SabdaNews.com – Diskriminasi perlakuan pemerintah terhadap guru madrasah di Indonesia nampaknya bukan isapan jempol belaka. Bahkan di Jatim yang menjadi barometer lembaga pendidikan berbasis pondok pesantren juga mengalami hal yang serupa.
Tak ayal, puluhan guru madrasah yang tergabung dalam wadah Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) dan Assosiasi Guru Madrasah Indonesia (AGMI) Jatim meminta audensi dengan Komisi E DPRD Jatim untuk menfasilitasi agar nasib mereka lebih diperhatikan Pemprov Jatim.
Ahmad Najiyullah ketua PGMI Pusat mengatakan bahwa perlakuan diskriminasi terhadap guru guru madrasah bisa diminimalisir jika ada komunikasi yang baik antara pemerintah, pemangku kebijakan pendidikan dan organisasi guru madrasah.
“Saya rasa di Jatim juga kurang komunikasi saja sehingga kesenjangan yang masih dialami guru guru madrasah bisa diminimalisir,” ujar pria asal Bandung Jawa Barat dihadapan Komisi E DPRD Jatim, Kamis (24/4/2025).
Ia optimis Jatim bisa meniru seperti Jabar, Jambi, Riau dan Sumatera Utara yang lebih memperhatikan nasib para guru madrasah sehingga tidak terjadi kesemjangan yang mencolok. Apalagi, guru madrasah yang terbanyak itu justru ada di Jatim karena pondok pesantren yang notabene memiliki lembaga pendidikan madrasah banyak terdapat di Jatim.
“Saya sengaja ikut hadir dalam pertemuan ini karena berharap kesenjangan yang menimpa guru madrasah di Jatim bisa terselesaikan dengan baik,” kata Ahmad Najiyullah.
Ditambahkan, Provinsi Jabar memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib guru guru madrasah sejak era kepemimpinan Gubernur Ahmad Heriawan, kemudian berlanjut ke Gubernur Ridwan Kamil dan Gubernur Dedi Mulyadi saat ini.
“Saya optimis Gubernur Khofifah Indar Parawansa akan memperhatikan keluhan dari gugu guru madrasah di Jatim,” ungkap Ahmad Najiyullah.
Sementara itu wakil ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih mengatakan bahwa audensi ini dalam rangka percepatan afirmasi atau respon adanya kesenjangan yang dialami guru guru madrasah di Jatim agar bisa diminimalisir oleh pemangku kebijakan yang ada di Jatim melalui DPRD Jatim.
“Selama ini saya secara pribadi dan teman teman NU juga sudah paham banget bahwa ada perlakuan diskriminasi yang dilakukan pemerintah terdahap madrasah dibanding sekolah sekolah swasta,” ujar politikus asal Malang.
Dalam pertemuan tadi, lanjut Hikmah teman teman guru madrasah dapat menyampaikan langsung secara terbuka dan terkonfirmasi kepada Diknas Jatim maupun Bappeda Jatim maupun anggota Komisi E dari berbagai fraksi yang ada di DPRD Jatim terkait perlakuan negara kepada para guru madrasah.
Diantara keluh kesah yang disampaikan itu menyangkut masalah jumlah guru madrasah yang PIB tidak sama, proses kesejahteraan guru madrasah lebih cepat jika diurus Kemendikbud dibanding Kemenag, dan banyak hal lainnya yang memang terlihat diskriminatif perlakuannya antara sekolah dengan madrasah.
“Kedepan diharapkan minimal di setiap semester ada pertemuan antara para pemangku kebijakan di bidang pendidikan di pemerintahan khususnya Kanwil Kemenag dan Diknas Jatim dengan guru madrasah agar keluhannya bisa direspon secara bersama sama,” ungkap politikus PKB.
Mantan ketua PW Fatayat NU Jatim itu juga mengingatkan bahwa capaian IKU (Indek Kinerja Utama) pendidikan itu yang dihitung juga termasuk madrasah, sehingga Pemprov Jatim tidak bisa beralibi itu bukan menjadi kewenangannya karena sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Artinya, kalau madrasah tidak mendapatkan perhatian otomatis capaian IKU pendidikan juga terkendala sehingga tidak bisa mencapai target yang sudah ditetapkan Pemprov Jatim,” beber Hikmah Bafaqih.
Menurut Hikmah, ada banyak yang bisa dilakukan Pemprov Jatim untuk membantu guru guru madrasah. Misal, membantu peningkatan kompetensi guru bidang studi, guru BK, atau apa itu juga bisa dicover oleh anggaran yang ada di Dinas Pendidikan Jatim sehingga ada penyamaan standar dari para guru di Jatim.
Di sisi lain, Komisi E DPRD Jatim juga akan berupaya memperjuangkan ke pemerintah pusat terkait dibukanya PPPK bagi guru madrasah swasta sehingga diperlukan adanya perubahan terhadap UU ASN. Alasannya, kenapa guru sekolah swasta bisa diangkat jadi PPPK sementara guru madrasah swasta tidak bisa. “Termasuk juga soal PIB, BOS dan lain sebagainya,” Hikmah.
Sementara untuk di tingkat provinsi, pihaknya berupaya agar perjuangan yang sukses di tahun 2021 bisa dilanjutkan lagi bukan hanya sekali tetapi berkelanjutan setiap tahun, yakni menyangkut BPOPP untuk Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta di Jatim. Mengingat, selama ini Bosda Madin yang sudah berjalan baik di Jatim namun sasarannya itu untuk pendidikan yang bersifat informal. Sedangkan yang bersifat pendidikan formal justru terabaikan.
“Informasi yang kami dapat tadi, Provinsi Jabar bisa dilakukan setiap tahun sejak era Gubernur Aher sampai Kang Dedi. Saya berharap Jawa Timur belajarlah, kalau Jawa Barat bisa kenapa kita tidak. Kalau jawabannya anggarannya tak cukup, ya bagaimanalah caranya. Kalau gak bisa setahun penuh ya berapa bulan lah, karena itu akan sangat bermakna bagi madrasah,” pungkas Hikmah. (pun)