SabdaNews.com – Wacana perubahan mekanisme sistem pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung oleh rakyat (one man one vote) menjadi pemilihan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menjadi sorotan publik.
Sebagaimana diketahui bersama, Presiden RI Prabowo Subianto mengangkat isu tersebut saati sambutan pada Puncak HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Kamis (12/12/2024) lalu. Ia menyebut perlunya kajian ulang terhadap sistem Pilkada langsung, mengingat berbagai dampak negatif yang ditimbulkan.
Prabowo menggarisbawahi bahwa Pilkada langsung selama ini kerap memunculkan permasalahan. Seperti biaya penyelenggaraan yang sangat tinggi, konflik sosial, hingga penyebaran hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.
“Kita harus memikirkan mekanisme yang lebih efektif dan efisien, tanpa mengorbankan esensi demokrasi,” harap pria yang juga ketua dewan pembina Partai Gerindra.
Menyambut gagasan tersebut, politisi Partai Golkar Jawa Timur, Adam Rusyidi, turut memberikan pandangannya. Ia menyebut Partai Golkar sebagai partai terbuka ingin mengajak masyarakat berdiskusi secara mendalam terkait wacana tersebut.
“Golkar ingin tahu, apakah wacana ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat atau hanya menarik bagi kalangan elit politik? Ini yang perlu kita gali,” kata Adam, Minggu (15/12/2024).
Ketua Komisi C DPRD Jatim ini tidak menutup mata terhadap persoalan yang ditimbulkan Pilkada langsung. Menurutnya, biaya tinggi menjadi salah satu masalah utama. Selain biaya penyelenggaraan dan keamanan, Adam juga menyoroti adanya praktik money politic dan bahkan kasus kekerasan yang berujung pada hilangnya nyawa.
“Kita prihatin melihat Pilkada yang berujung konflik. Demokrasi itu seharusnya damai dan mendewasakan masyarakat, bukan menjadi ajang perpecahan atau penyebaran hoaks,” tegas pria yang juga Ketua DPD Partai Golkar Sidoarjo ini.
Namun, Adam menegaskan, perubahan mekanisme sistem Pilkada harus dilakukan dengan kajian yang mendalam dan mempertimbangkan asas manfaat.
“Yang terpenting adalah bagaimana Pilkada dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat,” dalihnya.
Adam juga mengingatkan bahwa keputusan soal mekanisme Pilkada tidak boleh terburu-buru. “Harapan kami, masyarakat terlibat aktif dalam diskusi ini. Jangan sampai hanya menjadi isu elit,” tambahnya.
Sementara itu, isu ini memancing pro dan kontra di berbagai kalangan. Beberapa pihak menilai Pilkada langsung merupakan simbol demokrasi yang harus dipertahankan, sementara yang lain menyebut mekanisme ini telah membawa lebih banyak masalah daripada manfaat.
Banyak pihak berharap, apa pun mekanisme yang dipilih, demokrasi Indonesia tetap menjadi alat untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan menjaga stabilitas nasional. (pun)