SUMENEP, SabdaNews.com – Kasus dugaan perselingkuhan yang menyeret nama seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep kini berbalik arah. Pihak kuasa hukum ASN tersebut menyatakan akan melaporkan sejumlah pihak atas dugaan penyebaran fitnah melalui media elektronik, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kuasa hukum ASN itu menegaskan, pihaknya telah mengantongi bukti kuat yang mengarah pada dua terlapor utama, yakni seorang pejabat eselon di salah satu dinas yang juga berperan sebagai penulis atau wartawan di media dinas tersebut, serta pihak pemberi data awal atau pelapor. > “Setidaknya ada dua pihak yang kami duga terlibat. Keduanya akan segera kami laporkan ke pihak berwajib,” ujar kuasa hukum tersebut kepada media, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, dugaan penyebaran fitnah dilakukan secara sistematis melalui media sosial dan portal berita lokal tanpa konfirmasi berimbang. > “Kami menghargai kebebasan pers, tetapi kebebasan itu tidak boleh dipakai untuk menyebarkan fitnah. Jika pemberitaan sudah mencemarkan nama baik tanpa bukti hukum yang sah, maka itu sudah masuk ranah pidana,” tegasnya.
Pelaporan Bisa Meluas ke Media
Kuasa hukum tersebut juga tidak menutup kemungkinan akan memperluas laporan kepada pihak media yang mempublikasikan berita tanpa melakukan verifikasi dan konfirmasi terlebih dahulu kepada pihak ASN yang dituduh. > “Kami temukan adanya media yang hanya menyalin berita tanpa verifikasi, bahkan menambahkan narasi provokatif. Ini bukan jurnalisme, tapi character assassination,” ujarnya. Ia menilai, pemberitaan semacam itu telah mencederai prinsip etika jurnalistik dan berpotensi melanggar pasal-pasal pidana dalam UU ITE.
Langkah Hukum dan Etika ke Fasilitas Kesehatan
Selain jalur pidana, tim kuasa hukum ASN tersebut juga tengah menyiapkan laporan ke lembaga penegak etik dan otoritas perizinan rumah sakit terkait dugaan pelanggaran profesionalitas oleh salah satu fasilitas kesehatan di Sumenep. > “Kami menemukan bukti bahwa seorang dokter yang merupakan pasien dari dokter spesialis kejiwaan justru dipekerjakan oleh rumah sakit di Sumenep. Ini menyalahi prinsip kehati-hatian dan etika profesi. Bagaimana jika suatu saat terjadi malpraktik, sementara rekam medis menunjukkan riwayat klinis kejiwaan?” tegas kuasa hukum itu.
Menurutnya, laporan ini diajukan sebagai bagian dari tanggung jawab moral untuk menjaga integritas profesi medis dan melindungi masyarakat dari potensi pelanggaran etik. > “Langkah hukum ini bukan bentuk pembalasan, melainkan upaya menjaga kehormatan profesi dan martabat ASN dari tuduhan yang tidak berdasar,” katanya.
Somasi Terbuka: Tuntut Permintaan Maaf di Media
Kuasa hukum ASN tersebut menegaskan bahwa pihaknya memberikan waktu 3×24 jam kepada semua pihak yang terlibat—baik pembuat berita maupun narasumber utama—untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di media tempat pemberitaan itu diterbitkan. > “Berita ini kami sampaikan sebagai bentuk somasi terbuka. Jika dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam tidak ada itikad baik untuk meminta maaf dan melakukan klarifikasi terbuka, maka kami akan segera membuat laporan resmi ke Polres Sumenep dan Polda Jawa Timur,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pihaknya siap menempuh seluruh jalur hukum yang tersedia, baik pidana maupun etik, untuk memastikan keadilan ditegakkan. > “Kami ingin kebenaran dikembalikan ke relnya. Hukum harus menjadi pelindung, bukan alat untuk menghancurkan seseorang melalui opini publik,” pungkasnya.
Faktanya: Tidak Pernah Ada Perselingkuhan
Dari hasil konfirmasi langsung kepada pihak yang disebut-sebut sebagai terduga selingkuhan, diketahui bahwa tidak pernah ada hubungan perselingkuhan sebagaimana diberitakan sebelumnya. Keduanya disebut hanya memiliki hubungan profesional sebagai rekan kerja dalam satu instansi.
Sementara itu, foto yang beredar di media sosial dan dijadikan dasar tuduhan, sejatinya diambil setelah sebuah acara resmi di kantor, di mana terdapat banyak orang lain di sekeliling mereka. Dengan konteks tersebut, foto itu tidak dapat dijadikan dasar untuk menyimpulkan adanya hubungan pribadi di luar pekerjaan.
> “Jika hanya karena foto berdua di kantor setelah acara dan di tengah banyak orang kemudian dianggap bukti perselingkuhan, maka itu sangat tidak rasional. Hanya ahli di bidang gestur yang bisa menilai bahasa tubuh seseorang, dan perlu diingat, seorang dokter memiliki kompetensi di bidang klinis, bukan dalam menafsirkan gestur orang lain,” jelas kuasa hukum menambahkan. Dengan demikian, pemberitaan yang beredar luas di media sosial dan sejumlah portal berita dinilai telah menyesatkan publik serta merusak reputasi ASN bersangkutan. (Tim/Red)