Home PEMERINTAHANBanggar Nilai Pendapatan Daerah Provinsi Jatim Stagnan Sejak 2025

Banggar Nilai Pendapatan Daerah Provinsi Jatim Stagnan Sejak 2025

Raperda R-APBD Jatim 2026 Layak Ditindaklanjuti Komisi dan Fraksi di DPRD Jatim

by sabda news
SabdaNews.com  – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur menilai Raperda R-APBD Jatim Tahun Anggaran 2026 layak untuk ditindaklanjuti pembahasannya oleh komisi-komisi maupun fraksi-fraksi di DPRD Jawa Timur. Pasalnya, telah memenuhi ketentuan regulasi formal, materi muatan, dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pernyataan itu disampaikan juru bicara Banggar DPRD Jatim Lilik Hendrawati pada rapat paripurna DPRD Jawa Timur dengan agenda laporan Banggar terhadap Raperda R-APBD Jatim Tahun Anggaran 2026, Senin (22/9/2025).
Menurut politikus asal PKS, APBD merupakan instrumen pengelolaan keuangan daerah yang harus memiliki dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketercapaian target pembangunan dalam RPJMD Tahun 2025-2029 dan RKPD Tahun 2026. Hal ini menjadi prinsip dasar bagi Banggar dalam melakukan pembahasan terhadap rancangan Perda R-APBD 2026 bersama dengan TAPD Provinsi Jatim sebagaimana telah disampaikan melalui Nota Keuangan Gubernur Jatim mengenai R-APBD 2026.
“Yang paling penting adalah bagaimana APBD Tahun Anggaran 2026 ini memiliki dampak signifikan terhadap penyelesaian berbagai problem ketimpangan pembangunan daerah dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Lilik.
Berdasarkan hasil pembahasan terhadap Raperda tentang R-APBD Jatim 2026 yang dilakukan oleh Banggar bersama TAPD, diperoleh perangkaan sebagai berikut: Pendapatan Daerah 2026 sebagaimana dalam Nota Gubernur diproyeksikan sebesar 28.263.093.314.537  yang bersumber dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 17.240.652.325.537; Pendapatan Transfer sebesar 10.994.290.989.000; dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar 28.150.000.000.
“Hasil pendalaman yang Banggar terhadap proyeksi penerimaan daerah Tahun 2026 mengungkapkan bahwa dari dimensi pendapatan daerah, diperbandingkan dengan Tahun Anggaran 2025, terlihat pendapatan daerah kita mengalami stagnasi. Bahkan secara agregat, pendapatan daerah diproyeksi turun minus 1,2 persen,” tegas anggota Komisi C DPRD Jatim.
Proyeksi penurunan pendapatan daerah harus menjadi peringatan dini atas penurunan kapasitas fiskal daerah di dalam membiayai setiap komponen belanja daerah. Oleh karena itu, Baggar DPRD Jatim merekomendasikan kepada Pemprov Jatim dan juga kepada Komisi terkait dalam melakukan pembahasan APBD 2026 dengan OPD Penghasil untuk:
“Menelaah setiap potensi peningkatan PAD di Tahun 2026, karena optimalisasi pertumbuhan PAD yang masih di angka pertumbuhan 1,8 persen, dipandang belum pada performa yang layak; Menelaah rasionalitas minimnya peningkatan PAD  khususnya dari rendahnya proyeksi penerimaan pajak daerah yang hanya diproyeksi tumbuh 2,2 persen, jauh lebih rendah dari asumsi pertumbuhan ekonomi Jatim, dimana di dalam KUA APBD 2026, mengacu estimasi Bank Indonesia Jatim optimis di angka 4,8 – 5,6 persen,” jelas Lilik.
Banggar, lanjut Lilik juga berharap komisi terkait dalam melakukan pembahasan R-APBD 2026 agar tidak sekedar berpuas mendapatkan penjelasan OPD untuk berkomitmen meningkatkan sinergi dan kualitas koordinasi. Tetapi lebih dari itu, Komisi terkait agar menetapkan target penerimaan PAD yang lebih rasional dalam angka pertumbuhan penerimaan setiap jenis retribusi dan hasil pengelolaan barang milik daerah.
