SabdaNews.com – Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur menyoroti masih tingginya angka perkawinan anak di Jawa Timur. Hal ini terungkap dalam Laporan Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) atas hasil pembahasan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2024.
Juru Bicara Komisi E DPRD Jawa Timur, Indriani Yulia Mariska, menyampaikan bahwa pembahasan Raperda tersebut telah dilakukan bersama mitra kerja Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur.
“Komisi E DPRD Jatim telah melakukan pembahasan terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 bersama dengan Mitra Kerja Komisi E DPRD Jatim,” ujarnya pada rapat paripurna Senin (26/5/2025) kemarin.
Indriani mengungkapkan, Komisi E memberikan apresiasi atas capaian kinerja dan serapan anggaran mitra kerja yang mencapai lebih dari 90 persen. Namun, pihaknya juga memberikan bebrerapa catatan sebagai bahan evaluasi.
Salah satu isu penting yang disorot adalah masih tingginya angka kasus perkawinan anak di Jatim. Data Pengadilan Tinggi Agama menunjukkan bahwa angka dispensasi kawin di provinsi ini masih tergolong tinggi.
“Kasus perkawinan anak masih tetap tinggi di Jawa Timur. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama bahwa Angka Dispensasi Kawin pada tahun 2022 sebesar 15.095, tahun 2023 sebesar 12.334 dan tahun 2024 sebanyak 8.753,” jelas Indriani.
Menurut dia, data tersebut hanya mencerminkan kasus-kasus yang tercatat secara resmi melalui dispensasi kawin. Fakta di lapangan menunjukkan angka yang lebih besar karena masih banyak perkawinan anak yang tidak melalui proses hukum formal.
“Data tersebut merupakan data formal yang tercatat pada Pengadilan Tinggi Agama. Namun perkawinan anak yang tidak melalui dispensasi kawin justru lebih banyak di tengah masyarakat,” tegasnya.
Komisi E menilai tingginya angka perkawinan anak ini merupakan masalah pembangunan yang perlu mendapatkan perhatian serius dan penanganan secara komprehensif. Kolaborasi antara instansi pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dinilai penting untuk menekan angka kasus tersebut.
“Hal ini berarti kasus perkawinan anak menjadi permasalahan Pembangunan Provinsi Jawa Timur yang harus disinergikan dengan instansi terkait dan masyarakat,” harap Indriani.
Selain isu perkawinan anak, Komisi E juga menyoroti persoalan kemiskinan yang masih menjadi tantangan besar di Jatim. Meski data mencatat penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 9,56% per September 2024, namun persoalan kemiskinan ekstrem tetap menjadi perhatian utama.
“Persentase penduduk miskin hingga September 2024 mengalami penurunan menjadi 9,56%, turun sebesar 0,23% dibandingkan Maret 2024,” paparnya.
Untuk menuntaskan persoalan kemiskinan, Komisi E mendorong agar Pemprov Jatim terus mensinergikan kerja dan anggaran lintas OPD, terutama di daerah-daerah dengan kategori kemiskinan ekstrem.
“Meski demikian, upaya ekstra masih dibutuhkan, terutama di wilayah dengan kategori kemiskinan ekstrem, dengan mensinergikan kerja dan anggaran lintas OPD di lingkungan Pemprov Jatim,” pungkasnya. (pun)