Home PEREKONOMIANKomisi B DPRD Jatim Gagas Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Garam dan Petani Tambak

Komisi B DPRD Jatim Gagas Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Garam dan Petani Tambak

by sabda news

SabdaNews.com  – Dalam rangka mewujudkan target swasembada garam dan ketahanan pangan nasional tahun 2027, Komisi B DPRD Jatim tengah menggagas Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Garam dan Petani Tambak. Mengingat, provinsi Jatim merupakan penopang utama kebutuhan garam dan ikan nasional, namun potensinya belum bisa dimaksimalkan sehingga perlu diperkuat dengan regulasi yang lebih berpihak kepada petani garam dan petani tambak.

“42 persen produksi garam nasional berasal dari Jatim atau terbesar dari 37 provinsi yang ada di Indonesia. Sedangkan untuk produk hasil budidaya ikan (tambak), provinsi Jatim menempati peringkat ketiga terbesar nasional,” ujar ketua Komisi B DPRD Jatim, Hj Anik Maslachah usai menggelar rapat koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, perwakilan PT Garam serta OPD terkait lainnya di ruang Banmus DPRD Jatim, Rabu (22/10/2025).

Lebih jauh politikus asal PKB itu menjelaskan, bahwa wilayah darat untuk pembudidayaan ikan di Jatim baru terkelola sebesar 72%, sehingga masih ada yang idle (mangkrak) sebanyak 23%. Sedangkan wilayah laut (perairan) yang digunakan untuk produksi garam baru sebanyak 48%, sehingga masih ada 52% yang masih berpotensi untuk kembangkan.

“Kebutuhan garam nasional itu sebanyak 4,2 juta ton pertahun. Sedangkan produksi garam nasional hanya kisaran 2 juta ton pertahun, dan 800 ribu ton -nya itu berasal dari Jatim,” terang Anik Maslachah.

Ironisnya, kendati Jatim menjadi penopang utama dua komoditas penting itu, namun belum linier dengan tingkat kesejahteraan petani garam maupun petani tambah. Hal itu akibat garam belum dianggap bahan pokok oleh pemerintah, sehingga tidak diberlakukan HPP untuk komoditas garam. Selain itu, penyerapan garam petani oleh PT Garam selaku BUMN juga sangat rendah, sehingga produksi garam lebih banyak diserap tengkulak dengan harga yang cenderung tidak pro petani.

“Dari 800 ribu ton pertahun produksi garam di Jatim yang diserap PT Garam tidak lebih dari 1000 ton saja. Pasalnya, PT Garam juga ikut bermain di hulu (produksi) sehingga secara tidak langsung menjadi kompetitor petani garam. Akibat lainnya, harga garam petani lebih ditentukan oleh pasar atau pemilik modal besar,” ungkap mantan bendahara PW Fatayat NU Jatim ini.

Anik juga bersyukur, dalam pertemuan tadi PT Garam mau merekonstruksi ulang kebijakannya dengan lebih fokus di sektor hilir yang akan dituangkan dalam bentuk kerjasama kerjasama sehingga garam petani akan lebih banyak lagi yang diserap PT Garam.

“Penyebab lain garam rakyat sulit diserap PT Garam itu karena kandungan NaCl (yodium) dibawah 94,5% sedangkan persyaratan untuk menjadi garam industri kandungan NaCl nya minimal 97%. Makanya untuk meningkatkan kualitas garam rakyat, perlu pelatihan, pembinaan, intervensi modal dan lain sebagainya. Perda ini menjawab untuk itu,” tegasnya.

Di sisi lain, kendala yang dihadapi petani tambak juga tidak kalah rumit. Misalnya, tidak adanya jatah atau kuota pupuk subsidi untuk pembudidaya ikan, mahalnya harga pakan, minimnya ketersediaan benih ikan yang unggul dan tidak adanya ansuransi atau jaminan saat gagal panen.

“Kenapa sektor pertanian dapat kuota pupuk subsidi, sedangkan petani tambak tidak. Padahal mereka sama-sama bertujuan untuk ketahanan pangan nasional. Kalau disebabkan keterbatasan fiskal pemerintah, tentu kita butuh mitra seperti BUMN/BUMD atau swasta melalui program CSR untuk membantu petani tambak,” harap politikus asal Sidoarjo.

Masih di tempat yang sama, Manager Corporate Comunication PT Garam Miftahul Arifin menyatakan sangat mendukung Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Garam dan Petani Tambak yang digagas Komisi B DPRD Jatim agar regulasi penggaraman maupun perikanan budidaya di Jatim semakin lebih baik lagi.

“Dengan adanya Raperda ini, harapannya nanti kita bisa melakukan kerjasama baik pemerintah pusat dan daerah dengan PT Garam untuk meningkatkan kesejahteraan petani garam di Jatim,” jelasnya.

Ia mengakui PT Garam kedepan ingin fokus di sektor hilir bukan lagi di hulu karena telah membangun beberapa pabrik baru yang sudah eksisting dan membuka lahan di Rotindau NTT sebanyak 1000 hektar yang ditargetkan mampu memproduksi garam sebanyak 2,5 juta ton pertahun untuk mencukupi kekurangan kebutuhan garam nasional.

Menyangkut minimnya serapan garam petani, kata Arifin, itu lebih banyak disebabkan tidak adanya kecocokan harga karena persoalan kualitas garam itu menjadi nomor dua setelah ada deal harga. Mengingat, harga pembelian PT Garam tidak pernah dibawah harga pasar.

“Kalau ada HPP Garam, tentu kami sangat mendukung sebab bisa melindungi petani garam dan bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Apalagi daerah-daerah sentra penghasil garam di Jatim masih tergolong angka kemiskinannya tinggi,” pungkasnya. (pun)

You may also like

Leave a Comment