025 Wadul Presiden Prabowo Terkait Konflik Agraria di Kota Surabaya

Aliansi Aksi 10 November 2025 Wadul Presiden Prabowo Terkait Konflik Agraria di Kota Surabaya

by sabda news

SabdaNews.com – Perjuangan “Surat Ijo” di Surabaya terus berlanjut. Bahkan hingga Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto, perjuangan tersebut tak pernah padam. Sebab perjuangan “Surat Ijo” adalah perjuangan warga pemegang Izin Pemakaian Tanah (IPT) milik Pemerintah Kota Surabaya untuk mendapatkan kepastian hukum dan hak atas tanah yang mereka tempati selama puluhan tahun.

Perjuangan ini melibatkan berbagai upaya, termasuk menuntut pengakuan hak milik atau setidaknya Hak Guna Bangunan (HGB) dan menyoroti masalah hukum seperti beban retribusi yang terus naik, status hukum tanah, serta pengelolaan aset daerah yang dianggap tidak transparan.

Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025, sebuah gerakan perjuangan dilaksanakan kembali sebagai pengingat agar semua pihak tak mudah melupakan urusan tersebut. Penyelenggaranya adalah Aliansi Penghuni Tanah Surat Ijo Kota Surabaya (APTSIKS).

Koordinator aksi Satryo Kendro menyatakan, bahwa gerakan ini bukan datang begitu saja. Namun ada yang melatarbelakangi yakni praktik domein verklaring Wali Kota Surabaya, mulai dari era Wali Kota Sunarto, Bambang DH, Tri Rismaharini, dan Eri Cahyadi yang selalu bersikukuh menyatakan tanah surat ijo adalah aset Pemkot Surabaya tanpa melakukan identifikasi asal-usul tanah yang diakui asetnya tersebut.

“Aksi Aliansi Aksi 10 November 2025 ini bertujuan agar supaya jelas mana tanah milik pemerintah Kota Surabaya dan tanah negara yang diakui secara sepihak oleh Wali Kota Surabaya tanpa SKHPL dari Menteri Agraria selaku wakil pemerintah pusat yang mengatur tanah di bumi Indonesia,” kata Tyok sapaan akrab, Senin (10/11/2025).

Senada, Yudie Prasetyo selaku korlap aksi menjelaskan bahwa sejarah dan riwayat demo serupa terkait protes yang dilakukan penghuni tanah surat ijo dimulai pada 1997 sejak adanya HPL yang dimiliki Pemkot Surabaya yang dinilai cacat hukum karena tidak memenuhi syarat SKHPL yang diberikan oleh Menteri Agraria.

“Apabila tanah yang dimohonkan SKHPL harus bebas dari pendudukan/penggarapan rakyat, apabila ingin memohonkan atas tanah yang sudah lebih dulu diduduki warga maka harusnya Pemkot Surabaya mengganti rugi atau mengurangi luas tanah yang diduduki masyarakat,” tegasnya.

Dari latar belakang itu maka aksi pada hari ini, paling tidak mengusung dua isu utama yang ingin disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. Pertama, tanah yang diakui aset pemerintah kota adalah tanah partikelir yang sudah menjadi tanah negara; Kedua, tanah peninggalan Belanda yang diduduki masyarakat karena ditinggal pergi pemiliknya.

Aksi dimulai pukul 09.00-selesai. Titik kumpul di Monumen Tugu Pahlawan Surabaya dilaksanakan dengan damai dengan menyampaikan orasi yang berisi tuntutan para peserta aksi yang diperkirakan berjumlah 500 orang.

“Dari Tugu Pahlawan kami akan melanjutkan aksi di kantor Wali Kota Surabaya,” tegas Tyok sapaan akrabnya.

Unsur yang terlibat adalah dari elemen surat ijo meliputi; P2TSIS(Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya),
KPSIS(Komintas Pejuang Surat Ijo Surabaya), KLPS (Kampung Londo Peneleh Surabaya), FASIS(Forum Auditor Surat Ijo Surabaya), FPPI (Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia), AMPS (Aliansi Masyarakat Peduli Surabaya), FPL (Forum Perjuangan Lokamandiri).

Berikutnya, ARPG (Aliansi Relawan Prabowo Gibran), KBRSP (Keluarga Besar Rakyat Surabaya Perjuangan), Lasboyo (Laskar Suroboyo), SWF (Surabaya WaterFront Land), Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya), PKW( Perkumpulan Kerukunan Warga), Elemen Serikat Buruh, Forum Solidaritas Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), MSRI (Media Suara Rakyat Indonesia) dan masih banyak lagi.

“Semua ini kami lakukan demi penyelesaian konflik agrarian di Surabaya yang berkeadilan dan bermartabat,” tandas Tyok. (pun)

You may also like

Leave a Comment