MALANG.SabdaNews.com – Maraknya bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai daerah nampaknya menjadi perhatian serius Komisi E DPRD Jatim. Untuk itu, komisi yang bergerak di bidang kesejahteraan rakyat ini melakuan kunjungan kerja (kunker) ke BPBD Kabupaten Malang.
Kunker ini dilakukan dengan pertimbangan Kabupaten Malang termasuk wilayah di Jatim yang memiliki potensi bencana lengkap. Seluruh bencana pernah ada di Kabupaten Malang, diantaranya tanah gerak, angin puting beliung, longsor, kebakaran hingga banjir bandang.
“Makanya kami ingin tqhu bagaimana penanganan bencana di Kabupaten Malang. Mitigasinya bagaimana ketika terjadi bencana dan kemudian pascabencana penanganannya seperti apa,” ungkap Ketua Komisi E Sri Untari Bisowarno di Kantor BPBD Kabupaten Malang, Selasa (4/2/2025).
Dalam kesempatan tersebut, politikus asal PDI Perjuangan juga mendapatkan laporan tentang tiga kendala yang sering dihadapi BPBD Kabupaten Malang.
“Pertama adalah memang minim anggaran. Penanganan bencana ini pentahelix, jadi melibatkan berbagai pihak terkait,” beber Sri Untari.
Kedua, BPBD Kab Malang membutuhkan perawatan peralatan. Kemudian juga mobil-mobil siaga untuk menjangkau tempat-tempat yang sulit dijangkau dengan kendaraan biasa.
“Kalau tidak salah ada 8 gunung, sungai-sungai besar, bendungan, hingga bukit-bukit gundul. Sehingga butuh pemikiran yang lebih,” tutur sekretaris DPD PDI Perjuangan Jatim ini.
Kendala ketiga adalah dana siap pakai (on call). Pasalnya, nomenklatur ini tidak lagi diberikan oleh Kemendagri. Sehingga Untari berjanji pihaknya akan memperjuangkan di DPRD melalui komisi yang lain terkait dengan hal itu untuk disampaikan agar DSP (dana siap pakai) untuk seluruh kabupaten/kota itu tetap diberikan.
“Memang sekarang ini adanya DSP itu hanya di provinsi,” jelas Sri Untari Bisowarno.
Ditambahkan, bila kabupaten/kota tidak diberi nomenklatur DSP, tentu pihaknya khawatir proses penanganan bencana ini akan terhambat. Kalau pun menggunakan BTT (belanja tidak terduga), cara mengambil prosedurnya juga cukup rumit.
“Kalau DSP itu segera bisa dikeluarkan. Mengingat saat bencana terjadi, yang terdekat adalah pemerintah kabupaten/kota,” tegas perempuan asli Malang ini.
Keluhan lainnya, kata Untari, masih banyak lagi dibutuhkan infrastruktur pendukung mitigasi bencana. Bahkan early warning system (EWS) yang sudah terpasang saja banyak yang hilang. Sehingga butuh kesadaran bersama supaya masyarakat lebih aware dengan situasi ini.
“Supaya apa-apa yang dipasang oleh BPBD itu dijaga bersama. Sudah alatnya sedikit masih saja diganggu,” kelakar perempuan murah senyum ini.
Untuk itu, pihaknya akan menyiapkan mental masyarakat agar tangguh bencana. Hinggga saat membangun rumah, masyarakat juga peduli dan mempertimbangkan terhadap ancaman bencana yang bisa timbul sewaktu waktu.
Berikutnya, lanjut Sri Untari, pihaknya akan mendorong Pemerintahan Kabupaten Malang untuk bisa mengalokasikan anggarannya dalam rangka mengantisipasi dan penanggulangan bencana.
“Kita akan mengusulkan bagaimana DSP itu ada kembali di rekening Kemendagri untuk membantu kabupaten/kota,” harap Sri Untari.
Dia juga mengakui selama ini BPBD kabupaten/kota masih sangat tergantung provinsi. Sehingga butuh uluran tangan provinsi untuk melakukan perbaikan dan pemeliharaan peralatan.
“Melalui evaluasi APBD kabupaten, itu yang punya hak adalah gubernur. Gubernur melalui biro hukum. Misalkan di situ standar untuk penanganan bencana adalah X rupiah, itulah yang kemudian Biro Hukum Provinsi Jatim bersama dengan Biro Otoda harus menempatkan supaya alokasi anggaran untuk bencana ditambahkan,” pungkas Untari. (pun)