SabdaNews.com – Anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi PDI Perjuangan, Martin Hamonangan menyoroti lesunya okupansi penumpang di Bandara Dhoho Kediri. Ia menyebut kondisi tersebut tak bisa dibiarkan berlarut-larut dan mendorong adanya intervensi kebijakan terpadu dari pemerintah daerah maupun pusat.
“Jangan sampai Bandara Dhoho mengalami nasib seperti Bandara Kertajati. Dulu, orang mau ke Jakarta malah disuruh mampir dulu ke Kertajati. Desain kebijakan yang dibuat seolah-olah ada penumpangnya, padahal kosong,” kata Martin Hamonangan, Kamis (26/6/2025).
Lebih jauh anggota Komisi D DPRD Jatim ini menjelaskan bahwa Bandara Dhoho Kediri dibangun dengan skema pembiayaan swasta, namun pemanfaatannya tetap harus disertai strategi okupansi yang matang. Martin mengingatkan bahwa bandara bukan sekadar infrastruktur fisik, melainkan bagian dari sistem transportasi yang harus terintegrasi.
“Fungsi bandara harus jelas. Jangan sampai orang mau ke Jakarta justru disuruh turun dulu ke Malang, atau transit yang tidak efisien. Itu justru akan melemahkan minat masyarakat menggunakan bandara,” tegasnya.
Menurut Martin, kelemahan utama adalah kurangnya sinergi antara kebijakan transportasi udara dan darat. Ia mencontohkan proyek Trans Jatim Malang Raya yang seharusnya bisa mendukung mobilitas menuju bandara, tetapi belum maksimal.
“Kami dari Komisi D sudah pernah kunjungan sebelum bandara Dhoho dilaunching. Harusnya sudah ada perhitungan potensi penumpang, termasuk dari studi bisnis dan teknisnya. Kalau tidak efisien, penumpang akan tetap memilih moda transportasi lain,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa masyarakat kini punya banyak alternatif transportasi yang lebih ekonomis dan nyaman. Misal, dari Surabaya atau Ngawi ke Jakarta bisa jalan darat lewat tol dengan bus sleeper cuma Rp400 ribuan. Atau menggunakan kereta api yang juga nyaman dan cukup terjangkau tiketnya.
Menurut Martin, untuk meramaikan bandara Dhoho bisa saja dibuka jalur penerbangan interasional melayani perjalanan ibadah Umroh ke Saudi Arabia dan wisata religi ke negara-negara sekitar Timur Tengah. Namun tentunya perlu dibicarakan dengan agen travel atau pemilik agen Umroh dan Haji apakah mereka mendukung atau tidak.
“Pada dasarnya, jangan hanya bangun bandara, tapi tidak ada tindaklanjut kebijakan lainnya. Harus ada integrasi dengan sektor pariwisata, industri, dan lainnya sehingga bandara menjadi ramai dan ocupansinya meningkat,” tambahnya.
Perlu Trans Jatim Di Wilayah Tapal Kuda
Di sisi lain, politikus asal Fraksi PDI Perjuangan Jatim ini juga menekankan perlunya keadilan infrastruktur, terutama untuk wilayah Tapal Kuda seperti Bondowoso dan Situbondo, yang belum terjangkau jalur kereta api sehingga diperlukan Trans Jatim untuk memudahkan konektivitas kedua daerah tersebut dengan moda kereta api.
“Ini soal rasa keadilan. Trans Jatim juga harus menjangkau semua wilayah. Jangan sampai Bondowoso dan Situbondo terus terpinggirkan,” tutup anggota DPRD Jatim dari Dapil Banyuwangi, Situbondo dan Bondowoso ini. (pun)