SabdaNews.com – Maraknya kasus penyalahgunaan narkoba di Jatim nampaknya masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah) besar dalam mewujudkan generasi emas. Bahkan Badan Narkotika Nasional (BNN) menyadari kasus narkoba di Jatim sangat tinggi hingga menempati urutan kedua se-Indonesia dengan jumlah 5.000-6.000 kasus pertahun.
Menanggapi realitas tersebut, anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Khusairi menyatakan bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Jatim butuh atensi khusus dan serius. Pasalnya, peredarannya telah menggurita sebab nilai cuannya begitu tinggi sehingga sasaran korbannya pun tidak pandang bulu.
“Perdagangan atau bisnis narkoba memang luar biasa dan sangat menjanjikan, tidak hanya di kalangan elit, menengah maupun kelas bawah,” ujar politikus asal Bangkalan Madura, Kamis (27/6/2024).
Pemberantasan narkoba kerap menemui jalan buntu jika tidak ada kesadaran multi kompleks, antara pemegang kebijakan dan masyarakat sendiri. Oleh karena itu edukasi soal bahaya barang haram ini harus lebih masif dilakukan, tidak hanya untuk orang tua, namun juga generasi muda karena sangat rentan menjadi sasaran peredaran dan penyalahgunaan narkoba.
“Masyarakatnya yang tidak aware, tidak peduli. Perang lawan narkoba hanya slogan kosong tanpa tindakan nyata,” tegas Mathur Husyairi.
Dalam memerangi barang candu ini, lanjut Mathur, haruslah gayung bersambut. Mesti ada alokasi anggaran khusus dengan program-program konkrit yang langsung menyentuh masyarakat. Menurutnya hal demikian masih belum dilakukan sehingga perang melawan narkoba tidak kunjung teratasi.
“Pemerintah tak berpihak dalam artian alokasi anggaran untuk melakukan langkah-langkah kongkrit dalam upaya pencegahan peredaran narkoba,” ungkap Mathur.
Kendati demikian diantara pemegang kebijakan, seharusnya bersinergi dan bersatu agar target yang sudah dicanangkan bisa dicapai. Selama ini, Mathur menilai stakeholder cenderung jalan sendiri-sendiri dalam melakukan gerakan maupun program kerjanya.
Lebih dari itu, dalam penangkapan pelaku peredaran narkoba, aparat berwenang harus lebih tegas menarget siapa saja yang berperan didalamnya. Mulai dari pengedar, pemilik ritel hingga pihak-pihak yang menjadi tameng atau becking dibelakangnya.
“Pihak berwajib terkesan tebang pilih bahkan ada oknum yang terlibat jadi backing peredaran dan transaksi narkoba,” ujarnya.
Tidak hanya itu, program BNN sendiri ia nilai tidak ada titik target yang jelas dengan langkah perencanaan yang terarah. Sehingga, terkesan instansi pemberantasan narkoba nomor satu di Indonesia ini mandul.
“BNN dan turunan mandul serta terkesan tak punya perencanaan yang baik dan terarah,” pungkas Mathur Husyairi. (pun)
