SabdaNews.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Pemerintah pusat telah menetapkan TKD 2026 sebesar Rp 693 triliun. Jumlah tersebut ditambah sebesar Rp 43 triliun dari usulan sebelumnya sebesar Rp 650 triliun. Namun masih lebih rendah dari alokasi 2025 yang mencapai Rp 919,9 triliun.
Salah satu daerah yang terdampak cukup besar yaitu Pemprov Jatim yang mengalami penurunan TKD sebesar 2,1 triliun. Penurunan ini cukup signifikan jika dibandingkan alokasi TKD Jatim pada 2025 sebesar Rp11,440 triliun. Penurunan TKD ini dinilai oleh banyak kalangan dapat mengganggu terhadap realisasi program prioritas di Jatim
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur, Nur Faizin, menilai penurunan TKD ini sebagai berkah sekaligus ganjaran atas tidak maksimalnya pengelolaan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jatim selama ini.
“Ini momentum bagi Pemprov Jatim untuk bangkit dari zona nyaman, selama ini terlalu dimanja dengan TKD yang cukup besar sehingga pengelolaan dan penyerapan potensi PAD Jatim kurang maksimal” ujarnya.
Nur Faizin juga menyebutkan bahwa penurunan TKD di Jatim ini juga berdampak terhadap kemandirian APBD Jatim yang semula hanya 61% kini naik menjadi 66,2% setelah adanya penurunan TKD pada proyeksi APBD Jatim 2026 menjadi Rp. 8,8 triliun.
Oleh karena itu politikus asal Madura ini berharap Pemprov Jatim bisa berbenah diri agar kemandirian secara fiskal terus ditingkatkan. Sebab daerah yag mandiri secara fiskal seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat tidak akan merasakan dampak yang signifikan akibat dari penuruan TKD ini.
“Kemandirian Fiskal adalah kunci, Jatim ini sudah berusia 80 tahun, potensi PADnya besar, semestinya sudah mandiri secara fiskal. Pajak daerah, Pengelolaan Aset dan BUMD harus disertai dengan inovasi, dan menutup celah kebocoran, sehingga kekayaan Jatim ini benar benar dirasakan oleh masyarakat tanpa ketergantungan terhadap TKD,” ujar anggota Fraksi PKB DPRD Jatim .
Lebih lanjut, politisi muda ini menilai menurunnya TKD di Jatim semakin terasa karena kinerja PAD yang melambat. Jika dilihat, realisasi PAD Jatim hingga bulan Deptember hanya 68,3%. Sementara pada bulan yang sama tahun 2024 sudah sebesar 79,6%, hal ini mengindikasikan kinerja pengelolaan potensi daerah cenderung melambat.
“Kita tidak bisa hanya puas diri dengan capaian pertumbuhan ekonomi Jatim mencapai 5,23%, sementara tidak selaras dengan kenaikan PAD Jatim, semestinya pertumbuhan ekonomi ini disertai dengan peningkatan kinerja PAD, ini kok malah turun, kok bisa? Dimana bocornya?” sindir Nur Faizin. (pun)