– Ada pembiaran perkuat dugaan birokrasi di Pemprov Jatim sudah tak sejalan
SabdaNews.com – Langkah Sekdaprov Jatim membikin rilis untuk membenarkan persepsi bahwa tindakan TAPD Jatim merubah Nota Keuangan Raperda P-APBD 2023 berbeda dengan kesepakatan bersama dalam persetujuan KUA PPAS itu bisa dibenarkan, justru memperkeruh ketidakharmonisan antara DPRD dan Pemprov Jatim.
Pernyataan itu disampaikan juru bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim, Rohani Siswanto pada rapat paripurna tentang laporan pemandangan umum fraksi terhadap Raperda P-APBD Jatim 2023, Selasa (12/9/2023).
“Statemen Sekdaprov Adhy Karyono dalam rilis itu menunjukkan bahwa ia tidak paham alur pembahasan APBD, dan kenaifan dalam berpikir,” tegas Rohani Siswanto.
Padahal fakta menunjukkan bahwa angka belanja berubah tiga kali yakni dari rancangan KUA PPAS P-APBD 2023 sebesar Rp 35.129.253.255.209 menjadi Rp 34.786.031.255.209 saat kesepakatan KUA PPAS P-APBD 2023 dan berubah lagi menjadi Rp 35.232.891.255.255.208 saat Nota Keuangan.
Selanjutnya, kata politikus asal Pasuruan, Sekdaprov yang juga ketua TAPD Jatim menyatakan adanya selisih belanja antara kesepakatan rancangan perubahan KUA PPAS P-APBD 2023 dengan rancangan P-APBD 2023, karena pada saat nota keuangan terjadi pergeseran anggaran yang awalnya berada pada pos pembiayaan digeser ke pos belanja.
Hal itulah yang kemudian menjadi dasar menyatakan bahwa nota dan pendapat Banggar layak dilanjutkan untuk dibahas di komisi, tidak dapat dibenarkan. Dasarnya adalah ketentuan Pasal 170 PP No.12 tahun 2019, bahwa perubahan KUA dan perubahan PPAS menjadi pedoman perangkat daerah dalam menyusun RKA SKPD.
“Fakta pergeseran tersebut telah menyebabkan perubahan angka pada semua pos belanja, baik belanja operasional, belanja modal, belanja tak terduga, maupun belanja transfer,” tegas wakil ketua Komisi A DPRD Jatim.
Pergeseran secara sepihak yang dilakukan TAPD, tidak saja menciderai norma yang ada, tetapi juga secara etika hubungan antara legislatif dan eksekutif karena sejatinya perubahan ataupun pergeseran anggaran yang ada di APBD, seharusnya dilakukan melalui proses pembahasan bersama antara TAPD dengan Banggar DPRD Jatim.
“Jangan sampai DPRD hanya dijadikan tukang stempel untuk melgitimasi perubahan / pergeseran secara sepihak yang dilakukan TAPD. Jangan sampai hal tersebut menjadi hal yang lumrah dilakukan sehingga berpotensi memunculkan adanya “anggaran siluman” atau kesepakatan setengah kamar di luar pembahasan yang semestinya,” beber Rohani Siswanto.
Sekdaprov Adhy Karyono juga mengatakan pergeseran sepihak ini disebabkan karena mengikuti peraturan perundang undangan, baik ketentuan Pasal 78 PP No.12 tahun 2019, SE Kemendagri No.900.1.9.2/435/SJ tentang pendanaan pemilukada serta Perubahan Perda No.6 tahun 2022 tentang dana cadangan, kata Rohani adalah tidak tepat disampaikan sebagai landasan pembenaran.
“Sejatinya yang menjadi persoalan sebenarnya bukanlah pada dasar hukumnya, tetapi caranya? Mengapa usulan pergeseran tersebut tidak dilakukan melalui proses pembahasan bersama antara Banggar dan TAPD,” tegas Rohani.
Selanjutnya, Sekdaprov Jatim juga menyatakan bahwa secara regulasi perbedaan antara KUA PPAS dengan Nota Keuangan diperbolehkan berdasarkan Pasal 94 PP No.12 Tahun 2019.
“Menurut saya itu tidak tepat digunakan pada kondisi saat ini, mengingat Pasal 94 tersebut adalah landasan yang seharusnya dipergunakan untuk pengeluaran kedaruratan (mendesak) pada APBD murni, bukan pada P-APBD. Jadi Jaka Sembung Naik Becak, norma yang panjenegan gunakan gak nyambung Pak,” kelakar pria murah senyum ini.
Bahkan, kata Rohani dalam Permendagri No.77 tahun 2020 juga dijelaskan syarat mutlak kriteria mendesak dan keperluan mendesak itu apa saja. Dalam PP No.12 tahun 2019 batasan mendesak itu diatur pada Pasal 69 ayat (2).
“Pergeseran penyertaan modal yang semula di pos Pembiayaan digeser ke pos Belanja Daerah itu tidak memenuhi kriteria keperluan mendesak. Jadi ada potesi Abuse of Power tindakan yang dilakukan Sekdaprov bersama TAPD Jatim,” tegas wakil ketua Komisi A DPRD Jatim.
“Dalam PP No.94 tahun 2021, juga diatur sanksi disiplin pegawai dengan ancaman hukuman disiplin tingkkat berat,” imbuhnya.
Di akhir penyampaiannya, Rohani Siswanto menegaskan pemikiran kritis Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim kepada TAPD ini, adalah bentuk cintanya kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
“Semoga terselamatkan oleh langkah TAPD yang dipimpin Sekdaprov Adhy Karyono yang tidak memahami alur proses APBD dan P-APBD,” pungkasnya.
Terpisah, anggota DPRD Jatim lainnya menenggarai ketidakharmonisan antara Pemprov Jatim dan DPRD Jatim ini sejatinya imbas dari adanya ketidakharmonisan birokrat di lingkungan Pemprov Jatim. Alasannya, sudah bertahun-tahun membahas APBD dan P-APBD Jatim baru kali ini terjadi hal yang demikian.
“Saya tak habis pikir, di Pemprov Jatim itu banyak kepala OPD yang pintar dan berpengalaman membuat R-APBD. Kenapa mereka diam dan tidak mengingatkan jika langkah yang dibuat TAPD dalam pembahasan Raperda P-APBD Jatim 2023 itu salah. Jangan jangan mereka sengaja diam, biar kebobrokan TAPD diketahui langsung oleh DPRD Jatim,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya. (pun)