78 Tahun Merdeka, Kolonialisme Terselubung Masih Ada Di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur

by Redaksi

Buruh Mahasiswa dan Rakyat Bersatu Kepung Balai Kota Surabaya Menolak HGB di Atas HPL dan SHM Harga Mati

SabdaNews.com – Jelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78 Tahun, warga Kota Surabaya baik dari kalangan mahasiswa, buruh serta masyarakat biasa menggelar aksi mengepung Balai Kota Surabaya menuntut Pemkot Surabaya mewujudkan kemerdekaan agrarian dengan memberikan SHM bagi pemegang IPT (surat ijo) dan menolak HGB di atas HPL

Aksi demonstrasi ini dilakukan oleh gabungan organisasi pejuang surat ijo Surabaya, Buruh dan Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Presidium Surat Ijo (PRESISI). Masa aksi berangkat dari kampung masing-masing pada pukul 09.00 WIB untuk kemudian bergerak ke Gedung Negara Grahadi sebagai titik kumpul utama sekitar pukul 10.00 WIB.

Dari sana aksi dilanjutkan menuju kantor DPRD Kota Surabaya, dan terakhir menuju titik sasaran utama yakni Balai Kota Surabaya atau kantor Wali Kota Surabaya.

Menurut koordinator PRESISI Saleh Alhasni, demonstrasi ini guna mengembalikan sertifikat HPL ke negara karena dinilai cacat hukum sebab tidak melaksanakan Diktum ke-6 SKHPL

“Apabila di kawasan yang dimohonkan HPL ada pendudukan/penggarapan sebelum SKHPL diterbitkan maka Walikota Surabaya melakukan ganti rugi kepada penggarap atau mengeluarkan lahan tersebut dari permohonan,” kata Saleh.

Selain itu jika sebentar lagi usia kemerdekaan RI telah menginjak usia ke-78 dan UUPA telah menginjak usia 63 tahun sejak diundangkan, tapi cita-cira kemerdekaan bangsa berbasis agraria tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Bahkan cenderung diselewengkan oleh kekuasaan.

“Aksi kali ini bertujuan untuk menunjukkan kepada publik bahwa di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ini masih ada rakyat yang terjajah dan tidak memiliki tanah,” beber Saleh.

”Kami hendak menunjukkan bahwa warga surat ijo selama ini tidak memperolah hak atas tanahnya sejak UUPA 1960 hingga menjelang Hari Kemerdekaan RI ke-78,” imbuhnya.

Dijelaskan Saleh, Walikota Surabaya selalu menyatakan takut dipenjara kalau melepas Aset Pemkot Surabaya yang perolehannya tidak memiliki alas hak yang jelas (domain verklaring) sehingga diminta supaya Sertifikat HPL cacat Administrasi dikembalikan ke Pemerintah Pusat untuk dilakukan verifikasi asal usul aset dan yang bukan aset Pemkot Surabaya supaya diberikan kepada Rakyat Penghuni/Penggarap sesuai UU Pokok Agraria.

“Terakhir kami juga menuntut Wali Kota Surabaya membersamai warga Kota Surabaya turut memperjuangkan kemerdekaan agraria dengan diberikannya SHM bagi warga penghuni ‘Surat Ijo’, pintanya.

Masih di tempat yang sama Sekretaris FSPMI Kota Surabaya Nuruddin Hidayat menambahkan bahwa kaum buruh sengaja ikut terlibat dalam konflik agraria warga Surabaya penghuni ‘Surat Ijo’ dengan Pemkot Surabaya, karena memiliki 3 (tiga) alasan.

Pertama, Konflik agraria terbesar di Indonesia ini yang melibatkan sekitar 48 ribu persil rumah di Kota Surabaya, banyak diantara penghuni rumah tersebut merupakan buruh. Sehingga serikat buruh FSPMI Kota Surabaya mempunyai tanggung jawab moral untuk turut memprjuangkan terwujudnya kemerdekaan agraria penghuni surat ijo tersebut dengan diberikannya SHM.

Kedua, Paska reformasi Gerakan Buruh mengalami kemajuan, yang semula hanya mengurusi isu-isu pabrik, saat ini telah melampui dengan turut memperjuangkan isu-isu publik. Semisal isu kesahatan, Pendidikan, konflik agraria petani/buruh tani melawan perusahaan-perusahaan besar atau pun melawan negara, kekerasan seksual di lingkungan kerja, isu anti korupsi karena korupsi menjadi faktor utama penghambat investasi di Indonesia, dan lain lain.

“Bahkan lebih dari itu, Gerakan Buruh telah bertransformasi menjadi Gerakan Politik. Karena buruh sadar bahwa kesejahteraan mereka tidak lepas dari kebijakan politik penguasa,” jelas Nuruddin.

Ketiga, dalam sejarahnya dibutuhkan kesadaran persatuan guna memperjuangkan kesejahteraan bersama. Karena notabane yang dihadapi buruh dan rakyat ini mereka yang punya kuasa dan modal finansial yang besar. Oleh sebab itu sudah sewajarnya serikat buruh yang memiliki basis massa dapat membersamai perjuang-perjuang rakyat.

“Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan. Begitulah yang disampaikan Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Jejak Langkah,” kelakar Nuruddin.

Terakhir, kami dari serikat buruh akan terus membersamai perjuangan warga Surabaya penghuni ‘Surat Ijo’ untuk mewujudkan kemerdekaan agraria dengan diberikannya SHM.

“Jika permasalah ‘Surat Ijo’ ini tidak selesai hingga akhir bulan April 2024 mendatang, maka kami akan mengorganisir massa buruh untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran pada saat momen peringatan Hari Buruh Internasional tahun depan,” pungkasnya. (pun)

You may also like

Leave a Comment