Kemendagri Akui Banyak Stok Pejabat Pusat untuk Jabatan Pj Kepala Daeerah
SabdaNews.com – Komisi A DPRD Jatim terus menggali informasi terkait mekanisme penetapan Penjabat (Pj) Kepala Daerah di Jatim, termasuk Akhir Masa Jabatan (AMJ) Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak.
Komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan ini melakukan pertemuan dengan Kasubdit II Direktorat Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Herni Ika di kantor Badan Penghubung Daerah Provinsi Jawa Timur di Jakarta guna membahas terkait mekanisme penetapan Pj Kepala Daerah, Selasa (26/9/2023).
Dalam pertemuan itu, Herni Ika menyatakan bahwa stok nama dari pusat juga banyak untuk Pj Gubernur Jatim.
“Untuk usulan nama dari pusat contohnya seperti Jawa Tengah. Kalau Jatim mengusulkan dari pusat, bisa karena banyak stok nama. Stok di Kemendagri juga banyak kok,” dalihnya.
Herni menyebut ketersediaan jabatan tinggi madya (JTM) dan jabatan tinggi pratama pusat dan daerah tersebar di kementerian lembaga sebanyak 3.123 dan JPT pratama provinsi sebanyak 1.503.
Dia juga menyampaikan Kemendagri akan berkirim surat ke DPRD Jatim untuk meminta tiga nama calon sebagai Pj Gubernur Jatim pada akhir November mendatang.
“Jadi, satu bulan sebelum akhir masa jabatan Gubernur Jatim berakhir,” imbuhnya.
Di samping tiga nama dari DPRD provinsi, Kemendagri juga akan menyiapkan usulan tiga nama. Total enam nama ini bakal diusulkan dalam forum pra-TPA (tim penilai akhir) di mana para kandidat itu akan dicek riwayat dan rekam jejaknya oleh lintas kementerian dan lembaga, seperti PPATK, KPK, dan lainnya.
“Setelah melewati tahapan tersebut, nama-nama para kandidat akan dibawa sidang TPA yang disebut juga terdiri berbagai kementerian dan lembaga serta dipimpin oleh presiden,” ujarnya.
Sesuai Pasal 201 ayat (6) ‘Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023. Termasuk Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim.
“Sisa yang harusnya berakhir pada 14 Februari 2024 tapi sesuai UU berakhir akhir Desember 2023 hanya mendapatkan gaji pokok saja nanti Gubernur dan Wakil Gubernurnya,” beber Herni.
Terkait dengan syarat Pj Gubernur sesuai Pasal 7 yakni ASN yang diangkat menjadi Pj Gubernur tetap menduduki JPT Madya. Dalam pelaksanaan tugasnya, Pj Gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri.
Disamping itu, lanjut Herni, JPT Madya yang pejabatnya diangkat menjadi Pj Gubernur, jabatannya diisi dengan pelaksana harian. Dalam hal JPT Madya yang diangkat menjadi Pj Gubernur berasal dari sekretaris daerah, jabatannya diisi dengan penjabat sekretaris daerah.
Pada kesempatan sama, Ketua Komisi A DPRD Jatim, Mayjen TNI (Purn) Istu Hari Subagio, mengatakan bahwa pihaknya akan action kembali saat Kemendagri berkirim surat ke DPRD Jatim pada akhir November atau satu bulan sebelum masa jabatan Gubernur dan wakil gubernur Jatim berakhir.
“Dengan begini, kami tahu persis mekanismenya kapan akan diajukan, ternyata satu bulan sebelumnya. Kalau Bu Gubernur berakhir pada 31 Desember 2023, berarti akhir November baru berkirim surat,” politikus Partai Golkar.
“Habis bersurat itulah kita aksi agar menghasilkan tiga nama, atau bahkan seperti di Lumajang juga bisa,” lanjutnya.
Mantan Gubernur Akmil itu pun berharap usulan dari Jawa Timur bisa didengarkan oleh Kemendagri dan mempertimbangkan masukan dari bawah.
“Semoga usulan dari Jawa Timur bisa didengarkan oleh pusat,” harap Istu Hari Subagio.
Senada, anggota Komisi A DPRD Jatim, Freddy Poernomo menyebut proses penunjukkan Pj Kepala Daerah di Jatim oleh Kemendagri merupakan bentuk kegagalan dari sistem demokrasi.
“Seharusnya sebagai open legal policy, itukan ada di tingkat masing-masing daerah. Apalagi gubernur itu selain kepala daerah juga sebagai kepanjangan tangan presiden di daerah,” dalihnya.
Freddy menjelaskan, gubernur memiliki mandatory dari presiden untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kabupaten/kota. Oleh karena itu, usulan nama Pj yang diajukan provinsi atau kabupaten/kota, seharusnya dipertimbangkan oleh pemerintah pusat.
“Mandatory ini sebenarnya harus dipahami, kita mempunyai sistem otonomi daerah. Ini yang menjadi bentuk protes kami kepada pemerintah pusat,” kata Fredy Poernomo.
Di samping itu, politikus Partai Golkar Jawa Timur ini juga menyayangkan sikap pemerintah pusat yang tidak menghargai usulan nama Pj dari provinsi maupun kabupaten/kota. Menurut Freddy hal ini menunjukkan bentuk dari kesewenang – wenangan pemerintah pusat.
“Kalau hanya sekadar formalitas, kabupaten/kota mengusulkan nama melalui jajak pendapat, kemudian gubernur mengusulkan berbeda, pemerintah pusat berbeda, ini saya kira kelemahan sistem koordinasi,” tegasnya.
Ia meminta kepada pemerintah pusat agar dapat memperbaiki mekanisme penunjukkan Pj kepala daerah. Hal ini diharapkan agar penunjukkan Pj kepala daerah lebih demokratis dan menghargai kewenangan daerah.
“Ini yang menjadi protes kami. Seolah-olah kami di daerah orangnya tidak becus, tidak ngerti aturan. Ini yang saya juga sayangkan kepada pemerintah pusat,” ungkap Freddy.
Dalam pertemuan tersebut juga dihadiri Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, Didik Chusnul Yakin. (pun)