SabdaNews.com – Fraksi Partai NasDem DPRD Jawa Timur menyampaikan catatan kritis terhadap R-APBD ahun Anggaran 2026 dalam sidang paripurna, Senin (29/9/2025) kemarin. Ketua Fraksi Partai NasDem, H. Mohammad Nasih Aschal, menilai target pendapatan daerah sebesar Rp28,26 triliun justru mengalami stagnasi, bahkan turun 1,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut politisi yang akrab disapa Lora Nasih ini, pertumbuhan PAD yang hanya 1,8 persen sangat jauh dari proyeksi pertumbuhan ekonomi Jatim 4,8 hingga 5,6 persen. Kondisi ini, menunjukkan perlunya peningkatan strategi pemerintah dalam menggali potensi pendapatan daerah.
Fraksi Partai NasDem DPRD Jatim mendesak adanya optimalisasi pajak daerah tanpa menambah beban kelompok rentan, pemutakhiran database pajak secara digital, serta transparansi target dan realisasi retribusi.
Ia juga menyoroti kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang masih minim. Lora Nasich menekankan perlunya audit menyeluruh terhadap BUMD yang tidak sehat, bahkan bila perlu DPRD Jatim membentuk Pansus jika terbukti merugi dan tidak memberi manfaat.
Selain itu, aset daerah yang terbengkalai (idle) harus segera ditargetkan pemanfaatannya secara jelas oleh pemerintah provinsi. Di sisi lain, partisipasi swasta dan BUMD dalam menyalurkan dana CSR dinilai belum optimal.
“Fraksi Partai Nasdem meminta adanya regulasi khusus agar dana CSR lebih diarahkan pada program pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan wilayah,” tegas politikus asal Madura.
Dalam hal belanja daerah, R-APBD 2026 yang diproyeksikan Rp29,25 triliun dengan defisit Rp994 miliar dinilai masih menyisakan masalah. Nasich menegaskan, alokasi belanja pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur harus berwujud nyata, bukan sekadar memenuhi kewajiban formal.
Lora Nasich juga menyoroti pemangkasan belanja modal hingga 40 persen dibandingkan P-APBD 2025, dengan alokasi jalan, jaringan, dan irigasi hanya Rp44,7 miliar.
“Jumlah itu jelas tidak rasional untuk provinsi sebesar Jawa Timur. Jika dibiarkan, infrastruktur yang rusak tidak terawat akan menurunkan daya saing ekonomi daerah,” tegasnya.
Selain itu, peningkatan belanja hibah sebesar 15 persen juga dikhawatirkan berpotensi menjadi ajang patronase politik bila tidak transparan. Fraksi Partai NasDem meminta agar ada database publik penerima hibah bisa diakses masyarakat untuk meminimalisir penyimpangan.
Ditambahkan, penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun 2025 harus dijelaskan secara terbuka. Demikian pula pembayaran cicilan utang ke PT SMI agar tidak membebani generasi mendatang. Meski defisit R-APBD 2026 masih dalam batas wajar, strategi pembiayaan netto harus disusun hati-hati agar tidak menambah beban fiskal daerah.
Fraksi Partai NasDem menilai R-APBD 2026 belum sepenuhnya sejalan dengan tema RKPD 2026, yakni “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif”. Alasannya, masih banyak program belanja rutin yang tidak mendukung tema tersebut. Karena itu, Lora Nasih menuntut setiap OPD menyelaraskan rencana kerja dengan RPJMD 2025–2029, dengan fokus pada pengentasan kemiskinan ekstrem, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan produktivitas sektor unggulan.
Pada akhir penyampaiannya, juru bicara Fraksi Partai NasDem ini menekankan lima catatan penting: optimalisasi PAD dan evaluasi BUMD, peningkatan belanja modal, transparansi belanja hibah dan bansos, pengelolaan pembiayaan daerah yang prudent, serta harmonisasi RAPBD dengan dokumen perencanaan daerah.
“RAPBD harus benar-benar mencerminkan keberpihakan pada rakyat, bukan sekadar angka di atas kertas,” pungkasnya. (pun)