SabdaNews.com – Dalam rangka percepatan penurunan angka kemiskinan di Jatim, Komisi E DPRD Jatim berharap dunia perbankan ikut menfasilitasi program pembiayaan pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri. Pasalnya, salah satu kendala calon PMI yang belum ada solusi hanyalah menyangkut modal pembiayaan pemberangkatan.
“Coba teman-teman media persoalkan remitensi yang dikirimkan oleh pekerja migran Indonesia itu luar biasa. Tapi bisa nggak dengan kontrak kerja PMI sebagai tukang las di Korea atau kontrak kerja nurse (perawat) di Jepang itu menjadi jaminan. Kalau minta agunan yang gak mungkin sebab rata rata mereka dari keluarga tidak mampu,” jelas Hikmah Bafaqih wakil ketua Komisi E DPRD Jatim, Senin (22/7/2024).
Menurut Hikmah, penurunan angka kemiskinan di Jatim patut diapresiasi karena tercepat dan tertinggi di Indonesia bahkan melompati dua provinsi lain di Pulau Jawa.
“Angkanya tinggal satu digit, tepatnya 9,79 persen setara 3.982.692 jiwa. Memang masih terbanyak karena jumlah penduduk Jatim besar,” kata politikus asal Fraksi PKB.
Dia berharap program pengentasan kemiskinan yang teknisnya tersebar di berbagai OPD di lingkungan Pemprov Jatim mulai dikaji kontribusinya sejauh mana sehingga program program tersebut lebih optimal dan tepat sasaran.
Hikmah mencontohkan di Dinas Pendidikan, Komisi E meminta sekolah vokasi di daerah kantong kemiskinan disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja. Misalnya, Pekerja Migran Indonesia kita minta mereka fokus membuka jurusan perawat (nurse) dan las (welder) karena banyak dibutuhkan di Jepang dan Korea.
“Dalam vokasi itu juga diwajibkan pembelajaran bahasa Jepang maupun Korea. Sedangkan tugas BLK adalah memberikan penguatan sertifikasinya sehingga dipastikan mereka bisa menjadi calon tenaga kerja profesional,” ungkapnya.
Di sisi lain, ini juga bisa memutus mata rantai pengiriman PMI ibu-ibu sehingga problem sosial dampak keluarga broken home akibat orang tua cerai karena salah satunya menjadi PMI juga bisa dikurangi. Bahkan anak-anak juga menjadi korban karena pendidikannya kurang diperhatikan.
“Otomatis beban pemerintah juga bisa berkurang karena problem sosial juga menjadi tanggungjawab pemerintah,” terang politikus asal Malang.
Komisi E, lanjut Hikmah juga bersyukur karena pada P-APBD Jatim 2024 ini ada penambahan anggaran untuk Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) bertambah sekitar 460 miliar untuk 3 bulan baik sekolah negeri maupun swasta.
“Anggaran pendidikan di APBD Jatim tahun ini sudah bagus untuk spending mandatory sudah mencapai 27,8 persen. Sebab amanat UU Sisdiknas itu spending mandatorinya minimal 20 persen,” pungkasnya. (pun)