SabdaNews.com – Kendati pelaksanaan pemilihan gubernur (Pilgu) Jawa Timur masih setahun lagi tepatnya pada November 2024, namun publik dapat meraba bahkan sudah memiliki pilihan siapa yang paling layak memimpin provinsi bagian Timur Pulau Jawa periode 2024-2029 mendatang.
Peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Ikhsan Rosidi mengatakan bahwa berdasarkan hasil riset SSC, peluang duet Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak maju kembali di Pilgub Jatim 2024 sangat besar dan berpeluang menang.
Alasannya, kata Ikhsan masyarakat Jatim menyatakan puas terhadap kinerja Khofifah – Emil karena dianggap mampu menyelesaikan masalah masalah pembangunan di Jatim dengan kebijakan yang dapat dirasakan langsung masyarakat.
“Tingkat kepuasan masyarakat Jatim terhadap kinerja Gubernur Khofifah sebesar 74,2%. Sedangkan kepuasan terhadap kinerja Wagub Emil Dardak sebesar 74,6 %. Itu artinya masih relatif tinggi,” ungkap Ikhsan, Kamis (10/8/2023).
Dari hasil survei juga terungkap, tingkat elektabilitas Khofifah mencapai 34,2% atau tertinggi dibanding nama-nama kandidat Cagub Jatim yang muncul dalam survei. Di posisi kedua ada nama Tri Rismaharini dengan elektabilitas sebesar 18,4%, lalu Emil Elestianto Dardak dengan 11,5% menempati peringkat ketiga.
Berikutnya, lanjut dosen Universitas Yudharta Pasuruan ada nama Eri Cahyadi dengan tingkat elektabilitas sebesar 6,7%, Anwar Sadad sebesar 5,5%, Saifullah Yusuf 4,2%, Puti Guntur Soekarno 2,8%, Abdul Halim Iskandar 1,8%. Kemudian M Sarmuji, Ach Fauzi dan Thoriqul Haq masing masing sebesar 1,5%.
Sementara untuk kandidat Cawagub Jatim pilihan masyarakat Jatim, kata Ikhsan yang tertinggi adalah Emil Dardak dengan tingkat elektabilitas sebesar 35,8%, disusul Eri Cahyadi dengan 15,7%, Puti Guntur Soekarno dengan 7,3%, Anwar Sadad dengan 6,8% dan Abdul Halim Iskandar dengan 4,5%.
Lantas bagaimana peluang pertarungan (revalitas) emak-emak yakni Khofifah dan Tri Rismaharini di Pilgub Jatim mendatang? Dengan lugas Ikhsan menyatakan peluangnya masih ada namun tipis. Pasalnya, trend Mensos Tri Rismaharini cenderung menurun sehingga bisa ketinggalan kereta disalip kader PDI Perjuangan yang lain.
“Khofifah sebagai calon incumbent juga tidak jauh beda. Trennya mengalami stag bahkan terlihat mulai menurun sehingga perlu mengupgrade diri supaya awareness masyarakat terhadap mereka naik kembali dan tidak dilupakan masyarakat,” dalih akademisi murah senyum ini.
Senada, Direktur SSC Moechtar W Oetomo menambahkan, jika Khofifah maupun Tri Rismaharini tidak segera mengupgrade diri sampai akhir bulan Agustus ini dengan mengambil langkah dan strategi yang pasti, maka kekhawatiran akan ketinggalan kereta itu semakin besar.
“Kalau tidak segera mengupgrade diri, apa namanya menarik ya susah. Itu karena sekarang yang beredar di pasar politik banyak sekali kandidat yang punya peluang. Kalau kita tidak pintar-pintar maka peluangnya akan semakin berkurang sehingga kurang laku dijual di kontestasi Pilgub Jatim 2024,” jelas Moechtar.
Achmad Fauzi Salah Pilih Baju Jadi Sulit Naik Elektabilitasnya
Selain Khofifah dan Tri Rismaharini yang terekam dalam survei memiliki peluang besar maju di Pilgub Jatim 2024, sebenarnya ada sosok lain yang progresif dan massif mempromosikan diri bakal maju sebagai calon gubernur Jatim yakni Bupati Sumenep Achmad Fauzi.
Ironisnya, langkah nyata tokoh Madura mempromosikan diri maju Pilgub Jatim 2024 itu masih sulit terdongkrak populatitas maupun elektabilitasnya yang terekam dalam survei SSC hanya di kisaran 1,5%. Lantas apa penyebabnya?
Peneliti senior SSC Ikhsan Rosidi memberikan saran sekaligus kritik membangun kepada Achmad Fauzi agar merubah tagline sebagai penerus Gubernur M Noer. Sebab tagline tersebut justru akan mempersempit bajunya.
“Seharusnya dia memilih baju yang lebih besar karena dia akan bertaruh di meja taruhan yang lebih besar. Karena itulah kemudian membuat masyarakat Jatim tidak makin mengenali Achmad Fauzi kecuali warga Sumenep dan Madura pada umumnya,” jelasnya.
Pertimbangan lain, kata Ikhsan, kaum milenial Madura saat ini pun yang benar benar tahu siapa itu Moh Noer hanya sekian persen. Apalagi generasi muda di Jatim pada umumnya juga sedikit sekali yang tahu sosok Gubernur Jatim asal Madura.
“Perlu diingat, Pak Moh Noer jadi Gubernur Jatim itu karena penunjukan sebab eranya Presiden Soeharto. Kalau sekarang sistemnya melalui pilihan langsung tentu pendekatannya juga berbeda jauh,” ungkapnya.
Dampak kesalahan memilih kostum itulah, lanjut Ikhsan sehingga elektabilitas Fauzi sulit terdongkrak. Sebab kesan pertama yang dibuat justru membuat kurang sedap dipandang mata sehingga orang mudah berpaling alias cuek.
“Pepatah Jawa sudah mengajarkan kepada kita bahwa Ajining Rogo Soko Busono, Ajining Diri Soko Lathi. Sebelum nasi menjadi bubur sebaiknya tagline itu dirubah,” saran Ikhsan. (tis)