Berikutnya, melakukan optimalisasi penerimaan PAD dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan pada BUMD agar benar-benar mampu mengidentifikasi kebijakan jangka pendek, sekaligus menetapkan target dividen yang harus disetor kepada Pemprov Jatim untuk mewujudkan kinerja BUMD yang sehat dan mampu secara signifikan berkontribusi terhadap peningkatan PAD.
“Hasil evaluasi komisi dan OPD terkait, BUMD dinyatakan tidak sehat dan menjadi beban APBD serta tidak memiliki dampak signifikan terhadap pemberdayaan kesejahteraan dan masyarakat, maka DPRD dapat merekomendasikan agar dibentuk Pansus BUMD untuk memastikan penanganan BUMD dimaksud secara efektif dan berkelanjutan serta menguntungkan bagi masyarakat dan pembangunan daerah,” kata politikus asal Surabaya.
Adanya kecenderungan penurunan Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat pada Tahun 2026 tentu patut untuk diantisipasi. Oleh karena itu, Banggar DPRD Jatim berharap agar setiap Komisi mendapatkan penjelasan dari setiap OPD Mitra mengenai skema efisiensi belanja OPD sebagai dampak penurunan Pendapatan Transfer.
Dari sisi Belanja Daerah tahun 2026 dialokasikan sebesar 29.257.110.224.297 yang dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan: Belanja Operasi sebesar 22.233.275.288.098; Belanja Modal sebesar 1.717.287.247.999; Belanja Tidak Terduga sebesar 198.025.000.000; dan Belanja Transfer sebesar 5.108.522.688.200.
“Dengan alokasi belanja daerah sebesar 29.257.110.224.297 dan pendapatan daerah sebesar 28.263.093.314.537 mengakibatkan defisit sebesar 994.016.909.760 dalam APBD Jatim 2026,” beber Lilik Hendarwati.
Terhadap dimensi alokasi Belanja daerah Tahun 2026, Banggar melihat inisiatif penyesuaian fiskal daerah dengan pendekatan efisiensi. Hal ini tampak pada penurunan total alokasi belanja, dimana terjadi pengurangan secara signifikan pada hampir semua kelompok belanja 2026 dibandingkan Tahun 2025. Namun pendekatan efisiensi demikian bagi Banggar belum pada koridor yang jelas.
“Hal ini nampak dari Belanja Operasi yang masih mendominasi di angka 76 persen dan Belanja Modal hanya 6 persen dari total Belanja Daerah. Secara makro, hal ini secara jelas menunjukkan adanya belanja rutin dan jangka pendek yang besar pada belanja barang dan jasa, namun terjadi penurunan begitu besar pada Belanja Modal sebesar 40 persen jika dibandingkan dengan Belanja Modal pada APBD Perubahan 2025,” kata Lilik.
Dalam tinjauan makro terhadap R-APBD 2026, Banggar mengharapkan pembahasan di tingkat Komisi bersama dengan OPD Mitra untuk dapat menemuken permasalahan, dan selanjutnya merumuskan perangkaan yang lebih rasional, khususnya terhadap persoalan-persoalan sebagai berikut:
Belanja Pegawai di Tahun 2026 meskipun dialokasikan menurun minus 7 persen dibandingkan perangkaan P-APBD 2025, tetapi masih jauh lebih tinggi 10 persen dari realisasi Belanja Pegawai Tahun 2024. Oleh karena itu, Komisi terkait agar menelaah potensi idle money dalam pos belanja pegawai yang masih bisa diproyeksikan untuk menambah kapasitas belanja publik.
“Penurunan Belanja Barang dan Jasa juga perlu dikaji apakah menyasar pada belanja barang dan jasa pelayanan publik dan kesejahteraan sosial, karena itu Banggar DPRD Jatim sangat berharap semua Komisi memastikan efisiensi terutama pada belanja administrasi rutin perkantoran dan kegiatan penunjang yang dapat dilaksanakan secara daring,” jelas Lilik.
