SabdaNews.com – Kekosongan jabatan Kepala Desa (Kades) di sejumlah wilayah di Pulau Jawa tergolong masih tinggi. Data yang masuk di Komisi A DPRD Jawa Timur, sedikitnya ada 125 desa di Jawa Timur yang mengalami kekosongan posisi kepala desa dan tengah menunggu proses pengisian antar waktu (PAW).
Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur, Budiono, menegaskan bahwa kekosongan jabatan kepala desa ini dapat berdampak signifikan terhadap jalannya roda pemerintahan desa. Salah satu wilayah yang paling terdampak adalah Kabupaten Bojonegoro yang dilaporkan memiliki 20 desa dengan posisi kepala desa kosong.
“Di Jawa Timur, saat ini ada sekitar 125 desa yang mengalami kekosongan jabatan kepala desa. Di Bojonegoro saja ada 20 desa,” ujar politikus Partai Gerindra, Senin (23/6/2025).
Menurut Budiono, penyebab kekosongan jabatan kepala desa ini cukup bervariasi. Misalnya karena kepala desa meninggal dunia, ada pula yang tersangkut kasus hukum, serta ada yang masa jabatannya telah berakhir.
Kondisi ini, lanjut anggota DPRD Jatim asal Daerah Pemilihan (Dapil) Bojonegoro – Tuban, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut kepentingan publik di tingkat paling dasar pemerintahan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Kab Bojonegoro terkait langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk percepatan pengisian jabatan ini. Selanjutnya, kami juga akan segera berkomunikasi dengan Kemendagri karena ada beberapa regulasi yang perlu disinkronkan agar proses ini bisa berjalan seragam di seluruh wilayah Jawa Timur,” jelas Budiono.
Ia menambahkan bahwa Komisi A DPRD Jatim berencana melakukan kunjungan kerja ke Kemendagri pada bulan depan guna membahas percepatan pengisian kepala desa yang kosong secara menyeluruh.
“InsyaAllah bulan depan kami akan ke Kemendagri. Kekosongan jabatan ini bukan hanya soal administratif, tapi juga soal pelayanan publik dan kesinambungan pembangunan desa. Oleh karena itu, perlu sinkronisasi regulasi agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda antar daerah,” tegas Budiono.
Ditambahkan Budiono, sinkronisasi peraturan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi krusial untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan kebingungan di tingkat bawah.
“Intinya, jangan sampai kekosongan kepala desa ini menjadi celah bagi ketidakpastian hukum dan politik di desa. Kami ingin semuanya berjalan sesuai aturan, tapi juga tidak menghambat pelayanan dan pembangunan,” jelasnya.
Senada, anggota Komisi A DPRD Jatim Saifudin Zuhri, turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi ini. Ia menilai bahwa kekosongan kepala desa dalam jumlah besar sangat berpotensi mengganggu jalannya pelayanan publik dan menghambat pelaksanaan program-program pembangunan, terutama yang bersumber dari pemerintah pusat.
“Peran kepala desa sangat sentral. Mereka bukan hanya pemimpin administratif, tapi juga ujung tombak pembangunan desa. Banyak proyek dari pusat yang sasarannya langsung ke desa, termasuk Dana Desa. Jika tidak ada kepala desa definitif, tentu proses penyerapan dan pelaksanaannya akan terganggu,” katanya.
Politikus asal Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim ini juga menekankan pentingnya keberadaan kepala desa dalam menjaga stabilitas sosial dan politik di tingkat lokal. Kekosongan jabatan, menurut Saifudin berpotensi menimbulkan gesekan antar kelompok masyarakat, terutama jika proses pengisian jabatan tidak berjalan transparan.
“Kami mendorong agar pengisian kepala desa dilakukan secepat mungkin. Jangan sampai pelayanan kepada masyarakat terganggu hanya karena belum ada pejabat yang memiliki otoritas penuh. Kepala desa bukan hanya simbol, tapi mereka punya fungsi strategis dalam tata kelola pemerintahan desa,” jelas Saifudin.
Dengan jumlah desa yang cukup besar di Jawa Timur lanjut anggota DPRD Jatim dari Daerah Pemilihan (Dapil) Malang Raya ini menilai keberadaan kepala desa yang sah dan aktif merupakan prasyarat mutlak untuk memastikan bahwa kebijakan dan program dari pusat hingga daerah bisa terserap dengan baik dan tepat sasaran.
“Ini soal kepastian layanan, keadilan sosial, dan pembangunan yang berkelanjutan. Desa adalah fondasi negara. Maka, kepemimpinan desa harus segera dipulihkan,” pungkasnya. (pun)