SabdaNews.com — Rapat paripurna DPRD Jawa Timur di Surabaya, Senin (13/10/2025), mengagendakan penyampaian Pemandangan Umum fraksi-fraksi atas Raperda Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana.
Fraksi Partai Gerindra melalui juru bicara Cahyo Harjo Prakoso, S.H., M.H., mengapresiasi inisiatif Pemprov Jatim atas inisiatif dalam mengajukan Raperda Perubahan tersebut sekaligus menyampaikan sejumlah catatan penguatan regulasi dan tata kelola.
Fraksi Partai Gerindra menilai pembaruan aturan ini tepat karena berangkat dari mandat konstitusi untuk melindungi keselamatan warga dan menyesuaikan dengan payung hukum nasional (UU 24/2007, UU 23/2014, PP 21/2008, dan Permendagri 77/2020).
“Namun demikian, Fraksi Partai Gerindra menilai bahwa sinkronisasi vertikal dan horizontal antar peraturan perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan duplikasi norma, terutama pada tataran teknis pelaksanaan di tingkat kabupaten/kota dan desa,” ujar Cahyo.
Secara sosiologis, lanjut politikus asal Surabaya, perubahan ini relevan dengan tingkat kerentanan bencana di Jatim—mulai dari gunung api aktif, ancaman tsunami pesisir selatan, banjir, kebakaran hutan/lahan, kekeringan/cuaca ekstrem, hingga gempa dan longsor.
“Namun di balik risiko tersebut, terdapat kekuatan sosial dan kearifan lokal masyarakat yang selama ini menjadi aktor kunci dalam mitigasi dan tanggap darurat,” jelas Cahyo.
“Karena itu, kebijakan baru harus memastikan partisipasi aktif masyarakat dan kolaborasi pentahelix (pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media) bukan sekadar jargon, tetapi menjadi sistem yang hidup di lapangan,” lanjutnya.
Fraksi Partai Gerindra mencatat beberapa penguatan positif dalam draf: penetapan kawasan rawan bencana sebagai dasar KLHS/RTRW; integrasi pendidikan dan pelatihan kebencanaan; perlindungan kelompok rentan dan disabilitas; pembentukan relawan dan forum PRB; penguatan tugas-fungsi BPBD; serta skema pentahelix.
“Namun demikian, kami mencatat sejumlah catatan strategis dan pertanyaan kritis sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional kami dalam mengawal efektivitas kebijakan publik ini,” kata Cahyo.
Dalam catatanya, Fraksi Partai Gerindra menanyakan apakah seluruh norma baru telah sepenuhnya disinkronkan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, khususnya terkait pembagian urusan pemerintahan antara provinsi dan kabupaten/kota.
“Jika belum, bukankah hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan dan memperlemah koordinasi BPBD lintas daerah?,” tanya Cahyo.
Terkait kapasitas dan anggaran, Fraksi Gerindra menilai keberhasilan kebijakan penanggulangan bencana bergantung pada ketersediaan sumber daya dan dana siap pakai. “Bagaimana mekanisme yang disiapkan untuk memastikan keberlanjutan anggaran kebencanaan tanpa tergantung sepenuhnya pada transfer pusat?” ujarnya.
Selain itu, ia menilai kebijakan perlindungan terhadap penyandang disabilitas dan kelompok rentan sangat penting.
“Namun, apakah sudah tersedia data terpilah dan mekanisme unit layanan disabilitas di BPBD yang benar-benar siap secara operasional, bukan sekadar formalitas normatif?,” tanya Cahyo.
Terkait pengawasan dan akuntabilitas, Fraksi Gerindra menegaskan pentingnya fungsi kontrol dalam pelaksanaan Raperda ini.
“Apakah telah dirancang mekanisme evaluasi kinerja BPBD dan forum-forum relawan secara periodik agar kebijakan tidak hanya berhenti di atas kertas?” pungkasnya.(pun)