Banggar sangat berharap bahwa setiap Komisi dapat mencermati sekaligus mensupervisi alokasi Belanja Hibah Tahun 2026 yang diproyeksi meningkat 15 persen dibandingkan dengan P-APBD 2025. Supervisi di tingkat Komisi terutama bagaimana memastikan bahwa belanja hibah ini sejalan dan segaris dengan aspirasi kebutuhan masyarakat, dan koheren dengan target pencapaian Mandatory Spending infrastruktur pelayanan publik, maupun pembiayaan pelayanan publik dasar lainnya.
Banggar cukup prihatin terhadap adanya pemangkasan besar pada belanja modal. Oleh karena itu, setiap Komisi diharapkan dapat mencegah terjadinya skema belanja modal minimalis demikian. Karena dalam telaah Banggar, minimnya Belanja Modal, khususnya di Belanja Jalan, Jaringan dan Irigasi yang hanya 44,7 miliar rupiah, tidaklah rasional.
“Alokasi Belanja Modal Tahun 2026 yang menurun minus 40 persen dibandingkan Tahun 2025 akan menimbulkan risiko jangka panjang, karena penurunan investasi infrastruktur bisa menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan menurunkan kualitas pelayanan publik ke depan,” tegas perempuan berkerudung ini.
Selain itu, dalam APBD 2026 perlu dilakukan pencermatan terkait dengan singkronisasi belanja program dengan program prioritas pembangunan RPJMD 2025-2029 dan RKPD 2026 serta dengan progran prioritas Pemerintah Pusat. Untuk itu, Banggar DPRD Jatim berharap setiap Komisi secara teliti mencermati Rencana Kerja Anggaran (RKA) pada setiap OPD mitra.
“Berdasarkan data RKA yang diterima, Komisi hendaknya secara seksama mampu memberikan supervisi pada setiap OPD agar angka-angka dalam Rancangan APBD 2026 ini benar-benar menjawab berbagai narasi yang sudah begitu bagus dituangkan dalam RKPD 2026, khususnnya terhadap belanja program yang berdampak langsung bagi penurunan angka kemiskinan dan penurunan angka pengangguran. Selain itu, komisi juga memperhatikan rasio belanja di APBD 2026 dan kontribusinya  terhadap peningkatan PAD dan target RPJMD 2025-2029,” harapnya.
Pada bagian akhir pendapat atas Belanja Daerah, Banggar mengajak seluruh komponen Pemprov Jatim agar menginsyafi mandat yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah Provinsi. Berbagai kebijakan pemerintah pusat harus sungguh-sungguh didukung dengan implementasi berbagai kebijakan daerah.
“Mandatory spending yang digariskan pemerintah pusat harus dilaksanakan. Seperti kewajiban mengalokasikan minimal 40 persen untuk infrastruktur publik, tentu ini mustahil tercapai tanpa kesungguhan melaksanakan ikhtiar eliminasi belanja daerah yang tidak berkontribusi pada pencapaian target indikator kinerja pembangunan daerah,” tegas Lilik.
Kemudian menyangkut Pembiayaan Daerah terdiri atas Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Penerimaan Pembiayaan Tahun Anggaran 2026 berupa perkiraan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA) Tahun Anggaran 2025 sebesar 1.003.193.532.000.
Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan Tahun 2026 Rp.9.176.622.240 untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo kepada Lembaga Keuangan Bukan Bank yaitu PT SMI atas Pinjaman Daerah yang digunakan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat terdampak COVID-19, sehingga diperoleh Pembiayaan Netto sebesar 994.016.909.760 yang digunakan untuk menutupi Defisit Tahun Anggaran 2026. (pun)

You may also like

Leave a Comment